HomeBukuBye 2020, Welcoming 2021, Masih Tahun Corona

Bye 2020, Welcoming 2021, Masih Tahun Corona

Menyusuri jalur sepi di Kebon Raya Bogor

Tiga bulan terakhir di tahun 2020, saya punya  hobi baru, berkunjung ke Kebon Raya Bogor.  Jaraknya Cuma 45 menit berkendaraan mobil dari rumah.  Saya bahkan menjadi anggota KRB agar bisa masuk lebih pagi, Pukul 06.00-07.00 wib.  Pada hari kerja, KRB yang letaknya persis di samping Istana Bogor itu dibuka untuk umum Pukul 08.00 wib.  Saya memilih jalan pagi dan lari-lari kecil di hari kerja untuk menghindari kerumunan.  Di saat seperti itu yang ada di kebon seluas 87 hektare itu hanya petugas penyapu, anggota pasukan pengaman presiden dan belasan anggota lainnya. Sepi.

Hening.  Segar.  Pemandangan indah.  Kehijauan.  Solitude, kesendirian. Ini yang memikat dari kebon dengan 15 ribu koleksi tanaman itu. Bahkan jika saya pergi dengan keluarga, biasanya kami berpisah rute eksplorasi.

Di hari-hari terakhir 2020 saya trekking jelajah kampung, menikmati pemandangan indah dan menceburkan diri ke air terjun.  Segar!

Pandemi COVID-19 membuat tahun 2020 yang baru kita lewati bagaikan mobil yang harus menekan rem darurat.  Mendadak kegiatan fisik dibatasi, bahkan ada yang harus berhenti. Tatap muka mayoritas dilakukan lewat layar laptop atau gawai. Sejuta rencana batal. Ambyar. Sejak Presiden Joko “Jokowi” Widodo umumkan kasus pertama pasien corona pada 2 Maret 2020, itulah awal mula kita di Indonesia resmi memasuki lorong panjang pandemi.

IDN Media melakukan kebijakan bekerja dari rumah (work from home) sejak 17 Maret 2020. Praktis, kuartal II dan III tahun 2020, kita dipaksa jumpalitan mengubah strategi dan kegiatan. Pandemi memicu akselerasi digital. Semua kegiatan dilakukan secara daring.  Di IDN Times kami produksi ratusan webinar dan wawancara.  Produktivitas meningkat karena lebih banyak waktu bekerja dari rumah.  Situasi yang terjadi di hampir semua media dan tempat kerja, sebagaimana informasi yang saya kumpulkan setiap kali wawancara pemimpin media di program #OurNewsroom.

Enam  bulan pandemi, lelah fisik dan mental mendera. Ada yang nampak, ada yang tidak.  Ada yang terucap, lebih banyak yang memilih menjaga kewarasan dengan beragam cara.  Dari nonton film lewat layanan streaming, mendengarkan puluhan podcast, berkebun, memasak, merajut, membaca, dan sebagainya.

Hidup tak lagi sama.  Jauh dari normal.  Bahkan bagi saya yang sebenarnya sejak 2014 sudah terbiasa dengan pola kerja dari rumah.  Target selama pandemi tidak berkurang, malah bertambah.  Growing mindset. Memanfaatkan peluang yang ada. Bersiap untuk lansekap media yang berubah pasca pandemik.

Namanya manusia, dipacu kerja di tengah ketakutan disergap virus corona, stres berlipat ganda.  Saya menangkap itu juga di tim kerja.  Maka di kuartal IV, saya sampaikan, saya dan tim akan “slowing down”, dengan fokus kepada kerja utama.  Kami tidak menggelar kegiatan sebanyak sebelumnya. Focus on things that matter.

Buat saya pribadi, artinya adalah menyediakan waktu untuk refleksi. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang datang di benak kepala. Mencari jawaban dari ratusan bacaan.  Finding our purpose, seperti tema film “Soul”. Stillness atau hening di Kebon Raya jadi tempat ideal.  Atau di kamar kerja sambil menatap ribuan buku yang ada. Tetapi hening juga bisa saya dapatkan dari berdiam di atas jembatan dekat rumah, menyaksikan puluhan (tidak lagi ratusan atau ribuan) kendaraan yang lalu lalang.  Hening adalah saat saya jalan sore menyusuri jalur pedestrian di Jalan Diponegoro, kawasan Menteng, Jakarta. Lalu-lintas bising yang lalu lalang, kalah dengan fokus saya menikmati rumah-rumah megah dan tanaman di depannya.

Hening, adalah saat saya berjemur di pagi hari jika matahari muncul menunjukkan sikap ramahnya. Sambil merasakan hangat di punggung, menikmati kehijauan di halaman belakang bagikan cuci mata dan pikiran.  Membersihkan kamar mandi di rumah sampai  berkeringat juga semacam terapi untuk menghilangkan penat karena harus memantau berita yang saling berkejaran. Ada yang saya pernah coba lakukan, disconnected.  Tidak membuka pesan di ponsel. Tapi 99,9 persen gagal. Termasuk di akhir pekan.

Jauh sebelum bencana ini datang, saya terbiasa lakukan perjalanan sendiri.  Saat menikmati kota dan tempat baru, saya merasakan hening itu. Tidak perlu berbasa-basi dengan teman seperjalanan.  Beberapa kali saat merayakan HUT, saya lakukan dengan perjalanan sendiri. Momen refleksi tambah usia. Biasanya ketemu ide baru.

Saya tak menutup mata bahwa tahun 2020 adalah tahun yang paling parah, menyedihkan, tahun bencana.  Makin ke sini, orang-orang yang terinfeksi bahkan meninggal dunia makin dekat dengan saya, bukan hanya deretan nama di naskah berita.

Tapi, dengan rasa syukur, tahun 2020 buat saya justru banyak hikmahnya.

  • Saya tidak perlu terburu-buru berangkat ke kantor untuk hindari macet di hari Senin dan Selasa, hari jadwal rapat dimulai pagi hari.  Saya biasa bangun pagi buta.  Pandemi membuat pagi saya lebih rilek, bisa membaca dan berjemur, pula olahraga.  Kalau ke Kebon Raya, kegiatan selesai Pukul 08.30 wib, setelah itu langsung balik pulang ke rumah, kembali jalankan WFH.
  • Setiap hari berkumpul dengan keluarga, bisa memenuhi order masak makanan kesukaan Darrel anak saya yang harus belajar dari rumah. Dua minggu pertama kami dilanda euforia pesan layanan antar.  Berikutnya untuk alasan kesehatan dan variasi saya memilih masak sendiri, dan bahkan menciptakan resep baru, misalnya “Ayam Bakar Gochujang ala Korea” hehe.
  • Lebih banyak waktu mengurusi rumah, termasuk menyingkirkan barang-barang yang tidak lagi diperlukan (yang ini baru 20 persen dari target, termasuk menghibahkan 175 buku). Iwan lebih banyak menghabiskan waktu mengurusi halaman belakang, sementara saya menambah koleksi tanaman.
  • Lebih banyak waktu untuk mengunjungi ayah saya yang tinggal tak jauh dari rumah saya. Sejak Ibu saya meninggal dunia tahun 2014, saya dan adik-adik bersama-sama mengurusinya.  Kebetulan rumah saya paling dekat.  Jadi, kalau masak sekalian untuk ayah.
  • Jadi langganan layanan streaming film dan menonton Drama Korea, belajar ipoleksosbud negeri ginseng itu. Padahal sampai akhir Maret 2020 saya tidak berminat langganan.  Sudah lama televisi di rumah tak pernah ditonton, kecuali saat ada breaking news besar. Ini kebiasaan sudah bahkan sejak saya masih bekerja di ANTV sebagai pemimpin redaksi.  Rupanya saya adalah non millennial yang sejak lama sudah berperilaku seperti millennial dalam konsumsi informasi, lebih banyak dari digital.
  • Memiliki ketrampilan baru, siaran langsung via Live Instagram dan tentu saja, menjadi “Zoombienar” alias seminar lewat Zoom. Kami  bikin program baru Live Instagram dimana saya ngobrol dengan para pemimpin media setiap Jumat malam, #OurNewsroom. Sudah 28 episode selama 2020.  Lewat program ini saya ingin mencatat sejarah kiprah media selama pandemik virus corona.  Oh, saya dan keponakan juga membuat podcast, “Di Balik Lagu dan Lirik”. Sudah ada tiga episode di Spotify. Ini bagian dari menjaga imunitas, ngobrol yang ringan-ringan saja.
  • Akhirnya daftar mobile-banking, hahahaha, telat banget yaaa…jadi saya bisa belanja daring, termasuk dari sejumlah teman. Pandemi melahirkan banyak wirausaha baru, yang mengerjakan bisnis dari rumah mereka.
  • Sebelum pandemik, di bulan Januari dan Februari 2020 saya sudah sempat perjalanan ke luar negeri. Saya ke Swis di bulan Januari untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos dan sempat jalan-jalan juga di Zurich dan Bern.  Februari saya ke Kolombia, mengunjungi Bogota, Medellin dan Cartagena.  Jadi, ya lumayan, sudah melihat dunia sebelum masuk pandemik yang parah.  Tidak merasa terlalu kehilangan kesempatan berjalan-jalan ke luar negeri.
  • Yang saya merasa kehilangan adalah kunjungan rutin ke Surabaya, bertemu tim IDN Times di sana. Biasanya setiap bulan.  Begitu juga kesempatan berkunjung ke daerah untuk bertemu tim hyperlocal di 10 kota.  Ngobrol langsung sambil makan enak tak bisa digantikan dengan rapat di ranah maya.  Tidak bisa melihat gestur, bertatap mata, bicara langsung tanpa hambatan kuota. Ini yang saya kangen.
  • Sebenarnya saya gak suka nongkrong-nongkrong termasuk di mal. Saya ke mal kalau mau beli sesuatu atau nonton.  Beli sesuatu biasanya cepat, decisive buyer. Tidak suka window shopping. Saya ketemu orang atau teman biasanya untuk acara yang substansial, termasuk wawancara.  Jadi, saya tidak terlalu merasa kehilangan ketika harus di rumah saja selama pandemik corona.  Karena, tempat paling nyaman adalah di rumah.
  • Pandemik membuat saya banyak belajar, termasuk soal jurnalistik. Hampir setiap bulan dapat undangan jadi pembicara, dan untuk menyiapkan presentasi saya banyak membaca.  Belajar lagi.  Sebenarnya pandemik kesempatan jalankan #keeplearningattitude, karena banyak tersedia acara daring yang menarik untuk kita, dan bisa diikuti secara cuma-cuma.

Apakah saya puas dengan target kerja 2020?

Jawabannya adalah : buat saya paling penting tim kerja sehat dan selamat melewati 2020. Itu lebih penting.  Pencapaian 2020, berapapun,  harus disyukuri, karena banyak orang lain, lembaga lain, media lain, mengalami situasi yang kurang baik.  Bahwa kami tidak kocar-kacir meskipun hanya berkomunikasi dan berkoordinasi secara daring, itu Alhamdulillah.

Pandemi ini belum berakhir di 2021.  Bahkan ada yang bilang, kurva pandemi di Indonesia bakal memburuk di  bulan-bulan pertama, wallahu alam.  Buat orang seperti saya, vaksin paling cepat bisa diakses di kuartal II 2021.  Jadi, keseharian selama pandemi bakal berlanjut.  Waspada COVID-19  diteruskan.  Pertengahan tahun mungkin bakal ada program besar tatap muka semisal Indonesia Millennial Summit yang biasanya digelar Januari.  Semoga bisa.

Yang jelas, pelajaran penting dari 2020 akan saya coba lakukan sejak awal 2021.  Ambil waktu untuk Stillness.  Hening.

Seperti yang digambarkan Ryan Holiday dalam bukunya, “Stillness is The Key”. Kita perlu hening, diam sejenak, untuk :

To thinking clearly

To seeing the whole chessboard (jadi ingat Queen Gambit, the movie)

To making tough decisions

To managing our emotions

To identifying the right goals

To handling high-pressure situations

To maintain relationships

To building good habits

To being productive

To physical excellence

To feeling fulfilled

To capturing moments of laughter and joy

Selamat tahun baru 2021, yuk mengarunginya bersama-sama. Bismillah.

 

 

 

 

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Previous post
4 Hal Yang Perlu Diperhatikan Jurnalis Saat Meliput Disabilitas
Next post
Virus Corona: Belajar dari Penanggulangan Wabah di Masa Kolonial

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *