HomeUncategorizedDokumentasi Kisruh Seputar Paviliun Indonesia di Milan Expo

Dokumentasi Kisruh Seputar Paviliun Indonesia di Milan Expo

Dokumentasi Kisruh Paviliun Indonesia di Milan Expo 2015

Awalnya adalah status Facebook seorang bernama Wulan-Putri Roos yang dipasang tanggal 5 Mei 2015. Dia menceritakan pengalamannya mengunjungi Paviliun Indonesia di Milan Expo 2015. Wulan Putri tinggal di Paris, dan sengaja datang ke Milan ingin menikmati sajian paviliun Indonesia. Ini catatannya, yang bergulir menjadi diskusi cukup panas baik berbagai grup komunikasi.

‘Terhempas’ di depan paviliun Indonesia – World Expo 2015 di Milan

Bismillah

1 Mei 2015 adalah hari pembukaan World Expo yang dengan penuh suka cita saya hadiri. Saya terbang sekeluarga dari Paris dimana saat ini kamibermukim menuju Milan dgn harapan akan menikmati berbagai pertunjukan kelas dunia dari puluhan negara-negara yg berpartisipasi di World.Expo tsb.

Sesampainya kami di Expo, saya dan teman saya Artha pun cepat2 mencari peta Expo untuk mencari lokasi paviliun Indonesia. Sebagai warga Indonesia yg bertahun-tahun telah bermukim di Eropa, kami tentunya sangat antusias ingin melihat paviliun negara kami. Setelah dilihat, ternyata lokasi Paviliun Indonesia sangatlah jauh, alias paling ujung dari pintu masuk. Namun kami tetap semangat!!

Kami pun pelan2 menyusuri jalan utama Expo yang membelah paviliun2 54 negara didunia. Saya pun terkagum-kagum atas berbagai macam bentuk arsitektur dan presentasi tentang negara2 tsb. Oh ya, tema World Expo kali ini adalah ‘Feeding the planet, Energy for life’ . Paviliun Belanda dengan ciamik mengemas areanya dengan tema ‘fairground’, dengan booth berbagai makanan khas belanda sambil nongkrong diluar. Ramenya luar biasa, orang2 mengantri lama sekali hanya utk merasakan french fries ala belanda. Yak, benar, hanya utk merasakan kentang goreng Belanda!

Paviliun Perancis juga tak kalah menarik, sebelum masuk kita harus melewati taman hasil agricultural negara tsb. Arsitekturnya pun menarik, terinspirasi dari bentuk pegunungan Alps yang terbalik, didalamnya ada food market dan instalasi2 yg menerangkan tentang berbagai aspek makanan/agriculture negara mereka.

Dan masih banyak contoh2 negara lain yg sangat menarik dan bisa dilihat fotonya disini.

Setelah melihat berbagai keindahan disekeliling saya, kami pun semakin tak sabar ingin segera mencapai lokasi paviliun Indonesia. Akhirnya, tibalah juga kami disana.

Dan saya pun merasa terhempas!! Serasa jatuh dari jurang!!

Hari pembukaan World EXPO, jam 1 siang dan paviliun tampak lengang dan masih TUTUP!!!

Dari kisi2 bangunan semi open terlihat didalam ada kesibukan org2 memasang display (entah apa). Sementara itu disekelilingnya, semua paviliun telah ramai dikunjungi pengunjung, telah menyajikan tari2an, pertunjukan kultur, dll dsb. Seperti langit dan bumi bedanya! Dari sisi arsitektur bangunan pun…. saya sampai speechless!

Gedung pertemuan di Jakarta saja jauhhhhh banyak yg lebih menarik drpd bangunan yg ada didepan mata saya!

Paviliun Indonesia terkesan ‘miskin’ dibandingkan paviliun2 lainnya…. Tanpa saya sadari, air matapun meleleh. SESAK, SEDIH, KECEWA! Bangunan dihadapan saya, yang seharusnya bisa mewakili 250 juta penduduk Indonesia dimata

dunia, terasa bagaikan sebuah lelucon buruk tak berkelas! Silahkan bandingkan sendiri dan lihat foto2nya.

Kamipun membalikkan badan dan makan siang di paviliun Italia sambil menunggu waktu ‘buka’ utk paviliun Indonesia.

Jam menunjukkan sekitar pukul 4 sore. Kami tiba di paviliun lagi dan melihat sebelum pintu masuk ada warung kecil menjual makanan indonesia. Menunya, hanya nasi goreng/mie goreng + telor balado + 2 krupuk kecil + 1 minuman dibandrol dengan harga 15 euro per porsi.

Yak, 15 euro utk makanan yang rasanya pun menurut saya jauuuuhhhh dibawah standar enak! Sama sekali tidak mencerminkan kekayaan kuliner Indonesia!

Lucunya, makanan disajikan dengan piring plastik, ketika saya hendak masuk utk duduk makan didalam.malah dicegat. Katanya didalam hanya utk undangan. Ketika saya tanya, lah trus pengunjung makan dimana? Petugas mengatakan makanan diwarung sebenarnya hanya untuk dibawa pulang. Dengan muka kesal dan suara naik 5 oktaf saya bilang lantas kalau memang utk makanan take away, kenapa penyajiannya pakai piring plastik? Kenapa bukan pakai box? Petugas pun menyalahkan pihak warung, sambil berkata dengan nada bercanda ya mbak biasalah namanya juga Indonesia, kalau ga kacau kan ga bikin kangen. Dengan ketus saya berkata, tidak, yg begini tidak bikin saya kangen!!!!

Saya pun akhirnya berdiri disamping luar paviliun alias dijalanan, sambil berdiri memakan makanan Indonesia yg saya beli. Tentunya sambil ngomel2 dengan suara keras! Mungkin karena ga enak atau entah kenapa, pihak warung mengambilkan kursi buat kami duduk diluar.

Selesai makan, saya bertanya ke ‘pagar ayu’ yg berdiri diluar, menunggu siapa mereka? Katanya nunggu pak Mentri datang. Sekilas saya intip dalamnya paviliun indonesia, haduuhhhhh… kembali.saya speechless! (Liat sendiri difoto deh) Saya tanya lagi, kok ga ada display seperti negara2 lain, dia bilang iya nanti ini cuma ada restaurant saja didalam….tapi saya kurang tau juga sih programnya apa, soalnya saya hanya jaga hari ini saja. DUAAARRRRRRR!!!! Kembali saya speechless…

Kesan saya tentang paviliun Indonesia di hari pertama dibukanya World Expo?
TOTAL CHAOS!!!

Jujur saja, buat saya lebih baik ga usah buka paviliun yg membawa nama negara kalau ga bisa mengharumkan namanya. Saya jujur sebagai WNI yg tinggal di LN jadi maluuuuuu!!!

Expo ini akan berlangsung sampai bulan Oktober nanti. Masih ada waktu 6 bulan utk melakukan perbaikan. Kalau dari arsitektur bangunan rasanya sulit utk dirubah supaya bersaing dengan tetangga2 sebelah. Tapi paling tidak harapan saya program2 didalam paviliun Indonesia bisa diperbaiki. Banyak jalan menuju ke Roma, asal memang niat plus berdedikasi dan profesional!

Semoga saja!!!.

Wulan juga memuat foto-foto jepretannya, yang dimuat di tautan di bawah ini, lengkap dengan kesan dia sebagaimana saya kutipkan di atas.

https://tersiar.wordpress.com/2015/05/05/heboh-penampakan-paviliun-indonesia-di-acara-milan-expo-yang-dinilai-seadanya/

 

Terus-terang saya prihatin dan kaget juga atas tersiarnya info mengenai paviliun Indonesia. Ada beberapa teman pemimpin redaksi dari sejumlah media di Indonesia yang berangkat ke Milan dan hadir saat pembukaan. Di grup whatsapp tempat kami biasa berkomunikasi, tak ada tanda-tanda itu. Nampaknya oke. Acara pembukaan dihadiri Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, dan dilakukan oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Italia, August Parengkuan. Teman-teman mengirimkan foto-foto acara peresmian.

Saya meneruskan informasi yang dimuat Wulan-Putri di atas ke teman-teman pemimpin redaksi. Apakah benar situasinya seperti ini? Saya juga bertanya ke Menteri Perdagangan Rachmat Gobel dan pengusaha, pengurus Kadin, Chris Kanter yang ada di sana mendampingi Mendag. Saya mengontak beberapa pejabat di lingkungan Kemendag dan pengusaha yang membantu terselenggarannya Paviliun Indonesia di Milan Expo.

Dari kontak ke berbagai pihak, hari itu, 5 Mei 2015, untuk pertama kalinya saya mendapatkan infomasi bahwa ketua panitia pengelolaan paviliun Indonesia itu adalah almarhum Didi Petet. Dia membawa bender, Koperasi Pelestari Budaya Nasional.

Sebuah rekaman video singkat yang dibuat oleh Direktur Pemberitaan Metro TV, Suryopratomo menunjukkan Didi Petet menyampaikan kepada hadirin, lebih khusus kepada Mendag Rachmat, bahwa paviliun belum siap betul. Belum terisi. Banyak barang pameran yang tertahan di pelabuhan. Dalam pidato itu Didi Petet juga menceritakan, dia menyiapkan acara itu selama dua tahun.

Dari mereka yang ada di Milan, saya juga mendapat kabar bahwa Didi Petet masuk rumah sakit karena lelah dan stress karena beratnya pekerjaan menyiapkan paviliun Indonesia.

Dari chats via whatsapp dan pesan pendek, beberapa isu muncul:

  • Didi Petet ditipu mitra kerjanya untuk menyiapkan paviliun Indonesia?
  • Dana yang terkumpul tidak cukup, dan masih harus dibayarkan untuk management fee?
  • Sekitar dua bulan sebelum pembukaan pada 1 Mei, Didi Petet mencoba melaporkan ke Presiden Joko “Jokowi” Widodo, mengenai kesulitan meneruskan persiapan paviliun Indonesia. Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Kemaritiman dan Menteri Perdagangan kemudian membantu dalam bentuk bukan dana, melainkan dukungan acara, dan meyakinkan pengusaha atau sponsor untuk membantu realisasi paviliun Indonesia.
  • Pembiayaan Paviliun Indonesia sepenuhnya oleh swasta, karena sejak pemerintahan SBY sudah diputuskan tidak alokasikan anggaran, karena pada 2014 Pemerintahan SBY melakukan pemotongan anggaran sampai Rp 100 Trilyun. Ikut serta dalam Milan World Expo 2015 dianggap bukan prioritas, ketika pemerintah sedang fokus menyelenggarakan pemilu dan menekan defisit anggaran. Sebelumnya, pada 2010, Indonesia ikut dalam Shanghai World Expo, dan meraih medali perunggu untuk paviliun besar yang dibuat sendiri (http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/186191-paviliun-ri-sabet-perunggu-di-shanghai-expo)

 

Postingan Wulan-Putri memicu keingintahuan soal Milan Expo 2015. Kompas memuat berita kisruh pembukaan Paviliun Indonesia seperti dimuat di sini (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/05/07/230803826/Batal.Show.Case.di.World.Expo.Milano.Desainer.Indonesia.Tulis.Surat.Terbuka).   Situs Kementerian Perdagangan memuat foto-foto keceriaan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel saat hadir di hari pertama pavilion Indonesia itu (http://www.kemendag.go.id/id/photo/2015/05/02/mendag-)

Mendag Rachmat Gobel jelas kecewa, meskipun pavilion itu 100% dibiayai swasta. Itu sebabnya dia memutuskan untuk balik ke Milan setelah sempat berkunjung ke Polandia untuk sebuah misi hubungan dagang. Mendag kembali untuk memastikan masalah yang dialami paviliun Indonesia mendapat solusi. Tentu saja saya dan teman-teman media (terutama pemimpin redaksi yang ikut dalam rombongan ke Milan Expo), tahu persis apa masalahnya. Saya memiliki informasi off dan on the record, tapi ada satu pihak yang belum bisa saya kontak, yakni pihak event organizer, alias panitia penyelenggara pavilion Indonesia, yaitu pihak PKBN. Saya mencoba mencari tahu via Twitter maupun Facebook, selain Didi Petet, siapa sih PKBN ini? Tidak ada informasi yang masuk.

Maret 2015, informasi mengenai pavilion Indonesia di Milan Expo 2015 muncul dalam acara konperensi pers yang menghadirkan PKBN, Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo dan Mendag Rachmat Gobel. Salah satu informasinya saya dapat dari laman okezone.com, 17 Maret 2015, yang menulis berita sebagaimana di bawah ini:

Pemerintah menyiapkan anggaran hingga Rp100 miliar sebagai modal keikutsertaan Indonesia pada World Expo Milano (WEM) 2015 di Italia. Anggaran tersebut tidak berasal dari satu kementerian atau lembaga (K/L) saja, melainkan urunan dari berbagai K/L yang terlibat.

“Itu untuk keseluruhan jadi itu gotong royong,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (17/3/2015).

Dia menuturkan, anggaran yang tidak sedikit itu juga nantinya akan dipergunakan sebagai operasional Indonesia selama mengikuti WEM 2015 yang diselenggarakan selama 180 hari terhitung pada 1 Mei sampai 31 Oktober 2015.

“Contohnya kita menggerakkan kapal perang ke sana itu perlu biaya. Tapi sudah ada mata kuliah ekspedisi Kartika Jala Krida yang tadinya ke Asia Timur kita arahkan ke expo Milan,” tukas dia.

Dapat diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali berkesempatan mempromosikan produk unggulan di depan para negara-negara lainnya. Pasalnya, bersama Koperasi Pelestarian Budaya Nasional (KPBN) dan Kementeriaan Koordinator Bidang Perekonomian, pemerintah akan meluncurkan Paviliun Indonesia di World Expo Milano (WEM) 2015 di Milan, Italia.

Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel mengatakan, kesempatan ini sekaligus mempromosikan insan kreatif, perdagangan, pariwisata, dan peluang investasi Indonesia ke kancah internasional

***

Ketika saya kontak via pesan pendek, saat masih berada di Milan, Mendag Rachmat Gobel mengatakan, Kemendag akan mencari solusi masalah pengelolaan paviliun. “Insyaallah saya bisa selesaikan masalahnya, Mbak Uni,” kata Rachmat.

Tanggal 10 Mei, saat bertemu di acara ulang tahun ke-60 tahun Bang Ilham Bintang, di rumahnya, di kawasan Meruya Ilir, Mendag Rachmat hadir. Kembali dia menegaskan, “semuanya kita tangani Mbak. Kita akan support paviliun Indonesia.:

Situasinya kembali menghangat ketika Didi Petet, penanggung jawab yang juga ketua Koperasi Pelestasi Budaya Nasional (KPBN) meninggal dunia, pada Jumat, 15 Mei 2015. Seminggu lalu. Dia baru tiba dari Milan pada 10 Mei. Soal kematian, takdir Allah. Tapi fakta bahwa Didi Petet lumayan kelelahan dan stress karena mengurus paviliun Indonesia yang banyak kendala, tak pelak jadi diskusi hangat dari grup ke grup komunikasi. Termasuk di grup chats Forum Pemred. Satu per satu informasi lapangan muncul. Diakui. Tentu saja tak bisa saya sampaikan di sini.

Diskusi makin panas, manakala membahas postingan di wall Facebook Derek Manangka. Seseorang mengirimkan postingan itu kepada saya, karena kami tidak terhubung.

Ini tulisan Derek Manangka:

Catatan Tengah Sabtu 16 Mei 2015

Didi Petet Meninggal, “Skandal Milan” Jangan Dikubur

JAKARTA – Kapan seseorang meninggal dunia, merupakan rahasia ilahi. Berapa lama setiap manusia bisa menghabiskan waktunya di dunia, rahasia ilahi itu sepenuhnya berada di tangan Tuhan, sang Maha Pencipta.

Begitu pula dengan nasib Didi Petet, salah seorang komedian kenamaan ciptaan Tuhan yang berpulang Jumat 15 Mei kemarin.

Kendati begitu, melihat hari-hari terakhir kehidupan almarhum di Milan, Italia beberapa hari sebelumnya, meninggalnya Didi Petet tak seharusnya dilihat seperti itu.

Harus ada investigasi tersendiri dan tidak melihat meninggalnya Didi Petet tanpa sebab musabab.

Perlu sikap kritis dari semua pemangku kepentingan. Kita tidak patut meremehkan sebuah kejadian, hanya karena kita melihat kejadian itu sebagai peristiwa kecil yang terjadi jauh dari Indonesia.

Padahal kejadian itu sesungguhnya punya pengaruh negatif dan dimensi luas terhadap martabat kita baik sebagai warga biasa maupun sebagai warga negara dan pemegang saham atas Republik Indonesia ataupun Indonesia Incorporation.

Sikap kritis dan perlu tindakan investigasi, mendesak untuk dilakukan. Terutama karena adanya pengakuan berupa permintaan maaf almarhum kepada “seluruh bangsa Indonesia”.

Pengakuan mana diungkapkan oleh sejumlah saksi mata – sebagaimana diceritakan oleh wartawan senior Ilham Bintang dari Cek and Ricek.

Pengakuan almarhum itu, sebuah sikap positif karena mencerminkan kejujuran dan sportifitas seorang anak manusia Indonesia dan bukan karena dia seorang aktor berbakat yang bisa berakting.

Tinggalkan kekeliruan kita memahami apa makna dibalik permintaan maaf almarhum.

Dalam pengakuannya, almarhum mengungkapkan dia tidak berhasil mewujudkan wajah Indonesia melalui Pameran Milan. Didi Petet merupakan Event Organizer dari acara itu.

Wajah Indonesia tak bisa diwujudkan di pameran tersebut, berhubung sejumlah produk dari tanah air yang rencananya dipamerkan di paviliun tersebut, tidak tiba hingga waktu pembukaan. Dan mungkin juga sampai saat ini, barang-barang itu tidak pernah tiba karena memang ada unsur kesengajaan.

Hal itu merupakan kegagalan dari Event Organizer dan kejadian inilah yang mempermalukan almarhum, tetapi sekaligus juga mempermalukan Indonesia secara keseluruhan.

Memalukan Indonesia, sebab paviliun yang diresmikan oleh Menteri Perdagangan RI, Rachmat Gobel, jadinya hanya sebuah paviliun kosong. Tak ada barang yang dipamerkan, tak ada penjaga di sana dan tentu saja tak ada pengunjung sama sekali. Kehadiran paviliun kosong itu justru mengganggu estetika Milan Expo.

Maka makin bertambahlah citra Indonesia sebagai negara yang tidak punya selera termasuk kreatifitas. Beda banget dengan bangsa Italia.

Cerita lain yang beredar, Menteri Rachmat Gobel sangat marah atas kejadian tersebut. Sebagai pejabat tinggi dari pemerintah RI, seakan-akan diundang oleh protokol ke Milan hanya untuk menyaksikan sebuah Paviliun Indonesia yang tak berpenghuni.

Tetapi marahnhya seorang Menteri Rachmat Gobel apalah artinya jika tanpa tindakan konkrit, menjatuhkan sanksi kepada para pecundang yang menyabot acara Indonesian

Dan inilah aib yang terbesar dalam event tersebut, mengingat apa yang ditampilkan oleh paviliun Indonesia di Milan Expo sama dengan sebuah wajah buruk Indonesia. Sebuah Indonesia Mini yang tak terurus, tak bisa berkoordinasi dan semua anggapan yang merendahkan martabat Indonesia.

Sebuah fakta bahwa untuk menghadirkan sebuah paviliun, sebuah rumah kecil di Milan Expo, bangsa Indonesia tak punya kemampuan.

Berbagai kegusaran muncul yang ikut membuat Didi Petet merasa citranya sebagai sosok yang punya nama baik di panggung teater, sandiwara, sinetron dan lain sebagainya, tercoreng.

Usahanya sebagai EO, pekerjaan lain di luar profesi utamanya selama dua tahun mempersiapkan berdirinya Paviliun Indonesia di Milan, gagal total.

Lalu apa yang menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut.

Masih seperti pemaparan Ilham Bintang yang ikut mengutip sejumlah Pemimpn Redaksi dari Jakarta yang sempat melihat Milan Expo, tidak lain tidak bukan sebagai akibat dari adanya aparatur pemerintah yang melakukan tindakan korupsi.

Siapa dan berapa banyak aparatur atau birokrat Indonesia yang terlibat dalam korupsi tersebut, tidak disebutkan. Tetapi mereka inilah yang menjadi pemicu utama.

Disebut korupsi sebab dana sebsar Rp. 80,- milyar yang katanya dialokasikan kementerian untuk pameran tersebut, hanya separuhnya yang cair.

Dan fakta inilah yang membuat Didi Petet sebagai penanggung jawab tidak bisa menuntaskan pekerjaannya. Dia hanya menjadi korban tetapi yang menanggung malu justru dirinya sendiri.

Lantas semenjak itu kepala menjadi pening, sakit dan selanjutnya terkena stress.

Akibat stress tersebut, Didi Petet sempat dirawat di Rumah Sakit Milan. Setelah merasa sembuh, Didi Petet kembali ke tanah air.

Dari kesaksian keluarga, setiba di Indonesia, Didi Petet belum terlihat pulih sepenuhnya. Bahkan dua hari setelah itu, ia terkena serangan jantung kemudian meninggal dunia !

Kita patut turut bersedih atas musibah yang menimpa almarhum sebagai Event Organizer Milan Expo. Sedih, sebab pekerjaannya disabot.

Kita juga sudah sepatutnya menyampaikan duka cita yang sedalam-dalamnya terutama kepada keluarga dan sahabat yang ditinggalkannya.

Akan tetapi kepada pejabat Indonesia yang melakukan korupsi atas biaya Pameran Milan, Italia, patut kita kecam sedalam-dalamnya.

Sebab mereka bukan hanya mempermalukan Didi Petet semata, melainkan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Oleh sebab itu para koruptor yang masih hidup itu, perlu dikejar, ditangkap, disidang dan dijatuhi hukuman setimpal dengan perbuatan mereka.

Dana yang mereka korupsi, tidaklah besar jika dibandingkan dengan beberapa Mega Skandal. Tetapi bukan hal yang mustahil, mereka merupakan bagian dari jaringan koruptor yang seperti tikus, bersembunyi di puluhan kementerian dan lembaga pemerintah.

Mereka merupakan manusia-manusia biadab yang tidak punya hati dan kepedulian.

Saya kira sekalipun almarhum Didi Petet tidak mendendam para koruptor itu dan dia juga tidak meninggalkan pesan untuk menghukum mereka yang telah memperdayainya, tetapi kita yang masih hidup patut menyikapi.

Investigator KPK tidak perlu menunggu laporan tapi patut mengambil inisiatif.

Paling tidak kita tidak ikut mengubur “Milan Expo Scandal” yang telah mempermalukan Indonesia. Kita perlu bersuara dan tulisan ini bagian dari sikap tersebut. *****

Sedikitnya ada dua hal yang menurut saya menganggu. Yang pertama, soal tudingan korupsi. Sepanjang yang saya tahu, paviliun Indonesia sepenuhnya dibiayai swasta, sampai saat ini. Tidak ada dana kementerian yang terlibat. Kecuali mungkin ongkos tiket pejabat Kemendag yang hadir di sana. Tapi itu bagian dari perjalanan dinas yang diotorisasi atasan. Untuk menteri, seijin Presiden.

Jadi, saya menulis tanggapan di wall Facebook saya, pada tanggal 16 Mei malam hari:

Membaca status2 FB soal alm Didi Petet dan Milan Expo. Sepanjang yg saya tahu dr bbrp sumber, pembiayaan adalah sponsor kalangan swasta. Tidak ada dana kementrian yg dialokasikan. Kalau ada BUMN yg jd sponsor? Ini yg mungkin perlu dibuka. Selama ini sponsor dananya langsung ke KPBN yg dipimpin alm. Ini versi yg saya tahu. Yg punya versi lain monggo sharing.

Paviliun Indonesia di Milan Expo sepenuhnya paviliun swasta. Itu posisi di era SBY. Artinya EO tidak boleh membawa nama Pemr Indonesia. Apakah ada penunjukan baru dr pemr ini? Perlu di cek.

Pertanyaan sekarang, setelah Didi Petet meninggal, siapa in- charge di pav di Milan Expo? PKBN? Siapa saja PKBN selain alm Didi Petet? Berapa banyak dana sponsor yg berhasil dikumpulkan? Bagaimana penggunaan dana itu? Benarkah banyak hambatan saat pembukaan terjadi karena kekurangan dana? Masih misteri. Dan semoga bukan hanya Didi Petet seorang yg tahu. Nggak bisa ditanyain lagi kan?

Apakah Pemr Jokowi via Mendag akan mengambilalih pengelolaan Pav Indonesia ini? Atau bagaimana? Krn masih 5,5 bulan lagi. Duit yg sdh dikumpulkan cukup nggak?

Karena paviliun itu terlanjur dibangun dan sudah dibuka.

Kedua, Derek Manangka membangun konstruksi dugaan korupsi dengan mengutip status FB Bang Ilham Bintang yang sejatinya mengenai inmemoriam Didi Petet.

Bang Ilham Bintang jelas keberatan. Bang Ilham bercerita kepada saya bahwa akhirnya Derek Manangka sempat menelpon dirinya, dan meminta maaf.

Ini tanggapan Bang Ilham via wall Facebooknya, 17 Mei 2015, Pukul 10.58 wib

//Tentang Almarhum Didi Petet //

Tag: Derek Manangka

Pengantar :
Sahabat FB, berikut saya turunkan lagi dua tulisan saya Jumat ( 15/5) lalu sifatnya mengenang atau “in memoriam” almarhum Didi Petet. Derek Manangka kemarin menulis di wallnya tentang Didit Petet dan persoalan Milan, dan mengutip pernyataan yang sebenarnya tidak terdapat dalam tulisan saya. Pernyataan yang dikutipnya itu sangat menganggu, karena seperti diakuinya sendiri itu dari pikirannya sendiri. Semalam yang bersangkutan telah menghubungi mengakui salah telah mengutip apa yang tidak saya katakan. Derek Manangka meminta maaf, dan saya maafkan karena berjanji akan meluruskan kesalahan itu di wallnya. Terima kasih.

Tulisan Pertama.
Pulang jogging tadi pagi, saya kembali dikejutkan oleh kabar duka : telah berpulang ke Rachmatullah sahabat Didi Widiatmoko alias Didi Petet, aktor kawakan Indonesia. Didi menghembuskan nafas terakhir di rumahnya pada pukul 05.00 WIB dalam usia 58 tahun.
Saya mengenal Didi Petet puluhan lalu ketika dia masih menjadi mahasiswa Akademi Teater LPKJ ( sekarang Institut Kesenian Jakarta/ IKJ). Ia salah satu aktor penting Indonedia. Sejak masih menjadi mahasiswa ia aktif bermain teater dan film. Dua film yang melambungkan namanya adalah “Catatan Si Boy” arahan sutradara Nasri Cheppy dan film ” Si Kabayan “. Dalam film Catatan Si Boy perannya sebagai Emon masih lekat dalam ingatan banyak orang.

Saya bertemu terakhir dengan Didi dua bulan lalu waktu preview film ” HOS Tjokroaminato ” — garapan sutradara Garin Nugroho Riyanto — dimana ia turut bermain di dalamnya.
Sedangkan kabar terbaru tentang dia saya peroleh dua minggu lalu dari teman- teman yang menghadiri pembukaan World Expo di Milan, Italia. Suryopratomo direktur pemberitaan Metro TV malah mengirim video acara pembukaan pavilyun Indonesia di Milan. Didi Petet selaku penanggung jawab paviliyun Indonesia tampak memberi sambutan. Ia menyampaikan permohonan masfnya karena pavilyun Indonedia masih kosong. Alasan yang diutarakan karena barang- barang yang dipamerkan sudah tiga bulan tertahan di pelabuhan. Padahal, ia terlibat persiapan untuk acara itu dua tahun lamanya.

Tidak berapa lama setelah itu pecah kabar ia masuk rumah sakit di Milan akibat kelelahan. Ada yang mengatakan ia jatuh sakit akibat stress karena pekerjaanya terbengkelai. Informasi lain menyebut, ia kena tipu oleh partner kerjanya di Milan. Bagamana duduk soal sebenarnya, wallahualam bissawab.


Yang jelas, waktu kembali ke Indonesia sekitar 5 hari lalu kondisinya belum fit betul. Sehari sebelumnya ia ke Bandung untuk keperluan syuting “Preman Insyaf”. Tapi, malamnya ia balik ke Jakarta karena kurang enak badan. Dan, tadi subuh Didi Petet kembali ke pangkuan Ilahi Rabbi. Tentu untuk selama- lamanya. Selamat jalan kawan. Alfatihah
Tulisan kedua.

Barusan melayat jenasah almarhum Didi Petet di jalan Sasak Tinggi, Ciputat , Tanggerang Selatan. Ratusan pelayat dari kalangan seniman , orang film tumplek di rumah duka untuk memberi penghormatan terakhir. Didi Petet wafat Jumat subuh, dan setelah salat Jumat,jenasah almarhum akan dikebumikan di TPU Tanah Kusir. Tampak datang melayat : Kepala Badan Ekonomi Kteatif,Triawan Munaf, Slamet Rahardjo, Lukman Sardi, SysNs Soerio Soebagio, Ketua Umum PPFI, Firman Bintang, Putu Wijaya, Eva Arnas, Widyawati. Jenasah almarhum di semayamkan di mushalah yang terletak di bagian belakang rumah. Isteri almarhum, Uce berada di dalam rumah menerima pelayat satu persatu menyampaikan perasaan duka.


Menurut Uce, Didi Petet sudah tiba di tanah air lima hari lau dari Milan setelah sempat dirawat di RS di sana. Dasar pekerja keras, kemarin dia masih di Bandung untuk syuting sinetron ” Preman Insyaf” produksi MNC Picture yang ditayangkan di RCTI. Menurut salah satu pemain sinetron tersebut, Ike Muti, Didi pulang dari Bandung karena kondisinya kurang sehat. Dampai di Jakarta sekitar pukul sepuluh malam, lantaran merasa kurang sehat.
Di Milan, Italia, sehabis pembukaan pavilyun Indonesia Expo Milan, ia pingsan kemudian dilarikan ke RS di kota itu. Dia sempat dua hari disana.

Triawan Munaf meluruskan informasi mengenai kesulitan yang dihadapi Didi Petet selaku penanggung jawab Pav Indonesia, bukanlah karena ditipu oleh mitra kerjanya di Milan. Persoalan sebenarnya, karena kekurangan uang. Ia hanya berhasil mengumpulkan uang 34 milyar, sedangkan biaya untuk acara itu perlu 80 milyar. Tidak seperti sebelumnya, kesertaan Indonesia di Milan Expo tidak mendapatkan dukungan finansial dari pemerintah. Didi Petet sendiri yang memgusahakan sponsor dari berbagai pengusaha. Hasilnya, iya itu tadi : uang yang terkumpul tak mencukupi kebutuhan biaya sebesar Rp.80 milyar. Triawan menyebut secara eksplisit, Didi hanya berhasil memperoleh sponsor sebesar Rp.34 M.
Sebagian teman Didi Petet menyesalkan almarhum menangani pekerjaan yang amat berat itu. Itulah yang diduga memicu gangguan kesehatannya.
Didi Petet seniman dan aktor serba bisa. Dunia seni dan film Indonesia tentu kehilangan dia. Alfatihah. Selamat jalan kawan. Semoga Allah SWT memberi tempat terbaik, lapang, nyaman, dan indah.

Bang Ilham Bintang, bos tabloid Cek & Ricek juga menulis untuk edisi tabloid pekan ini, soal In Memoriam Si Emon, Milan dan Kisruh di Facebook (http://cekricek.co.id/index.php/fokus/777-in-memoriam-si-emon-milan-dan-kisruh-di-facebook).

Triawan Munaf, kepala Badan Ekonomi Kreatif, tak ketinggalan menanggapi tulisan Derek Manangka. Ini versi Triawan Munaf, sebagaimana disampaikan di bagian komentar tulisan Derek Manangka:

Selamat malam. Karena nama saya sempat disebut oleh saudara Derek Manangka, maka bersama ini saya merasa perlu menyampaikan apa yang saya ketahui tentang penyelenggaran Paviliun Indonesia di World Expo Milan. Tentunya penjelasan saya ini tidak bisa menggambarkan secara lengkap apa yang terjadi dari hari ke hari karena saya tidak terlibat di dalamnya, tapi berdasarkan apa yang diceritakan oleh sahabat saya almarhum Didi Petet kepada saya.

Pertama-tama, perlu saya jelaskan bahwa penyenggaraan Paviliun Indonesia di Milan ini sepenuhnya oleh swasta yaitu atas inisiatif almarhum Didi Petet sendiri dengan mengatasnamakan Koperasinya.

Menurut informasi, perlu diketahui bahwa penyelenggaraan Expo sebelumnya pada tahun 2010 di Shanghai, pemerintah mengeluarkan biaya lewat APBN sebesar antara Rp 250M-300M.

Kira-kira mendekati akhir tahun 2014, saya dihubungi oleh Alm yang meminta saran-saran utk dapat menghimpun sponsor-sponsor yang dibutuhkannya mengingat Expo di Milan ini akan dimulai beberapa bulan lagi tapi belum ada SATU PUN sponsor yang menyatakan bersedia berpartisipasi.

Rupanya, awal dari semua ini adalah ketika Almarhum mendengar bahwa pemerintah (masih pemerintah SBY) memutuskan untuk tidak ikut dalam Expo di Milan 2015. Almarhum mengajukan diri (kepada Menteri Marie Pangestu waktu itu) untuk mengambil alih penyelenggaraan dan pendanaannya secara swasta.

Banyak pekerjaan arsitektur dan konstruksi yang sudah kejar-kejaran dengan kondisi pendanaan yang hampir tidak ada. Di saat-saat kritis itu datang pertolongan dari seorang pengusaha swasta yg meminjamkan dana bridging sebesar 4-5 milyar rupiah. Dana ini hanya mencukupi bagi pembiayaan awal saja. Sedangkan Expo Milan 2015 ini nantinya akan berjalan selama 6 bulan dari 01 Mei 2015 sampai 31 Oktober 2015, yang tentunya akan memerlukan banyak biaya untuk menjalankannya.

Setelah itu saya tidak lagi mengikuti perkembangannya, tapi saya sempat diberitahu oleh almarhum sewaktu masih di Milan sebelum pulang ke Jakarta dalam kondisi sakit, bahwa dana yang terkumpul dari para sponsor dan sudah terpakai itu baru sebesar Rp 34 M dari sekitar minimal Rp 57 M yang dibutuhkan.
Hitung-hitungan almarhum pada awalnya diperkirakan dibutuhkan Rp 80 M.
Nah, dalam kondisi pendanaan yang cekak itu lah Expo Milan dibuka pada tgl 01 Mei 2015 dengan segala keterbatasannya.
Sejak awal saya selalu bilang kepada almarhum bahwa Expo Milan ini pekerjaan yang telalu besar dan rumit untuk dikerjakan seorang Didi Petet TANPA pendanaan yang jelas ataupun dari pemerintah.

Saya selalu bilang Kang Dipet nekad. Tapi karena merasa sudah merasa tidak bisa mundur lagi Alm tetap saja melaksanakannya.

Dalam usahanya mengetuk pintu2 potensi pendanaan, alm juga berhasil memperoleh bantuan teknis dari Kementerian Perdagangan dan juga kesanggupan pengisian acara oleh misalnya Kementerian Koordinator Bidang kemaritiman yang akan mengirimkan ekspedisi Kapalnya dalam rangka The World Ocean Day bln September nanti di Milan.

Jadi TIDAK BENAR bahwa ada uang negara maupun komitmen APBN yang digunakan oleh kepanitiaan almarhum Didi Petet, yang disebut oleh sdr Derek Manangka dikorupsi dari dana sebesar ‘Rp 80 M dan hanya separuhnya cair’ itu.

Sebelum alm wafat saya sempat meminta agar alm mengeluarkan statement untuk mengklarifikasi berita yang simpang-siur ini. Namun kondisi kesehatannya terus menurun hingga kita semua kehilangan seorang sahabat dan aktor besar ini dua hari yang lalu.

Tentu saja almarhum merasa tertekan dengan kondisi ini. Apalagi alm membaca dan mendengar berita-berita di media sosial yang di antaranya menuduh adanya korupsi dll. Padahal semua ini karena KURANGNYA PENDANAAN yang bisa dihimpun oleh almarhum.

Saya hanya bisa menyarankan, agar sebelum kita menulis atau menyebarkan sangkaan-sangkaan kita, sebaiknya dicek dan diverifikasi dahulu kepada sumber yang terpecaya.

Demikian penjelasan dari apa yang saya ketahui tentang sahabat saya alm Didi Petet dan Expo Milan 2015.

Like · Reply · 58 · May 17 at 12:35am

Triawan memuat juga screen-captured pembicaraan dengan almarhum Didi Petet :

 

Triawan juga membantah postingan saya dari laman tempo.co.id yang memuat bahwa ketua PKBN adalah Triawan Munaf. Tulisan itu kemudian dikoreksi oleh Tempo.

Dari percakapan ini saya mendapatkan contact person PKBN. Sesuatu yang saya cari sejak awal, mencoba googling pun tidak ketemu. Fyuh…thanks Mas Triawan.

Oh, ya untuk melengkapi dokumentasi ini, maka saya cantumkan postingan Yoke Sudarbo di wall Derek Manangka. Yoke dan saya berteman di FB. Kali ini dari Peter Gontha. Saya mengkonfirmasikan postingan itu melalui teman pemred yang bertemu Peter Gontha, Duta Besar Indonesia untuk Polandia, yang hadir di pembukaan Paviliun Indonesia di Milan Expo. Dijawab, itu benar, tapi dia heran kog postingan menjawab pertanyaan teman bisa beredar di media sosial. Well….Melalui Twitter, @PeterGontha juga membenarkan soal keluhan almarhum Didi Petet, mengenai teman-temannya dan soal keuangan.

 

Yang saya maksudkan dengan informasi dari Peter F. Gontha sebagaimana dimuat Yoke Sudarbo di wall Derek Manangka dan disebutkan sudah beredar luas adalah:

Bang Derek, ini saya dapet info lainnya dari temennya teman: ini saya forward dari peter Gontha :

 

Ini berita yang benar ya….
Fitnah memang sangat jahat karena ceritanya hanya 50% benar.

Sangat tidak elegan cerita tersebut… Karena memang Didi Petet di bohongin beberapa rekan swastanya yang lain.

Dari tahun lalu memang Indonesia memutuskan tidak akan ikut di Milan karena dianggap tidak penting dan terlalu mahal.

Namun tiba tiba Didi Petet bersama penyanyi Slank – Abdi mendatangi pemerintah dan mengusulkan biar seluruh projek ditangani swasta saja.

Pemerintah tetap menolak karena membawa nama Indonesia. Tapi tiba tiba ada perintah bahwa Didi Petet dan Abdi bersama teman2 nya diiizinkan meneruskan projek tersebut dengan dana sponsor swasta.

Ternyata hanya sebagian dari total yg dibutuhkan yang berhasil dikumpulan.

Ternyata kepalang tanggung Didi Petet merasa bertanggung jawab. Tapi sedihnya dana yang sudah kurang dimakan teman2nya sendiri.

Pembukaan memang ternyata semua kosong tidak seperti diharapkan. Didi Petet angkat tangan. Menteri Gobel yg harus nya ke Turki kembali ke Milan dan rapat mencari jalan keluar.

Achirnya Tommy Winata bersedia membantu dengan mengambil alih seluruh nya dengan syarat dia tidak menanggung hutang2 yg dibuat oleh DP dkk.

Sekarang Pav Indonesia sudah jauh lebih baik dan didanai oleh Artha Graha.

Yg jadi pertanyaan siapa yang akan menanggung hutang2 DP dkk? Itu yang membuat DP stress berat.

Pemerintah sama sekali tidak ikut campur bahkan mencoba mencari jalan keluar!!!

The truth and nothing else but the Truth. Kebetulan saya tau ceritanya …. Jadi semoga jangan di putar2.

Yang harus dicari siapa teman2 nya DP yang mengelabuinya. Karena prinsipnya beliau artis bukan pengusaha!!!!

Salam Peter Gontha

 

Yep, Tommy Winata akhirnya turun tangan. Sejak awal menjadi salah satu donator swasta, untuk medukung penyediaan makanan dan minuman khas Indonesia di paviliun itu, akhirnya Tommy Winata via Artha Graha Peduli memberikan dukungan lebih luas, termasuk menempatkan timnya mendukung tim KPBN yang sempat kedodoran. Tommy Winata hadir di hari pertama pembukaan paviliun Indonesia di Milan, dalam perjalanan menghadiri Venice Biennale 2015 . Komitmen Tommy Winata mendukung paviliun Indonesia saya dengar dari teman-teman yang hadir di sana.

Pagi hari, 15 Mei, setelah mendengar Didi Petet meninggal dunia, saya kontak Tommy Winata. Apakah dia akan mengambilalih keseluruhan pengelolaan? Soalnya saya dengar KPBN sebagai EO pun sudah kehabisan dana, sebagaimana ditunjukkan dalam chat antara Triawan dengan Didi Petet. “Nggak Mbak. Saya kan sifatnya mendukung penuh tim Pak Didi Petet. CEO tetap dia. Tapi kita akan terlibat lebih banyak lah, karena bagaimanapun ini sudah membawa nama Indonesia,” kata Tommy. Pagi itu Tommy mengaku belum tahu siapa yang akhirnya akan mengelola paviliun. Tetap KPBN atau diambialih Kemendag?

 

Seorang teman, Akhmad Kusaeni, mantan direktur pemberitaan LKBN Antara yang kini bergabung dengan Artha Graha Peduli mengirimkan keterangan pers bagi media soal keterlibatan Artha Graha Peduli:

Ini penjelasan dari Media Center Artha Graha Peduli soal Milan Expo. Bisa dikutip jadi berita teman-teman. Perlu kami luruskan beberapa hal sebagai berikut :

  1. Bahwa AGP atas permintaan Almarhum DP dan sepengetahuan perwakilan  Kemendag sama sekali bukan mengambil alih tugas KPBN, tapi hanya membantu menyelesaikan  kegiatan2 di Indonesia Pav yg bersifat emergensi agar kelangsungan expo dpt tetap  berjalan dengan lancar sembari menunggu kesiapan dari Team KPBN dan terealisasinya komitmen2 dari pihak sponsor yang sampai saat ini belum selesai.
  2. AGP kerja murni sebagai bagian dari kegiatan yang dikoordinir oleh KPBN. Yang bersifat sementara sampai KPBN mandiri dan lengkap timnya, dan membantu program2 yang mengalami keterlambatan dan memfasilitasi hal2 yang masih belum selesai
  3. Intinya dengan keberadaan AGP di Milan Expo , AGP selalu  mendukung penuh kegiatan KPBN, dan  tdk mengambil alih, kita adalah bagian dari Team yg akan membantu operasional KPBN
    Jakarta, 17 Mei 2015

 

Dokumentasi sebagian dari percakapan di media sosial dan interaksi saya dengan beberapa pihak terkait saya buat untuk melengkapi beragama tulisan yang dibuat oleh media terkait paviliun Indonesia. Keberanian almarhum Didi Petet mengambil inisiatif tetap menjalankan paviliun di Milan Expo 2015, patut diacungi jempol, dan semiga itu melapangkan jalannya ke surga Allah SWT. Amien ya rabbal alamien.

Pelajaran bagi semua pihak, khususnya pemerintah, tidak kalah banyak. Dan itu akan saya tulis dalam blog berikutnya.###

 

 

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 4 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Previous post
Peristiwa 20 Mei 1998, Kesaksian Salim Said
Next post
4 Pelajaran dari Kisruh Paviliun Indonesia di Milan Expo 2015

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *