Pameo Tikus Mati di Lumbung Padi
Energi pengambil kebijakan dalam bidang pangan tersedot urusan impor atau tidak impor beras. Apa kabar beras analog?
“Pemuda-pemudi! Engkau sekarang hidup dalam satu zaman yang penuh dengan soal-soal, satu zaman yang penuh dengan problem. Salah satu dari pada problem-problem itu ialah problem makanan rakyat. Engkau telah mengalami sendiri; di waktu akhir-akhir ini surat kabar-surat kabar dan tuturan di kampung-di kampung penuh dengan kata-kata; harga beras naik gila-gilaan, di sana-snini ada mengancam bahaya kelaparan, di desa ini dan di desa itu ada orang makan bonggol pisang, di daerah itu dan di daerah sana ada terdapat hoongeroedeem, di dukuh anu ada orang bunuh diri karena tak mampu memberi makan kepada anak-isterinya, dan lain-lain tuturan sebagainya lagi.
Dan sebagaimana biasa, selalu ada saja seorang yang dikambing hitamkan yang harus memikul segala kesalahan, atau segerombolan orang-orang yang dikambing hitamkan, karena disangka telah berbuat segala kesalahan. Terutama sekali orang-orang yang duduk dalam badan-badan pemerintahan harus bersedia menjadi kambing hitam itu, yang di atas kepalanya diturunkan segala hujan-hujan tuduhan yang segar-segar, yakni harus bersedia dijadikan orang yang selalu dihantam, yang kepalanya seperti ”kop van jut”.”
Dua alinea di adalah cuplikan pidato Presiden Soekarno, pada peletakan batu pertama pembangunan gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia pada 27 April 1952. Bung Karno secara berapi-api menjelaskan mengenai pentingnya soal pangan bagi kedaulatan sebuah bangsa.
Bung Karno menggambarkan bagaimana “perebutan” pangan yang dilakukan oleh negara di dunia untuk memenuhi gizi rakyatnya.
No Comment