Dari Ijen, Banyuwangi Lahir Indonesia Writers Festival by IDN Times
Acara tahunan bagi community writers
“Nti sy make sure ada bantuan. Tenang Er. We can do this tanpa tim event.”
Percakapan via layanan pesan singkat Whatsapp itu saya kirim ke Ernia Karina, Pukul 11.39 wib, 11 September 2018. Ernia, yang punya panggilan “Jali”, adalah manajer komunitas penulis (community writers) di IDN Times. Kami sedang menyiapkan Indonesia Writers Festival 2018 (IWF 2018), program kumpul penulis, yang diadakan di kawasan Jiwa Jawa Resort, Ijen, Banyuwangi, pada 21-22 September 2018. Ini IWF edisi perdana, yang dimaksudkan menjadi acara tahunan bagi komunitas penulis IDN Times pada khususnya, dan siapa saja yang ingin menambah kemampuan menulisnya, lewat interaksi dengan narasumber yang kompeten.
Ernia “melaporkan” bahwa untuk acara IWF 2018, Tim IDN Event yang biasanya mengerjakan kegiatan internal maupun eksternal di lingkungan IDN Media, tidak jadi mengirim personil untuk membantu soal standing banner, spanduk, totem untuk latar belakang acara di panggung, dan semua hal-hal yang membutuhkan dukungan fisik. Kalau soal panggung, kami menggunakan panggung Ijen Jazz Festival 2018, yang keren, dengan latar pemandangan sawah dan hiasan payung fantasi. Cakep lah.
Tim IDN Event saat itu tengah sibuk menyiapkan PopMama Expo, acara penting bagi sister media IDN Times, PopMama.com. Saya memahami kegundahan Ernia. IWF 2018 adalah kegiatan besar pertama yang dilakukan tim community editors. Pekerjaan ini melibatkan hadirin yang cukup banyak, 300 orang (kemudian dalam pelaksanaannya alhamdulillah hadir hampir 500 orang). Apalagi acara ini kami selenggarakan di “negeri” orang, di Banyuwangi.
Tanggal 12-19 September, saya berada di luar negeri, di Rusia dan Finlandia, menjadi anggota delegasi Kementerian Luar Negeri RI untuk Interfaith dan Intermedia Dialogue. Jadi, persiapan akhir IWF, saya monitor lewat WA. Saya tiba di Jakarta tanggal 19 September 2019, sore hari. Tanggal 20 September pagi saya terbang ke Banyuwangi. Begitu juga Ernia terbang dari Surabaya Ke Banyuwangi, ditemani Stella Azasya penulis kami, yang juga top writer komunitas. Satu editor lain, Pinka Wima, terbang dari Jakarta langsung ke Banyuwangi setelah menyelesaikan “exchange programme”, di Jakarta selama satu bulan. Pinka, editor Life, bagian dari tim IDN Times yang bekerja dari Surabaya Creative Lab kami. Tetap saja, tiga perempuan, menghadapi sejumlah pekerjaan fisik? Saya meminta Vanny El Rahman, reporter News di Surabaya untuk menyusul, terbang ke Banyuwangi. Minimal ada cowoknya deh, jadi bisa membantu memasang spanduk dan segala macam.
Vanny yang sedang bosan di Surabaya, bekerja sambil menyelesaikan kuliah S2 nya, bersemangat menerima penugasan ke Banyuwangi. Apalagi ada agenda bersama mendaki Gunung Ijen yang indah.
Teman-teman panitia dan peserta dari Surabaya berangkat tanggal 20 September malam naik bis mini.
“Indonesia Writers Festival 2018 akan menjadi acara tahunan bagi komunitas penulis dan semua generasi milenial yang memiliki kegemaran menulis. Perbedaan Indonesia Writers Festival dibandingkan festival menulis lainnya adalah hanya menggunakan perangkat genggam dan aplikasi dalam menyajikan materi, menulis materi, membaca muatan dan aktivitas lainnya. Pada Festival tersebut juga akan diluncurkan aplikasi menulis di telepon seluler dan kompetisi menulis menggunakan aplikasi tersebut. Festival tersebut akan menghadirkan sejumlah pembicara antara lain Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, Uni Lubis, Najwa Shihab dan novelis Fira Basuki”.
Ini kutipan dari siaran pers yang kami kirimkan ke media sebelum acara akhirnya berlangsung, setelah melewati berbagai “drama” yang untungnya, kami lalui dengan percaya diri dan happy?. Kudos kepada semua tim yang terlibat, juga dukungan dari manajemen.
Mengapa kami menyelenggarakan IWF 2018?
Tanggal 8 Januari 2018, saya mengikuti rapat kerja awal tahun di IDN Media. Saya baru bergabung dengan IDN Times, 12 Desember 2017. Seperti pernah saya ceritakan di tulisan sebelumnya, ada tradisi baik di IDN Media, tradisi One on One, yaitu ngobrol dari hati ke hati diantara sesama karyawan.
Selama rapat kerja yang berlangsung di kawasan Lembang, Bandung, saya sekamar dengan Ernia. Itu pertemuan kami yang kedua, setelah minggu ketiga Desember 2017 untuk pertama kalinya saya berkunjung ke kantor di Surabaya untuk berkenalan dengan tim di sana. Ernia menceritakan tentang platform komunitas penulis yang dikelolanya, yang saat itu sudah memiliki anggota sekitar 50 ribuan.
Setiap hari mereka, para editor komunitas penulis, menerima 200-300 an tulisan, dari penulis lepas, mayoritas milenial. Ini platform user-generated content (UGC). Pendiri dan CEO Winston Utomo menyebutkan bahwa platform ini memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk menulis. Penulis yang artikelnya banyak dibaca, mendapatkan poin, dan dapat menukarkan poin itu dalam bentuk uang tunai, di setiap akhir bulan.
Kini, saat tulisan ini saya buat, community writers IDN Times sudah memiliki lebih dari 109 ribu anggota yang tersebar di berbagai lokasi di tanah air. Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara saat membuka IWF 2019 mengatakan, platform community writers ini adalah distrupsi, semacam Gojek atau Uber. Memberikan peluang penghasilan dari penulis. Menjadi wadah kreativitas bagi milenial.
Saat One on One di Lembang dengan Ernia saya lakukan malam hari, sambil tidur bersisian di kamar. Kami berdua ngobrol sambil terkantuk-kantuk, Lelah setelah seharian raker. Saya tanya Ernia, apa yang dia inginkan untuk mengembangkan komunitas penulis IDN Times? Dia menyebutkan, tim editor komunitas ingin mengadakan community gathering dengan penulis. Sebelumnya, interaksi dengan komunitas penulis dilakukan lewat WA, email, dan kelas penulisan jarak jauh lewat Live Instagram.
Saya setuju dengan ide itu. Membangun komunitas tidak cukup hanya online. Pertemuan tatap muka sangat penting. Sejak 2007, saat di ANTV kami sudah menjalankan TOPIK Citizen Journalism ke berbagai kampus dan komunitas. Bahkan Rappler Indonesia yang timnya cuma belasan, secara reguler ke kampus dan berkolaborasi dengan komunitas dengan tema Social Media for Social Good.
Winston menyetujui usulan itu. Pada bulan Februari 2018, tepat setahun setelah platform komunitas penulis mulai beroperasi, kami mengadakan kumpul-kumpul dengan 30-an anggota komunitas penulis.
Saya melihat antusiasme dari peserta acara itu. Kegiatan itu bagaikan sebuah “open house”, karena para kontributor penulis yang sebelumnya hanya bisa berkomunikasi lewat pesan singkat atau surat elektronik, bisa berjumpa dengan editornya. Berkunjung ke kantor IDN Times. Berjumpa dengan sesama penulis. Setelah itu, kegiatan kumpul-kumpul dilakukan di Jakarta. Pertemuan komunitas penulis kemudian menjadi agenda rutin.
Begitu juga kunjungan dan diskusi di kampus, yang dimaksudkan memperkenalkan IDN Times dan platform penulis komunitas.
Melihat pentingnya peran penulis komunitas, muncul ide festival penulis. Jujur saja, saya terinspirasi Ubud Writers and Readers Festival (UWRF), yang tahun 2018 sudah ke-15 kali diadakan. Idenya adalah Ijen Writers Festival, sebuah festival penulis versi milenial, sebagaimana target khalayak IDN Times. Dalam raker Q1 2018, ide ini pertama kali dipaparkan, dan disetujui. Saya kemudian berbagi ide ini dengan tim editor komunitas. Mereka sangat bersemangat, dan mulai menyiapkan acara.
Mengapa Ijen? Pertama, karena Ijen sangat indah dan lingkungan sekitarnya bisa memicu kreativitas, termasuk bagi penulis. Kedua, Ijen terletak di Banyuwangi, di provinsi Jawa Timur. IDN Times dimulai di Surabaya, Jawa Timur. Ketiga, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mendukung ide ini sepenuh hati.
Peran Bupati dan Pemkab Banyuwangi sangat krusial untuk implementasi IWF 2018. Lokasi di panggung Ijen Jazz, di kawasan Jiwa Jawa didukung oleh Bupati yang bersamaan pada hari itu meresmikan Taman Gandrung di kawasan itu. Pemkab juga merenovasi komplek pendidikan dan latihan di Kecamatan Licin, 15 menit berkendaraan mobil dari Ijen, untuk tempat menginap peserta yang datang dari luar Banyuwangi dan panitia, sekitar 150-an orang.
Bupati Anas juga memberikan solusi soal kehadiran Najwa Shihab, jurnalis yang juga pendiri Narasi TV. Saya mengontak Dahlia Citra, COO Narasi TV pada tanggal 31 Juli 2018, pagi hari, jelang keberangkatan saya ke Tiongkok. Dari Citra saya dapat informasi bahwa pada tanggal 21-22 September, tanggal yang kami rencanakan untuk IWF, Najwa dan tim Narasi sudah dijadwalkan roadshow di kota lain. Sudah disepakati dengan sponsor mereka. Citra membuka peluang acara roadshow Narasi TV dipindahkan ke Banyuwangi, jika ada kampus yang bisa menjadi host acara mereka.
Singkat kata, selama 1,5 jam sebelum take-off, saya WA-WA an dengan Citra dan Bupati Anas, mengkoordinasikan kemungkinan itu. Bupati mendukung, bahkan membantu full termasuk menjadikan GOR di tengah kota Banyuwangi sebagai lokasi roadshow Narasi TV. “Soal audiens, maunya berapa? 3000? 5000? Gak ada masalah,” kata Bupati. Fyuh…..lega
Roadshow Narasi TV dan IWF 2018 kemudian menjadi agenda festival dadakan yang disisipkan ke 60-an festival di Banyuwangi yang sudah diagendakan untuk 2018. Kedua acara sukses, alhamdullillah. Kami tentu berterima kasih kepada Bupati Banyuwangi dan tim Narasi TV atas kerjasama di IWF perdana itu.
Acara itu tanpa sponsor. Bagi teman-teman editor komunitas dan tim IDN Times, acara itu sebuah pelajaran berharga mengelola sebuah acara komunitas. Banyak tim lintas divisi yang terlibat, termasuk divisi IT yang membuat aplikasi penulisan, tim pengembangan khalayak (AD) yang membangun promosi kegiatan dan penyebarluasan konten, tim komunikasi yang saat itu dimpin Fira Basuki, yang juga jadi pembicara (ya, gak jauh-jauh mencari narasumber, ada di kantor sendiri?), tim Event yang membuat pernak-pernik kebutuhan panggung, Tim Video, tim Business Development, Tim IDN Creative, sampai Merina, tim People Operations yang menggambar karikatur untuk kenang-kenangan bagi pembicara. Pada akhirnya, IWF adalah pekerjaan bersama keluarga IDN Media. Kudos!
Dari acara pertama di Ijen, kami bersemangat menjadikan IWF acara tahunan. Pengalaman di Ijen juga menunjukkan bahwa lokasi mempengaruhi kemudahan mendatangkan narasumber. Padahal kami ingin mengundang semakin banyak narasumber yang beragam.
Maka, dengan berat hati kami memohon maaf kepada Bupati Anas, bahwa IWF, bukan lagi di Ijen. IWF adalah Indonesia Writers Festival, yang bisa dilakukan di mana saja, terutama di lokasi yang mudah dijangkau oleh narasumber. Padahal, Bupati Anas menawarkan memasukkan IWF ke festival tahunan di Banyuwangi. Maturnuwun Pak. Tapi kami siap diminta melakukan writing workshop kog.
IWF 2019 dilakukan 6-7 September 2019, diselenggarakan di Kampus Universitas Multimedia Nusantara.
Kali ini, karena skalanya lebih besar, mengundang 30-an pembicara dan 20-an sesi, 4000an pengunjung, maka pekerjaan dilakukan Tim IDN Event di bawah pimpinan Gustav, bersama Irham, Salverina, Thita, Donny Andrian dan kawan-kawan yang kualitasnya gak diragukan lagi. Proud. Konten dan format dikelola bersama dengan tim editor komunitas. Saya sifatnya tut wuri handayani, mengikuti dari belakang. Menjawab pertanyaan kalau ditanyai. Memberikan nomor telpon narasumber yang diperlukan. Pendeknya, para editor komunitas, Ernia, Indra, Upik, Tita, Febri, Merry, Yudha bersama-sama dengan tim Event mengelola acara dengan status yang kian mandiri.
Kali ini kami juga meluncurkan dua buah buku, masing-masing kumpulan cerpen “Jangan Panggil Aku Lemot” dengan tema anti-bullying yang ditulis anggota komunitas penulis, serta buku dengan tema bunuh diri :Bumi Ini Layak Ditinggali” yang ditulis Stella Azasya. One step ahead, untuk komunitas penulis IDN Times. Kedua buku ini bisa dibaca di Storial.co, platform penerbit online.
Pada gilirannya IWF 2019 adalah kegiatan bersama IDN Media, dengan kerjasama membanggakan antar divisi di dalamnya. THANK YOU.
Ucapan terima kasih, THANK YOU juga kami sampaikan kepada semua pengisi acara yang keren-keren dan menginspirasi. Dukungan kalian untuk IWF 2019, luar biasa.
Semoga kita bisa bertemu lagi di IWF 2020, dan melanjutkan niat “Shaping Indonesian Through Writing”.
Pelajaran penting saat memulai IWF adalah: Kolaborasi adalah kunci. Percaya diri, tapi terukur.
No Comment