HomeUncategorizedIwan QH: Jangan Sewot Pada Pilot Soal Fotokopian

Iwan QH: Jangan Sewot Pada Pilot Soal Fotokopian

Catatan ini dibuat oleh @IwanQH, suami.  Sejak tersiar berita bahwa pilot Air Asia QZ8501 tidak mengambil fotokopi data cuaca dari BMKG, kami diskusi soal ini.  Kami punya tetangga pilot senior.  Suami saya sering berkomunikasi dengan pilot, karena pekerjaannya, aerial geo survey.  Survei untuk membuat peta dari udara dibuat dengan kamera yang dipasang di pesawat.  Karena dia lebih ahli dari saya, dan banyak istilah teknis yang saya mumet menuliskannya, maka mari kita nikmati tulisan Iwan.  Dia wartawan juga.  Saat saya pemimpin redaksi Majalah Panjimas awal tahun 2000-an, Iwan pemimpin redaksi Majalah Gatra.  Tahun 2006 dia memutuskan mendirikan perusahaan sendiri kembali ke habitat keilmuan yang dijalaninya di Universitas Gadjah Mada, Jurusan Geodesi.  Kini dia juga mengelola Majalah TAMBANG. Tulisannya bisa dibaca di www.tambang.co.id

***

Situasi cuaca di sekitar lokasi hilangnya QZ 8501 berdasarkan pantauan satelit
Situasi cuaca di sekitar lokasi hilangnya QZ 8501 berdasarkan pantauan satelit

Di penghujung kalender Masehi 2014 ini, sebuah pertunjukan teknologi dipertontonkan Pemerintah Tiongkok. Rabu lalu, 31 Desember 2014, ketika di Jakarta tepat jam 20.00, dari pusat antariksa Xichang, di bagian selatan Provinsi Sichuan, diluncurkan satelit meteorologi. Namanya Fengyun 2G.

Satelit seukuran drum minyak ini diluncurkan dengan roket Long March 3A, yang tingginya sekitar 55 meter. Si Fengyun ini diluncurkan dari roket tingkat tiga 24 menit setelah peluncuran. Menurut kantor berita Xinhua, kegiatan berlangsung sukses.

Fengyun ini termasuk jenis satelit geostasioner. Posisinya tetap di koordinat tertentu, seperti satelit komunikasi Palapa yang dimiliki Indonesia. Feng Yun dilengkapi dengan sensor yang bisa bekerja dalam gelombang tampak, dan gelombang infra merah. Sehingga pemandangan bumi siang dan malam bisa direkam.

Dari ketinggiannya di sekitar 35.800 kilometer dari permukaan bumi, Fengyun bisa memantau sepertiga permukaan bumi, dari Timur Tengah sampai Samudera Pasifik.

Bila di dunia politik Tiongkok dengan Amerika dan Eropa sering berseberangan, dalam hal meteorologi, ketiga pihak ini bisa berakrab ria. Otoritas Tiongkok  akan bertukar data cuaca dengan mitranya dari Amerika, yang mengendalikan satelit NOAA, dan Eropa, yang memiliki satelit Eumetsat.

Satelit Fengyun berputar 100 kali setiap menit. Dia membawa radiometer untuk mengamati cuaca bumi, dengan gelombang tampak dan gelombang inframerah, membuat pengamatan bisa berlangsung siang dan malam.

Kameranya akan mengambil citra bumi setiap jam. Namun, dalam keadaan tertentu, seperti pada musim hujan, atau tatkala badai, citra bisa diambil lebih rapat, misalnya setiap 30 menit. Fengyun 2G juga dilengkapi alat untuk mendeteksi sinar X yang dipancarkan matahari, serta partikel dengan energi tinggi, untuk lebih memudahkan ramalan cuaca.

Dengan adanya Fengyun 2G ini, maka kini Tiongkok memiliki empat satelit cuaca geostasioner. Tahun 2017 akan meluncur satu lagi, menggantikan satelit cuaca lain yang sudah habis masa baktinya.

 

Saya sengaja menulis soal peluncuran roket cuaca milik Pemerintah Tiongkok, karena kita di Indonesia lagi heboh soal pilot pesawat AirAsia QZ8501, Kapten Iryanto, yang dikabarkan tidak mengambil lembaran kopi prediksi cuaca rute Surabaya – Singapura. Gara-gara ini, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan marah-marah. Bahkan ia, di depan wartawan, memarahi seorang direktur AirAsia.

Di media massa ada yang menyebut, kemarahan ini sebagai pencitraan. Ada pula yang menyebut, ia memang seharusnya marah. Silakan Anda punya pendapat sendiri soal hal ini.

Apakah si pilot memang harus mengambil lembaran kopi prediksi cuaca? Saya bukan seorang pilot, juga bukan seorang ahli cuaca. Namun alangkah repotnya petugas BMKG bila ia harus nge-print prediksi cuaca, dan memfotokopinya, serta menyerahkannya kepada pilot yang mau terbang.

Pasti ada antrean panjang di depan loket cuaca, mengingat dalam satu hari ada ratusan penerbangan di bandar udara yang sibuk, seperti Bandara Juanda, Bandara Soekarno Hatta, atau Bandara I Gusti Ngurah Rai.

Selain itu, di zaman serba digital ini, setahu saya, berlaku prinsip: think before print. Pikir dulu sebelum mencetak. Kalau bisa diakses lewat internet,  buat apa dicetak? Menghemat tinta, menghemat listrik, irit kertas.

Meski saya bukan seorang pilot, saya termasuk pemerhati cuaca. Di dua pesawat selular saya saya mengunduh program prediksi cuaca dari www.accuweather.com dan dari www.weatherchannel.com. Dengan ini saya bisa memperkirakan, cuaca di tempat tinggal saya, maupun di daerah sekitar yang mau saya datangi.  Semuanya langsung saya akses dari telepon. Namanya ramalan, ada kalanya cocok, bisa juga meleset.

Saya pernah nebeng sebuah pesawat pribadi milik seorang pengusaha penerbangan. Di depan pilot terpampang layar yang cukup terang mengenai cuaca di daerah yang akan dilalui. Waktu itu kami terbang dari Cilacap. Untuk menuju Jakarta, kami harus berputar-putar dahulu, gmelewat sebelah selatan Bandung, Purwakarta, menyusuri Cikampek, hingga akhirnya baru mendarat ke Halim Perdanakusuma.

‘’Kita tidak berani terbang lurus, karena di depan daerah merah. Ada petir dan awannya berbahaya,’’ kata si pilot sambil menunjuk daerah di layar pesawat yang berwarna merah.

Saya bertanya kepada si pilot itu, dari mana data ini berasal. ‘’Kami berlangganan, ini sumbernya dari satelit Amerika. Datanya seketika,’’ katanya.

 

Mengetahui ramalan cuaca kini memang menjadi kepentingan banyak orang, di segala lini. Program swasembada beras Indonesia bakal terganggu bila cuaca tidak bersahabat. Karena itu, ramalan cuaca hingga beberapa tahun ke depan harus kita ketahui.

Bila kita ingin umrah, atau pergi ke negara dengan beda suhu yang ekstrem antara musim satu dan yang lain, kita pasti melihat cuaca di tempat yang mau kita tuju. Jangan sampai salah kostum: membawa baju tebal-tebal, ternyata cuaca setempat panas terik. Atau sebaliknya.

Meramal cuaca kini jauh dipermudah dengan adanya satelit. Di masa lalu, untuk mengetahui prediksi cuaca orang harus melihat tanda-tanda alam, seperti suara jangkrik, rontoknya daun, atau arah terbang burung. Dengan satelit, peramalan cuaca berlangsung lebih mudah.

Kita harus berterima kasih kepada Amerika Serikat, yang memelopori adanya satelit cuacaa. Amerika meluncurkan Vanguard 2, satelit cuaca pertama pada 17 Februari 1959. Namun baru satelit Tiros-1, yang diluncurkan pada 1 April 1960, yang dinilai betul-betul bisa memberi informasi cuaca luamayan komplet.

Meski hanya beroperasi selama 78 hari, Tiros-1 memberi banyak masukan penting terhadap satelit yang diluncurkan berikutnya. Satelit Nimbus 3 yang mengorbit pada 1969 tak hanya merekam citra, melainkan juga mengukur suhu atmosfer, hal yang penting untuk meramal cuaca.

Amerika kini punya tiga satelit cuaca di geostasioner: GOES-12, GOES-13, dan GOES-15. Adapun Rusia memiliki satelit Elektro-L 1. Jepang memiliki MTSAT-1R. Dan Eropa memiliki Meteosat-9, Meteosat-8, Meteosat-7, dan Meteosat-6. India mengoperasikan satelit INSAT. Dan Tiongkok  mengoperasikan Feng-Yun.

Selain yang tipe geostasioner, ada pula satelit yang masuk kelompok polar. Artinya dia memutari bumi dari kutub utara ke selatan, atau sebaliknya. Ketinggiannya sekitar 850 kilometer. Satelit akan melewati daerah yang sama dua kali sehari. Satelit cuaca Amerika yang terkenal, NOAA, adalah jenis satelit polar. Adapun Rusia memiliki Meteor dan Resurs. Tiongkok  memiliki FY-1D dan FY-3A.

Negeri tetangga di selatan kita, Australia, memilih mengakses satelit milik negara lain, antara lain Jepang. Mulai 2015 ini, Biro Meteorologi Australia mendapat kiriman data pemantauan satelit cuaca Jepang, Himawari-8, yang memancarkan gambar setiap 10 menit. Citra itu dipancarkan dalam 16 pita gelombang, dari sebelumnya 5 pita, di spektrum infra-merah dan dekat-infra-merah.

Kecanggihan Himawari juga dinikmati biro meteorologi dari negara lain. Saya belum tahu apakah BMKG akan mengakses Himawari juga.

Kalau saya lihat dari situs web-nya, BMKG mendapatkan data dari WMO—World Meteorological Organization, Organisasi Meteorologi Dunia. Ini adalah organisasi di bawah PBB beranggota 191 pemerintah dan teritori. Para anggota ini terus-menerus memasok situasi cuaca di wilayahnya ke WMO. Dengan demikian, bisa dikatakan BMKG mendapatkan informasi cuaca dari kumpulan hasil pengamatan banyak satelit yang mengorbit bumi.

***

Perusahaan penerbangan harus berlangganan, membayar sejumlah tarif tertentu untuk bisa mengakses data satelit cuaca. Bila Anda di New Zealand, misalnya, Anda harus masuk ke situs web metflight.metra.co.nz agar bisa mendapatkan informasi cuaca sepanjang perjalanan, maupun di daerah yang akan dituju. Setelah membayar, kita akan mendapatkan kode akses.

Di New Zealand, pilot diwajibkan mengetahui lebih dahulu kondisi cuaca, sebelum memutuskan terbang. Kewajiban itu juga terjadi di negara lain, termasuk di Indonesia. Hanya saja apakah untuk mengetahui kondisi cuaca kita harus lewat fotokopian, saya tidak mendapatkan informasi itu.

Kalau di New Zealand, kita cukup mendapatkannya lewat mengunduhnya dari internet. Bila informasi dari internet itu dirasa belum cukup, si pilot wajib menelepon Badan Meteorologi.

Di Indonesia, BMKG juga menyediakan informasi via internet yang bisa diunduh, untuk mengetahui situasi cuaca di bandar udara tujuan, atau sepanjang perjalanan. Silakan masuk ke http://aviation.bmkg.go.id/web/sigmet.php. Agar bisa mengakses informasinya, Anda harus memiliki kode akses lebih dahulu. Tentu jauh lebih mudah mengakses via internet ketimbang kita harus mencetak informasinya, lalu memfotokopi lebih dahulu.

Di Amerika Serikat, kewajiban pilot mengetahui situasi cuaca dapat Anda lihat di www.faasafety.gov.  Aturannya berjudul ‘’How to obtain a good weather briefing’’. Di situ antara lain disebutkan, pilot harus terus-menerus memantau cuaca melalui berbagai sarana, seperti televisi, koran, internet. Sebelum terbang, si pilot harus mengetahui kondisi tempat yang mau dilewati, serta bandara yang mau dituju, dengan mendonlod lewat internet, atau cara lain.

Jadi, seorang pilot diasumsikan sebagai sosok yang paling peduli terhadap cuaca.  Kalau terjadi apa-apa dengan pesawat yang dia pimpin, bukankah dia ikut mendapatkan masalah?  Menjadi korban?

Informasi cuaca, bagaimanapun juga, hanyalah alat bantu bagi si pilot untuk membawa pesawatnya dengan selamat. Kita tahu bahwa sebagai sebuah ramalan, ada kalanya meleset –walaupun ada penjelasan ilmiahnya. Di era digital seperti saat ini, informasi yang dihasilkan dengan susah payah itu bisa diakses dengan jauh lebih mudah. Cukup diunduh dari internet, dan datanya kita simpan di gadget yang kita punya.

Karena itu, bila Anda melihat ada kawan Anda yang menjadi pilot tidak membawa fotokopian ramalan cuaca, jangan buru-buru marah. Sangat mungkin informasi cuaca sudah dia unduh, dan dia simpan di pesawat teleponnya.###

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Previous post
MENTERI JONAN BEKUKAN IZIN RUTE AIRASIA SURABAYA-SINGAPURA
Next post
JONAN DAN PERTARUHAN KESELAMATAN PENERBANGAN

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *