HomeUncategorizedHUT, Bertambah Usia In The Time of Corona

HUT, Bertambah Usia In The Time of Corona

Pohon Jodoh di Kebon Raya Bogor

Make it a December to remember.

Apa artinya merayakan ulang tahun di usia ini, buat Bu Uni?

Pertanyaaan itu datang dari William Utomo, co-founder IDN Media.  Kami bicara lewat telepon, Senin (30/11/2020).  Ini percakapan singkat sesi 1 on 1 yang saya lakukan  setiap pekan dengan dia, sejak bergabung dengan IDN Times, Desember 2017.

Jawaban saya, “”saya tidak pernah menganggap perayaan ulang tahun adalah hal yang spesial. Hampir tidak pernah merayakannya, kecuali saat kecil dulu.  Sejak menikah pun saya dan suami tidak menganggap perayaan hut perkawinan sebagai hal yang spesial juga.  Jadi, kalau kelupaan, meminimalkan baper, alias bawa perasaan.”

Jadi, ini juga catatan pertama saya soal ulang tahun.  Hari Minggu (29/11/2020) saya bertambah usia, 53 tahun. Dari sisi angka, ya biasa saja.  Bukan 30 tahun, 40 tahun, 50 tahun. Bahkan di tahun-tahun itu, saya lewati dengan biasa saja.  Masuk kantor, bekerja, atau malah bepergian. Saya pernah melewati tambah usia di Bandara Changi, Singapura, saat pesawat menuju Frankfurt delay karena masalah teknis.  Kedinginan, kesel. Ngantuk. Pernah juga sengaja pergi ke Palu, merayakan pertambahan tahun sambil mengunjungi korban gempa dan tsunami di tenda-tenda pengungsi, berbagi penganan untuk anak-anak.

Ketika Mama saya masih hidup, setiap tahun dia membuatkan nasi kuning saat anak-anaknya ultah.  Ketika kami sudah berpisah rumah, dia tetap membuatkan nasi kuning itu, berharap anak-anaknya datang ke rumah untuk “makan nasi kuning bareng”. Bukannya tidak pernah, hal itu gak kejadian. Pernah. Dan yang dilakukan Mama adalah mengirim nasi kuning itu pagi-pagi ke rumah kami. Ke rumah saya.

Kami merayakan ultah Darrel, anak satu-satunya, sejak usia 1 tahun sampai 7 tahun.  Dirayakan setiap umur ganjil, 1, 3, 5, 7 tahun. Terakhir, Darrel merayakan hut ke 7 tahun di Snow Bay, Taman Mini Indonesia Indah, bersama tema-teman sekolah dan kami sekeluarga.  Lumayan spesial. Ada 100-an tamu. Di umur genap, Darrel saya buatkan nasi kuning untuk sarapan, dan tiup lilin di kue.  Anggaran hut saya sarankan ke D untuk diberikan ke mereka yang membutuhkan.

Untuk Iwan, suami, nasi kuning untuk sarapan adalah order standar saya ke asisten rumah tangga setiap dia ultah. Ketika Mama sudah meninggal, saya melakukan hal yang sama untuk Papa.  Pagi-pagi kirim nasi kuning untuk sarapan.  Setiap kali, lauknya adalah : ayam goreng, rendang, kering tempe, irisan telur dadar, perkedel.

Teman di kantor kadang menyiapkan kue ultah dan lilin untuk ditiup.  Di kantor sebelumnya saya pernah merayakan di sebuah restoran Sea Food di Ancol. Agak “wah”. Saya jadikan satu dengan makan-makan yang biasa kami lakukan setelah menyelesaikan sebuah proyek liputan spesial.  Kebiasaan saat bekerja di TV.  Tentu karena judulnya ultah, ya pakai duit pribadi, gak diklaim ke kantor hehe.

Kalau bisa disebut istimewa, ultah kali ini saya lewati di tengah pandemi COVID-19.  What a year. Sepanjang tahun sejak Maret 2020, setiap hari saya bertanya apakah saya masih hidup sampai melewati 2020?  Virus corona menyerang lebih ganas kepada mereka yang memiliki komorbid, penyakit bawaan, mulai dari diabetes sampai jantung.  Saya komorbid. Di bawah sadar, sebenarnya setiap hari saya diliputi kekhawatiran.  Bagaimana kalau saya terinfeksi?  Siapa yang menemani Darrel yang belum mentas mandiri?  Siapa yang mengurusi Papa yang sakit-sakitan (karena rumah kami berdekatan, praktis saya relatif lebih sering ke rumah Papa mengantar makanan, bahkan saat tidak ada yang menemani, ya menyapu, mengepel, menyirami tanaman.  Untungnya beberapa bulan ini ada yang menemani beliau. Tapi makanan tetap dari kami anak-anaknya, yang mengirimkan lauk-pauk).

Sepekan sebelum HUT, 29 November 2020, keponakan saya, Asyifa dan Fitha, memberitahu.  Mereka akan membuat Barbecue saat saya HUT, yang kebetulan jatuh di Hari Minggu.  Fitha pernah tinggal di rumah saya di awal mulai bekerja di Jakarta.  Kemudian dia kos di dekat kantornya untuk menghindari macet.  Asyifa, adiknya, kini tinggal di rumah, belum lama lulus kuliah di UGM. “Mbak akan order beli dagingnya,” kata Syifa.

Saya “mbatin”, okey, berarti paling tidak ada “selebrasi” tahun ini.  Meskipun setiap tahun, setiap kali, memikirkan “selebrasi” kecil, termasuk makan nasi kuning dan tiup lilin untuk orang lain, termasuk anak dan suami, saya sendiri tidak pernah order apapun. Ya karena buat saya biasa saja.

Jumat, dua hari sebelum saya HUT, Kiki Zulkarnain dan Cahyarina Asri, dua sahabat sejak bekerja di ANTV, mengajak bertemu.  Di Hari Minggu.  Awalnya mau olahraga bareng. Tapi diputuskan untuk makan bareng.  Sarapan.  Pas HUT saya.  HUT Kiki di bulan Oktober, Yarin di bulan Agustus.  Sebelum era corona, kami mengupayakan bertemu, meskipun tak lagi sekantor.  Kiki masih di ANTV, Yarin di RCTI.

Tapi bahkan sebelum pandemi pun, pertemuan gak pernah pas di hari HUT  siapapun.  Jadi, kali ini dibikin pas HUT saya.  Jadilah kami, bertemu, sarapan, tiup lilin, di Hutan Kota, Senayan.  Ultah dengan protokol kesehatan #COVID19.  Pakai masker. Restorannya masih sepi,  jaga jarak maksimal ditetapkan. Kami pilih di teras, ada sirkulasi udara. Makan-makannya biasa.  Ngobrolnya yang meaningful.  Bermakna. Life in the time of corona.  Kami berbagai cerita keluarga, anak-anak, dan sedikit saja soal pekerjaan.

Siangnya ART memasak Nasi Kebuli untuk makan siang sekeluarga.  Enak.  Malam dimasakin keponakan barbecue ala Korea.

Jadi, ultah kali ini memang rada istimewa.  Bukan hanya karena dilalui saat pandemi, juga karena setidaknya ada dua “selebrasi”, by keponakan dan trio #powerpuffgirls.  Sejumlah teman mengirimkan makanan.  Alhamdulillah.

Tentu saja, setiap tahun saya bersyukur menerima ucapan virtual, lewat WhatsApp, Facebook (reminder ultah semua kawan hehehe), Instagram.  Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) membuatkan sebuah video ucapan selamat yang mengharukan.  Dibuat dengan niat, karena mereka terpisah di delapan provinsi.

Untuk semua itu, saya bersyukur, dan mengucapkan TERIMA KASIH atas doa-doa baik dan ucapan.

So, merayakan hut ke-53 tahun, apa artinya buat saya?

Saya meluangkan waktu sedikit lebih lama saat berdoa setelah salat.  Bersyukur masih sehat,  masih hidup, masih waras mental, bisa olahraga (belakangan gula darah agak naik, duh), bisa menghirup udara segar dan menikmati tanaman di halaman rumah dan Kebon Raya Bogor.  Masak. Masih punya rezeki berupa keluarga, teman dan penghasilan. Bisa menikmati hiburan nonton layanan streaming. Membaca buku, baik buku baru maupun lama. Menulis. Bersilaturahim, meskipun virtual.

Kalaupun ada hal yang selalu saya lakukan saat HUT, termasuk tahun ini, adalah memperbarui dan menguatkan niat untuk bermanfaat di sisa usia.  Mendoakan Darrel pun agar dia bermanfaat bagi sesama.

Pekan lalu saya menyisihkan 50 an baju dan 175 buku dari koleksi saya untuk diberikan ke yang membutuhkan.  Pandemi mengajarkan, yang kita butuhkan dalam hidup ini gak banyak, dan gak perlu mahal. Bahkan yang paling penting buat kita, adalah udara segar, lingkungan sehat dan sinar matahari pagi.  FREE.

Kalau kita mau sama-sama menjaganya.

Welcoming December 2020, still in the time of corona.

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Previous post
Di Balik Kejatuhan Gus Dur, Peran Arifin Panigoro Naikkan Megawati (1)
Next post
Di Balik Kejatuhan Gus Dur, Peran Arifin Panigoro Naikkan Megawati (2)

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *