HomeUncategorizedTwitter: Antara Jurnalisme, Saluran Berita dan Ekspresi Personal

Twitter: Antara Jurnalisme, Saluran Berita dan Ekspresi Personal

News Online

Kian banyak yang menjadikan Twitter sebagai sumber informasi, baik itu dari akun media maupun kontribusi akun personal.  Apakah pesan Twitter bisa dikategorikan Jurnalisme?  Ataukah Twitter semata-mata saluran distribusi berita?

Jika definisi jurnalisme adalah mencari, menyimpan, mengolah, memproduksi dan melaporkan berita, maka Twitter bisa dikategorikan sebagai jurnalisme.  Apalagi Twitter menyediakan kemampuan berbagi gambar. Twitter juga memiliki kelebihan dalam hal kecepatan distribusi berita/informasi yang menjadikannya kian menarik sebagai tujuan mencari perkembangan berita. Masalahnya, apakah pesan (berita) yang disalurkan pengguna Twitter memiliki aspek pertanggungjawaban publik dan unsur esensial yang harus dipenuhi sebagaimana dalam jurnalisme? When is Twitter Journalism?

****

Setiap kali ada peristiwa besar yang memiliki nilai berita besar pula, di ranah kicauan microblogging Twitter terjadi debat: mana lebih dapat diandalkan sebagai panduan informasi warga: Pesan Twitter vs Konten Media Pro (TV, Radio, Koran, Media Online)?  Saya memasukkan media online atau bisa disebut juga media siber dalam kategori Media Pro, karena mereka dikelola secara korporasi sebagai sebuah perusahaan media, untuk membedakannya dengan individual yang menyampaikan beragam bentuk informasi melalui akun Twitternya.  Pada peristiwa 11 September  2011 saat terjadi bentrok yang dipicu oleh tewasnya seorang tukang ojek di Ambon, di ranah Twitter terjadi saling klaim antara pihak yang mendukung para pewarta warga (citizen journalist), yang dianggap paling layak dipercaya dihadapkan dengan hasil liputan media yang notabene sumbernya dari wartawan di lapangan juga.  Insany Syabarwati, seorang wartawan lapangan di Ambon yang berpengalaman meliput Rusuh Ambon 1999 dan sejumlah peristiwa ikutannya, merasa risau akan derasnya kecaman akan kualitas liputan media yang datang dari kicauan di Twitter.  “Jika persepsi bahwa kami di lapangan dianggap justru memprovokasi terjadinya kerusuhan itu ditelan oleh warga, bukankah justru kami yang terancam jiwanya? Karena kami tinggal di Ambon juga,” kata dia lewat pembicaraan telpon dalam program bincang-bincang “Dewan Pers Kita” yang disiarkan secara langsung oleh TVRI, dua hari setelah peristiwa 11 September 2011.

……

Selengkapnya akan dimuat di Majalah Rolling Stone edisi November 2011.

 

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Previous post
“Next Journalism”, Beratnya Tugas Jurnalis Masa Depan
Next post
Media Convergence in the US and in Indonesia: A Talk with Uni Lubis

3 Comments

  1. October 21, 2011 at 12:49 pm — Reply

    Teasernya aja menarik sekali, Mbak! Mudah2an pembaca blog ini bisa baca keseluruhan tulisannya nanti 😀

  2. October 24, 2011 at 4:32 pm — Reply

    selama citizen reporter memenuhi 9 elemen jurnalismenya bill kovach, bolehlah dianggap jurnalisme.

    masalahnya citizen reporter hampir tidak ada yang seperti itu. selalu bias. mereka hanya melihat, gak mencari.

  3. September 10, 2014 at 2:28 am — Reply

    masyarakat harus jeli dengan sumber informasi yang diperoleh.

Leave a Reply to Kebon jahe Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *