Dua Peristiwa Penting di Bulan Maret yang Kini Sepi
Setiap bulan Maret, ada dua peristiwa penting yang di masa Orde Baru selalu dielu-elukan. Setelah Orde Baru tumbang, kedua peristiwa itu tak mendapat perlakuan spesial. Dua peristiwa itu adalah Serangan Oemoem 1 Maret, yang diperingati setiap tanggal 1 Maret, dan Supersemar, Surat Perintah Sebelas Maret, yang dulu dirayakan besar-besaran setiap 11 Maret. Tidak terkecuali, tahun ini tanggal 1 Maret dan 11 Maret berlalu dengan dingin. Tidak ada pemutaran film, perlombaan, atau upacara khusus untuk memperingatinya.
Supersemar 11 Maret
Tanggal 11 Maret tahun ini jatuh pada Ahad lalu. Supersemar selalu dielu-elukan sebagai surat sakti yang menjadi modal kuat bagi Mayor Jenderal Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan. Dengan bekal surat itulah Soeharto naik ke puncak kekuasaan, membubarkan PKI, mengontrol media.
Soeharto mendapatkan Supersemar dari tiga jenderal yang menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor. Tiga jenderal itu adalah Amir Machmud, Basuki Rachmat, dan M. Jusuf. Mereka diutus oleh Soeharto, ketika itu Panglima TNI Angkatan Darat, menggantikan Ahmad Yani yang wafat terbunuh.
Soekarno dalam suratnya memerintahkan Soeharto untuk mengambil segala langkah yang diperlukan demi menegakkan ketertiban. Dalam pandangan Soekarno, langkah-langkah yang diambil adalah yang sifatnya teknis, bukan politis.
Soeharto tak perlu menunggu waktu lama untuk beraksi. Sehari setelah ia menerima Supersemar, pada 12 Maret 1966, ia membubarkan PKI dan organisasi di bawahnya. Ia mengatasnamakan sebagai Presiden Soekarno. Keputusan ini kemudian dilegalkan oleh Ketetapan MPRS XXV/1966.
Supersemar merupakan peristiwa bersejarah. Soeharto menyebutnya sebagai ‘’awal perjuangan Orde Baru’’. Sayangnya, meski sudah berkali-kali dilakukan upaya rekonstruksi mengenai penerbitan Supersemar itu, hingga kini masih belum jelas duduk perkaranya.
Lima pelaku Supersemar, yakni Soeharto, Soekarno, Basuki Rahmat, Amir Machmud, dan M. Jusuf, sudah wafat. Dokumen asli Supersemar belum ditemukan.
Pernah beredar kabar bahwa dokumen asli Supersemar disimpan di bank, oleh Jenderal M. Jusuf. Tetapi kata wartawan senior, Atmadji Sumarkidjo, yang menulis buku biografi Jenderal M. Jusuf, kabar itu tidak benar. Naskah Supersemar diserahkan ke Jenderal Soeharto di Markas Kostrad, sekembalinya tiga jenderal itu dari Bogor.
Peristiwa Supersemar, beserta rangkaian yang mendahului, diangkat ke layar lebar dalam film berjudul ‘’Pengkhianatan G30S PKI’’. Sutradaranya Arifin C. Noer. Penulis naskahnya Arifin dan Nugroho Notosusanto.
Film ini intinya menceritakan kisah kegemilangan Soeharto dalam menyelamatkan Republik Indonesia dari kudeta PKI. TNI Angkatan Udara kena stigma, dianggap ikut terlibat dalam kudeta itu. Maka, TNI AU juga berkepentingan agar film Pengkhianatan tak lagi jadi tontonan wajib.
Setelah Soeharto lengser, film ini tetap dapat Anda tonton lewat kanal Youtube.
Serangan Oemoem 1 Maret
Peristiwa kedua yang di masa lalu selalu diperingati dengan besar-besaran adalah Serangan Oemoem 1 Maret. Peristiwa ini terjadi di Jogjakarta, pada 1 Maret 1949. Lagi-lagi, di era Orde Baru, yang ditampilkan sebagai tokoh adalah Presiden Soeharto.
Yogyakarta ketika itu menjadi panggung bagi perjuangan Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan. Serangan itu berlangsung pada 1 Maret 1949. Di era Orde Baru, ketika Pak Harto masih berkuasa menjadi presiden, peristiwa enam jam di Jogja itu diperingati dengan berbagai kegiatan.
Di Jogjakarta, para sesepuh veteran mengadakan sarasehan, dan berbagai kegiatan, seperti napak tilas rute Serangan Oemoem 1 Maret. Stasiun televisi milik Pemerintah, TVRI, memutar film ‘’Janur Kuning’’, film perjuangan selama 180 menit, yang menonjolkan peran Soeharto dalam peristiwa penting itu.
Sutradara film itu Alam Rengga Surawidjaja. Bintang filmnya, antara lain, Kaharuddin Syah, Deddy Sutomo, dan Sutopo HS. Nama film, Janur Kuning, diambil dari warna daun kelapa yang dikalungkan di lengan, sebagai pertanda pejuang Indonesia.
Namun, seiring dengan lengsernya Pak Harto dari kekuasaan, film Janur Kuning ini ikut meredup. Ia tak pernah lagi diputar di stasiun televisi.
Empat bulan setelah Pak Harto tak berkuasa, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah mengatakan, film Janur Kuning tak lagi menjadi tontonan wajib di TVRI. Kalau Anda ingin menyaksikan film itu, arsipnya bisa ditemui di kanal YouTube.
Bersamaan dengan meredupnya Janur Kuning, dua film lain yang juga menonjolkan peran Soeharto, yakni Serangan Fajar dan Pengkhianatan G30S PKI ikut ‘’diistirahatkan’’. Serangan Fajar, disutradarai sineas kondang, Arifin C. Noer, dengan bintang utama Amaroso Katamsi.
Sejarah memang selalu milik para pemenang pergulatan kekuasaan. Begitu Presiden Soeharto lengser, penafsiran atas sejarah Indonesia di masa lalu berubah pula.
Begitupun, keluarga Soeharto tak berhenti tekadnya kembali ke panggung politik. Putrinya, Titiek Hadiati Soeharto menjadi anggota DPR RI lewat Partai Golkar, partai yang didirikan ayahnya. Putranya, Tommy Soeharto, berhasil meloloskan Partai Berkarya dalam verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai parpol yang bakal ikut berlaga pada pemilu 2019.
No Comment