HomeUncategorizedJUSMAN SD SOAL PRESIDEN DENGAN PESAWAT KOMERSIAL

JUSMAN SD SOAL PRESIDEN DENGAN PESAWAT KOMERSIAL

Catatan:  Ini status Facebook Pak Jusman Syafii Djamal.  Beliau mantan Menteri Perhubungan, pernah memimpin PT Dirgantara Indonesia.  Saya sudah meminta ijin beliau untuk memuat utuh status FB ini, agar bisa dinikmati lebih luas.

——

Presiden dengan Pesawat Komersial : State Aircraft or Civil Aircraft ?

Presiden Jokowi lakukan langkah terobosan , gunakan pesawat terbang komersial Garuda ke Singapura, tiket ekonomi. Ini patut diacungi Jempol. Sebab biasanya hanya Presiden dan Perdana Menteri Singapura yang selalu menggunakan pesawat terbang komersial Singapura Airline jika bepergian kemana saja. Itupun dengan treatment melekat sebagai Head of State, duduk di bangku First Class dan dilayani oleh Pilot paling senior di Singapore Airline dan duduk ditemani CEO Singapore Airline. Sementara Presiden Jokowi tidak mau dilayani sebagai kepala Negara. Ingin seperti penumpang biasa, duduk dikelas ekonomi bersama rakyat dan penummpang lainnya. Sebuah langkah berani ditonjolkan.

Sebetulnya dalam tatanan pengaturan rejim penerbangan secara internasional yang dibalut dalam dua konvensi yakni Konvensi Paris tahun 1919 dan Konvensi Chicago tahun 1944 yang keduanya melahirkan ICAO atau International Civil Aviation Organization hanya dikenal dua Rejim Pengaturan Pesawat terbang. Yakni Pesawat Terbang yang diatur oleh “Military Regime” dan “Civil Regime”. Pesawat terbang Civil atau pesawat terbang militer. Dalam rejim pengaturan pesawat terbang Civil dan Militer ini dikenal istilah “Private Airplane”, “Commercial Airplane” dan “State Airplane”. Ketiga jenis pesawat ini memiliki treatment berbeda beda. Dan Otoritas Penerbangan Sipil ditiap Negara harus mengatur perjalanan ketiga jenis pesawat ini dengan baik dan benar sesuai dengan “protocol masing masing”.

Masalah akan timbul jika seorang Kepala Negara menjadi penumpang pesawat. Apalagi Kepala Negara tersebut berstatus sebagai simbol Negara yang memiliki karakter nya masing masing. Ada anggapan kalau Kepala Negara naik pesawat terbang Komersial biasa , beliau akan diperlakukan sebagai penumpang biasa, sama seperti penumpang berkarcis lainnya. Dan bayak anggapan yang berpandangan bahwa pesawat terbang komersial yang ditumpangi oleh seorang kepala Negara tetap dipandang sebagai pesawat terbang komersial biasa.

Akan tetapi dalam realitas kenyataan sehari hari apa yang sesungguhnya terjadi tidaklah demikian. Seorang Kepala Negara bagaimanapun keadaannya selama 24 jam adalah Kepala Negara. Sebab Negara tidak boleh memiliki kevakuman kekuasaan barang sedetik pun. Karenanya Kepala Negara dalam keadaan tidur pun merupakan ikon dan Simbol Negara dengan aturan protocol yang melekat padanya selama ia masih berstatus Kepala Negara. Keamanan dan Keselamatan Kepala Negara merupakan tanggung jawab yang melekat pada Pasukan Pengamanan Presiden dengan segala aturan protocol yang melakat padanya. Jika satu detik pun ada kelalain , undang undang militer pastilah akan menghukum berat penjaga keamanan dan keselamatan seorang Kepala Negara. Karenanya Pengamanan Presiden berada langsung dibawah tanggung jawab Panglima TNI kalau di Indonesia. Dengan kata lain tatacara Presiden Jokowi yang mengambil pilihan untuk melepaskan baju protocol nya sebagai Kepala Negara dalam acara Keluarga meski patut diacungi jempol tidak membebaskan Pasukan Pengamanan Presiden dari tanggung jawab selama 24 jam menjaga keselamatan dan keamanan Simbol dan Ikon Negara ini. Dan saya fikir Pimpinan TNI memahami fenomena ini dengan baik.

Dalam tatanan rejim pengaturan pesawat terbang yang berbasis pada Konvensi Paris 1919 dan Konvensi Chicago 1944, Seorang Kepala Negara yang menumpang dalam pesawat terbang Sipil Komersial memiliki clausa pengaturan tersndiri. Sebab Kepala Negara adalah Simbol suatu Negara.

Demikian juga Keselaman dan Keamanan Kepala Negara yang sedang berada di Negara lain merupakan tanggung jawab Negara tempat ia berkunjung. Mau ia sedang berlibur atau acara keluarga Kepala Negara tetaplah Kepala Negara dengan protocol yang melekat padanya. Tak mungkin ada Negara sahabat yang mengetahui ada Kepala Negara lain sedang berada di Negara nya tidak menjaga keselamatan dan keamanannya. Protocol sebagai Kepala Negara melakat padanya sepanjang waktu, 24 jam sehari, 7 hari satu minggu. Tidak lebih tidak kurang.

Karenanya dalam tatanan rejim pengaturan pesawat terbang ketika seorang Kepala Negara naik di sebuah penerbangan komersial yang reguler, ada kewajiban dari maskapai penerbangan yang dioperasikan menempatkan simbol Negara ini pada posisi VVIP. Pesawat terbang komersial itu tidak lagi disebut sebagai pesawat terbang Civil melainkan State Airplane. Pesawat Terbang keNegaraan dengan protocol yang melekat pada status dan simbol Kepala Negara

Dalam manifest harus jelas dicantumkan status yang bersangkutan untuk membebaskan maskapai penerbangan ini dari segala jenis liability atau beban hukum atau tuntutan hukum yang terjadi, jika ada salah kelola atau sesuatu terjadi diluar rencana penerbangannya. Dan pada umumnya dengan status manifest yang mencantumkan status penumpang ada seorang Kepala Negara didalamnya, treatment protocol yang melekat berlaku. .

Dengan kata lain treatment tata kelola laulintas udara yang diperlakukan terhadap pesawat terbang “State Airplane” ini juga berbeda. Ada kombinasi pengaturan yang melekat dalam protocol baku :”safety and security of the airplane” dan juga “safey and security of the passenger in the airplane” serta safety and security during flight .

Contoh kecil, dengan hadirnya Kepala Negara sebagai penumpang maka tatacara pengaturan Pilot dan Crew juga harus diubah menjadi Pilot dan Crew yang paling berpengalaman. Proses sterilisasi pesawat dan penumpang akan jauh lebih ketat dan berlapis. Dan lain sebagainya. Tak diijinkan adanya small error dalam proses screening barang berbahaya dan lain sebagainya. Tak ada resiko bagaimanapun kecilnya dapat ditolerir. Contoh lainnya ketika Garuda ditahun 2007 – 2008 mendapatkan larangan terbang di Eropa atau European Ban to Indonesian Airplane, maka ketika Presiden SBY ingin ke Perancis beliau ingin naik pesawat Garuda. Pertanyaannya apakah boleh mendarat tidak ? Boleh melintasi udara Eropa tidak, sebab Garuda sedang di Ban, tidak boleh melintas, takeoof and landing di wilayah udara dan dibandara Eropa. Maka jawaban clearance yang keluar adalah Pesawat Garuda tidak diperlakukan sebagai pesawat terbang komersial, melainkan sebagai pesawat terbang Kenegaraan atau State Airplane dan tidak ada larangan terbang untuk State Airplane. Meski begitu sebagai protes atas larangan terbang Eropa itu, Presiden SBY tetap saja membatalkan kunjungan tersebut. Dengan kata lain status pesawat terbang komersial bisa berubah dengan adanya penumpang Kepala Negara. Dari Civil Airplane menjadi State Airplane.

Karenanya kita merasa hormat pada langkah Presiden Jokowi untuk menggunakan pesawat terbang komersial dengan status penumpang ekonomi. Tetapi Kepala Negara adalah Kepala Negara. Protocol keselamatan dan keamanan tertinggi tetap melekat pada simbol Negara Indonesia ini setiap detik dan setiap saat. Salut untuk PaspamPres yang telah bekerja sangat Profesional yang menyebabkan semua ini dengan baik terkelola dan kita semua tau itu tidak mudah.

Salam Hormat, lebih kurangnya mohon dimaafkan.

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Previous post
WB: BIAYA KEPATUHAN PAJAK MENURUN
Next post
MENANTI STRATEGI JOKOWI TURUNKAN EMISI KARBON

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *