HomeUncategorizedLee Kuan Yew, Soekarno dan Megawati

Lee Kuan Yew, Soekarno dan Megawati

Mendiang Perdana Menteri Lee Kuan Yew bersama mantan Presiden Megawati Sukarnoputri, serta suaminya, mendiang Taufik Kiemas saat di Jakarta, 22 Februari 2006. Foto oleh Bagus Indahono/EPA
Mendiang Perdana Menteri Lee Kuan Yew bersama mantan Presiden Megawati Sukarnoputri, serta suaminya, mendiang Taufik Kiemas saat di Jakarta, 22 Februari 2006. Foto oleh Bagus Indahono/EPA

Di buku memoarnya, Lee Kuan Yew mengenang pertemuan pertama dengan Presiden Sukarno. Singapura berpenduduk 1,5 juta, Indonesia 100 juta. Singapura punya mobil 10.000, Jakarta 50.000. Bagaimana situasi sekarang?

“Beliau sudah seperti mentor saya sendiri.”

Ini komentar Megawati Sukarnoputri, ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Senin (23/3), setelah mendapat kabar bahwa Lee Kuan Yew, meninggal dunia. Arsitek Singapura modern itu berpulang di usia 91 tahun, setelah menderita sakit pernafasan dan dirawat cukup lama di General Hospital Singapura.

Selama menjadi wakil presiden di era presiden Abdurrahman Wahid dan kemudian ketika menjadi presiden, Megawati sering bertemu Lee Kuan Yew. Komunitas politik di Indonesia bahkan punya persepsi bahwa Singapura mendukung Megawati jika ada peluang politik pasca kepemimpinan Soeharto. BJ Habibie bukan pilihan, dan itu disampaikan secara tersirat oleh Lee Kuan Yew, yang pada tahun 1998-1999, ketika terjadi transisi pemerintahan di Indonesia, menjadi menteri senior. Perannya dalam menentuka arah politik Singapura tak hilang sedikitpun kendati posisi perdana menteri dipegang Goh Chok Tong, penerusnya.

Ketika Habibie menarik diri dari pencalonan sebagai calon presiden di Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Oktober 1999, situasi politik berubah. Habibie mundur karena Sidang MPR menolak pertanggungjawabannya sebagai presiden pengganti Soeharto. Gus Dur, ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa, secara mengejutkan disepakati dan dipilih menjadi presiden. PKB memenangi 12,6% suara dalam pemilu Juni 1999. PDIP yang dipimpin Megawati juara pemilu dengan 34% suara. Belum cukup kuasai suara di MPR.

Megawati yang kurang luwes dalam menjalin koalisi politik dengan pihak lain, ditinggalkan poros tengah, koalisi parpol bernuansa Islam yang dimotori Amien Rais, ketua umum Partai Amanat Nasional. Amien mendapat jatah kursi ketua MPR. Akbar Tanjung, ketua umum Partai Golkar disodori kursi ketua DPR. Poros tengah mendukung Gus Dur dan menghasilkan 373 suara di sidang MPR, mengalahkan Megawati yang mendapat 313 suara. Gus Dur jadi presiden.

Megawati yang kuatir dipermalukan kedua kali, ragu-ragu ikut dalam perebutan kursi wakil presiden. Kandidat lainnya saat itu adalah Amien Rais, Panglima TNI Jendral Wiranto dan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan Hamzah Haz. Hamzah didukung poros tengah.

Dalam buku memoarnya, From Third World To First, The Singaporean Story: 1965-2000, Lee Kuan Yew menuliskan, Gus Dur membujuk Megawati untuk maju dan meyakinkannya bahwa Mega akan dapat cukup dukungan untuk menang. Gus Dur butuh dukungan Megawati sebagai wakil presiden, mengingat suara PDIP cukup besar, dan bisa medukung stabilitas pemerintahannya.

Baca selengkapnya

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Previous post
Lee Kuan Yew, Soeharto dan Krismon 1997-1998
Next post
Surat Terbuka Pakar Islam Dunia Untuk ISIS

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *