Presiden Marah, LAPOR! Datang
Sambil menyalami ribuan tamu yang memadati ruang pesta di Jakarta Convention Center, Sabtu malam26 November 2011, rupanya Presiden SBY menahan gundah. Beberapa jam sebelum pesta pernikahan putranya, Edhi Baskoro Yudhoyono yang dikenal dengan panggilan Ibas, dengan Aliya Rajasa, putri Menko Perekonomian Hatta Rajasa, jembatan terpanjang di Indonesia, Jembatan Kutai Kartanegara, roboh.
Sejumlah kendaraan dan puluhan orang yang tengah melintas di jembatan itu menjadi korban, puluhan hilang. Korban tewas yang berhasil dievakuasi mencapai 20 orang, yang hingga kini masih hilang belasan. Malam itu, saat pesta masih berlangsung, dan hujan kritikan atas tragedi Jembatan Kukar memanas di ranah kicauan Twitter, Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengirim Menteri Pekerjaan Umum dan Menko Kesra menuju lokasi untuk melakukan tindakan darurat termasuk evakuasi dan penyelamatan korban.
Di era media digital atau juga disebut era 24 hours news cycle, segala peristiwa apalagi tragedi semacam robohnya jembatan Kutai Kartanegara menyebar dalam hitungan detik dan dikomentari publik. Para penyelenggara negara di pusat maupun daerah harus bergerak dan bertindak cepat. Pengelolaan arus informasi harus mampu merespon kecepatan penyebaran informasi itu sendiri.
Kegundahan Presiden akan sistem pelaporan dan respon informasi itu terungkap beberapa hari kemudian saat memimpin sidang kabinet, Kamis, 2 November 2011. Misalnya ketika ambruknya jembatan di Sungai Mahakam di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, SBY mengaku mendapat informasi dari SMS yang masuk dan dari berita di media, bukan dari sistem, padahal kejadian sudah berlangsung selama 1 jam. “Mestinya masalah itu cepat sampai di tangan Presiden. Boleh laporan sementara dan apa yang akan dilakukan, ini harus cepat sampai ke pengetahuan saya,” Presiden menegaskan. “Tapi saya gembira Menko Kesra dan Menteri PU siap berangkat dan ambil langkah,” SBY menambahkan.
Seolah belum cukup mengomeli menterinya, Presiden berikan contoh lain, soal isu di Papua. Kepala Negara menjelaskan bahwa isu yang seolah tentara kita melakukan penembakan terhadap pengibar bendera didapatkan dari running text di salah satu jaringan televisi luar negeri, yang diketahui masyarakat dunia.
“Terhadap isu yang sensitif itu harus cepat reaksinya. Bila (informasinya) tidak akurat berikan koreksi. Tidak sampai berjam-jam dibangun pengetahuan masyarakat global ada tindakan yang keliru,” Kepala Negara menekankan. Silakan buka laman http://www.presidenri.go.id/
Ujungnya, Presiden minta sistem pelaporan cepat diimplementasikan. “Laporan itu cukup dibuat secara ringkas, yang penting betul-betul melaporkan apa yang dicapai, apa yang belum dicapai, mengapa dan solusi seperti apa. Pertengahan Januari 2012, saya harap laporan itu sudah saya terima dan tembusannya ke Wapres dan Kepala UKP4. Ini penting,” SBY menambahkan. Nah!
*****
Perintah Presiden di sidang kabinet itu mengingatkan saya pada percakapan via SMS dengan Pak Kuntoro Mangkusubroto, 26 November 2011. Saat itu saya membaca sebuah laporan presentasi mengenai LAPOR! (Layanan Pengaduan Online). Skema LAPOR! Dilengkapi dengan presentasi berjudul ‘’Pemanfaatan Media Sosial Untuk Mendukung Pelaksanaan Prioritas Nasional’’. Wow! Pemerintah kian sadar pentingnya gunakan media sosial? Presentasi dibuat oleh UKP4 (Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan), yang dikepalai Kuntoro.
Unit ini sering diasosiasikan dengan fungsi Sesdalopbang (sekretaris pengendalian logistik dan pembangunan) di masa Presiden Soeharto. Kini, UKP4 memonitor kinerja pencapaian target kerja menteri dan instansi pemerintah, untuk dilaporkan kepada Presiden. Dari unit yang dipimpin Kuntoro ini lahir ?rapor? para menteri/kementrian.
LAPOR! Dikembangkan oleh UKP4 setelah melihat pesatnya perkembangan media sosial dan potensinya melakukan pemantauan kinerja kementerian dan lembaga pemerintahan. Dalam presentasinya UKP4 menganalisa perubahan yang terjadi sejak era Demokrasi (1998), yang ditandai dengan jatuhnya rejim, kerusuhan dan demo, resesi ekonomi, proses politik yang mahal dan lepasnya Timor Timur, ke era desentralisasi (2004) yang melalui masa inefisiensi dalam pemanfaatan uang negara (boros dalam pengeluaran, korupsi, dll), dan birokrasi yangf kian ruwet (struktur bertambah, tumpang-tindih fungsi dan kian banyaknya prosedur).
Memasuki era Open Government (2010), UKP4 mengindentifikasi ?apa yang AKAN terjadi?, dan daftarnya adalah: Resistensi politik, meledaknya permintaan info publik, meningkatnya partisipasi publik dalam kebijakan pemerintah, dan kian populernya pemanfaatan media sosial.
Menurut Kuntoro, sistem LAPOR! Atau Layanan Pengaduan Online ini pada dasarnya dibangun dengan mengintegrasikan pengaduan masyarakat melalui medium media sosial seperti Facebook dan Twitter dengan website http://lapor.ukp.go.id dan nomor khusus SMS/MMS 1708.
Misalnya, dalam kasus runtuhnya jembatan Kukar di atas, masyarakat yang menjadi saksi mata dapat mengirimkan informasi baik melalui teks maupun gambar (foto/video) ke alamat LAPOR!, dan dalam hitungan detik informasi itu akan menyebar di ?komunitas? yang dibangun oleh UKP4 dan Bina Graha, yang notabene adalah kantor Presiden.
Pengelola LAPOR! Saat mendapatkan laporan dari masyarakat akan melakukan pemilahan sesuai bidangnya, dan meneruskannya ke kementerian/lembaga yang berwenang mengambil tindakan segera. ‘’Setelah discreening, lembaga/kementrian harus follow up dan kita monitor,’’? kata Kuntoro. Ada rencana pula untuk menetapkan berapa lama respon masyarakat harus ditindaklanjuti oleh kementerian/lembaga. Pengelola sistem laporan ini juga akan mengirimkan reaksi/respon dari Kementerian/Lembaga ke pihak pelapor.
SMS masih dimanfaatkan sebagai sarana LAPOR! karena masih ada masyarakat belum dijangkau akses layanan intenet dan menggunakan media sosial. Melihat potensi pengguna media sosial dan pemilik ponsel yang cukup tinggi di Indonesia, Kuntoro optimistis akan LAPOR! Program ini akan diluncurkan 9 Desember 2011. Dalam sistem LAPOR! ini Ombudsman RI dilibatkan, termasuk dalam hal memantau response time dari kementerian dan lembaga terhadap partisipasi masyarakat/laporan yang disampaikan via LAPOR!
*******
Menurut saya LAPOR! bisa efektif kalau UKP4 berani umumkan kementerian/lembaga yang tidak responsif ke publik secara berkala. Jika tidak, maka LAPOR! akan menjadi sistem pelaporan via SMS 9949 atau Kotak Pos 9949, yang terus-terang belum pernah dievaluasi dan dilaporkan ke publik efektivitasnya. Bukti lain, keluhan atas layanan publik masih tinggi, respon lembaga atas keluhan publik masih dikeluhkan, dan SBY masih marah!
Dalam rapat kabinet paripurna awal Desember ini, SBY memerintahkan kepada seluruh menteri menindaklanjuti isu-isu sensitif dengan cepat. Segera beri laporan. Jangan sampai berjam-jam masyarakat global mengetahui hal keliru.
“Saya dengarnya dari SMS dan media massa, bukan dari sistem. Sering kali saya tahu lebih dahulu daripada jajaran kabinet. Hidupkan sistem, pelaporan cepat. Jika saudara sudah menangani, beritahu saya. Sehingga sistem bekerja dan tindakan dilakukan,” tegas SBY dengan nada meninggi.
Menurut SBY sebagaimana dikutip situs berita www.vivanews.com, ini merupakan bagian dari tanggung jawab dan daya tanggap pemerintah untuk membantu publik menangani masalah. Serta juga bagian dari pemberian informasi kepada pres dan media. “Sehingga tidak terjadi pemberitaan yang simpang siur,” ujar SBY.
“Dua hal itulah yang saya ingatkan untuk perbaikan kinerja kita. Merespons perkembangan situasi dan meningkatkan kinerja dan efektivitas pemerintahan,” kata SBY. Link lengkap berita itu: http://us.nasional.vivanews.
Setelah Presiden marah dan LAPOR! diluncurkan, menarik untuk mengetahui apakah era ?Open Government? itu diimplementasikan secara serius. Kalau tidak, maka penggunaan media sosial oleh pemerintah (dan banyak lembaga) akan berujung pada tren belaka. New media usage with old media style?.Cuma buat promo dan pencitraan doang?;-)
No Comment