Yang Saya Rindukan dari Ramadan
Di penghujung Ramadan, ada sesal atas sejumlah hal yang tak sungguh-sungguh saya lakukan. Time flies, tahu-tahu harus berpisah. Ada hal-hal yang membuat saya rindu Ramadan. Bagaimana dengan teman sekalian?
Insha Allah, ini hari terakhir Ramadan 1436 Hijriah. Wakil Presiden Jusuf Kalla kemarin berharap, tahun ini perayaan Iedul Fitri pada ! Syawal 1436, dapat berjalan bersama, antara pemerintah, pengikut Nahdlatul Ulama dan Muhamadiyah. Dua organisasi massa Islam terbesar ini beberapa kali melaksanakan Iedul Fitri di hari yang berbeda. Biasanya Muhamadiyah, yang menggunakan metode hisab akan merayakan 1 Syawal lebih dulu. Nahdlatul Ulama menggunakan metode rukyat hilal, bersamaan dengan pihak pemerintah. Begitupun, perbedaan selama ini diterima sebagai sebuah kewajaran. Islam membawa damai. Iedul Fitri membawa kita, umat Islam, kembali ke fitrahnya. Semoga.
Nah, di ujung Ramadan, selalu ada rasa nglangut. Sedih berpisah dengan bulan suci yang membawa rahmat, di mana ibadah kita dijanjikan ganjaran pahala berlipat oleh Allah SWT. Di bulan Ramadan Allah SWT begitu bermurah hati. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Dalam bulan biasa, pahala setiap kebajikan dilipatgandakan 10 kali lipat, namun dalam bulan Ramadan pahala amalan wajib dilipatgandakan 70 kali lipat dan amalan yang sunah disamakan dengan pahala amalan wajib di luar Ramadan.” (HR Muslim).
Ujung bulan Ramadan juga membuat kita merindukan apa yang biasanya kita lakukan selama Ramadan. Kali ini saya tidak akan membahas soal beribadah ya. Saya bukan ahlinya. Tapi saya mencoba mengingat apa saja yang pernah saya alami sejak kecil saat bulan Ramadan. Sebagian dialami juga setelah dewasa, dialami juga oleh generasi anak saya.
1. Takjil
Di bulan Ramadan yang namanya “takjil” mendadak ngetop. Dicari setiap hari. Arti kata “takjil” dalam bahasa Indonesia adalah penyegeraan berbuka puasa. Saya menemukan bahan yang diunggah Ahmad Sadariskar mengenai “takjil”. Jaman Nabi Muhammad SAW menggunakan kurma. Tapi sebenarnya bisa juga air putih. Kini kita mengenal ragam penganan untuk takjil. Dari kolak pisang sampai kolak biji salak (ini bukan dari biji salak beneran ya). Ada cendol. Bubur sumsum. Aneka gorengan. Yang paling popular adalah es buah buatan sendiri. Saya biasanya minum kombinasi cincau hitam, kolang-kaling atau sari kelapa dan serutan timun suri alias blewah yang ramai dijual selama Ramadan. Tentu saja setelah melakukan “takjil” meminum seteguk air teh manis. Kalau ada kurma yang makan kurma dulu. Variasi penganan takjil banyak, sampai ke kue-kue tradisional yang manis seperti klepon, Nagasari dan lapis Manado. Mungkin makanan manis-manis ini yang membuat sebagian orang yang berpuasa justru naik berat badannya selama puasa. Niatnya sih mengurangi berat badan.
Kini menyediakan penganan takjil bahkan sudah menjadi kebiasaan di komplek, di tingkat Rukun Tetangga, di mana-mana. Saya mendapat cerita bahwa di Mesjid Sunda Kelapa di kawasan Menteng, Jakarta, tiap hari disediakan ribuan porsi penganan takjil. Makan besar yang lengkap untuk berbuka puasa. Nasi kotak, bahkan dari resto terkemuka. Maklum lah, sekitar masjid dihuni para pejabat dan orang yang mampu secara ekonomi.
Di Yogyakarta, selama Ramadan konsumsi ayam naik. Penyediaan penganan takjil digilir diantara warga, mirip dengan di dekat rumah orang tua saya, di Pondok Gede. Rata-rata isi penganan takjil adalah nasi, ayam goreng atau ayam bumbu kecap, secuil sayuran, kerupuk dan buah. Juga segelas air mineral dalam kemasan untuk menyegerakan berbuka puasa. Ibu mertua saya cerita, bahwa begitu seringnya menu ayam ada dalam, penganan takjil, anak-anak kecil yang setiap hari berburu takjil akan bersorak,” pithik meneh!” Maksudnya, ayam lagi ?
Di berbagai masjid dan mushola di tanah air, jika kita sempat berbuka puasa di masjid, biasanya kita dapat sekotak penganan takjil. Di arena Masjidil Haram, Mekkah, jelang berbuka puasa banyak yang berderma, dengan menyediakan ratusan karung kurma, menatanya dalam piring kertas kecil dengan segelas air minum dan pisang.
Menyediakan penganan takjil adalah bagian dari empati dan berbagi bagi mereka yang tak bisa berbuka puasa di rumah. Bulan Ramadan adalah bulan berbagi.
2. Minum lebih banyak , makan buah lebih banyak
Harusnya ini dilakukan setiap saat. Tapi, berpuasa menjadi reminder, pengingat bagi saya. Karena kuatir dehidrasi, apalagi di musim kemarau seperti ini, saya menghitung dengan seksama dan displin mengkonsumsi air putih. Segelas teh hangat saat berbuka puasa. Dua gelas air putih (bisa termasuk es buah) saat makan. Empat gelas air putih antara waktu Isya sampai sebelum tidur. Tiga gelas air putihh saat makan sahur. Minimal 8 gelas cairan, lebih baik lebih. Di bulan lain, meskipun keinginan itu ada, suka lupa. Begitu juga dengan konsumsi buah segar dan sayur-sayuran.
3. Lebih peduli akan menu harian
Ini pengalaman sebagai anak, juga sebagai ibu. Saat kecil, saya selalu ingin tahu dan bertanya ke ibu saya, “hari ini kita buka puasa makannya apa?”. Sekarang setelah dewasa dan jadi ibu, saya jadi tahu rada pusing juga kalau tiap hari ditanyai seperti itu hahaha. Untungnya, anak saya makannya gampang. Yang penting ada tempe dan sambal cabe rawit dan bawang putih. Lauk dengan kandungan protein seperti ayam, telur, ikan itu bonus. Membuat nafsu makannya nambah. Dipikir-pikir, jaman saya kecil, mengetahui menu apa yang akan saya makan saat berbuka puasa itu seperti menambah semangat menuntaskan puasa ;-). Intinya, kita jadi peduli menu yang seimbang gizinya. Harusnya ini juga dilakukan di bulan lainnya ya
4. Buka puasa dengan teman lama jadi reuni
Buka puasa menjadi alasan untuk bertemu dengan teman lama. Tidak selalu pas waktunya. Tapi banyak orang memanfaatkan bulan Ramadan untuk berkumpul kembali menyambung silaturahim. Berbagai kantor atau organisasi juga membuat acara buka puasa. Acara dengan keluarga juga memanfaatkan momen di bulan suci.
5. Shalat di masjid
Pulang lebih cepat agar bisa berbuka-puasa di rumah, mengaji Al Qur’an, tidak saya bahas detil ya. Ini juga hal-hal yang membuat saya rindu bulan Ramadan. Tahun ini saya cuma sesekali shalat berjamaah jika ada acara berbuka puasa bersama. Tidak bagus prestasinya #hiks ?. Ini juga yang membuat saya sedih, dan berdoa semoga bisa diberikan kesempatan lagi berjumpa dengan Ramadan tahun depan.
Menulis My Ramadan Stories atau #ceritaramadan juga nggak lancar tiap hari. Banyak hal, termasuk merasa lebih mudah lelah. Jadi tidur cepat, atau bangun kesiangan. Faktor “U”? 😉 Ramadan tahun ini saya juga bersyukur bisa lebih banyak menemani anak saya berbuka puasa di rumah.
Anda punya hal-hal lain yang membuat rindu bertemu kembali dengan bulan Ramadan? Kembali membaca ke atas, poin 1 sampai 3 kog isinya terkait makanan ya? Ya mungkin karena terpengaruh pola makan yang berubah karena puasa #ngelesdeh
Tapi, yang soal rindu itu serius, dan semoga diperkenankan Allah SWT. Doa perpisahan dengan bulan Ramadan, sebagaimana disampaikan oleh suami saya ke grup whatssap keluarga kami, adalah : Allahumma la taj’al hadza akhiral ahdi bishiyamina lyyahu fain jaltahu faj’alni marhuman wa la taj’ani mahruman. Ya Allah, mohon jangan Engkau jadikan Ramadan ini sebagai shaum terakhirku. Tapi jikapun ini adalah Ramadan terakhirku, jadikan aku sebagai hamba yang Engkau rahmati, janganlah Engkau jadikan daku hamba yang terhalangi dari ampunan dan magfirahMu. Amien.
Apa nggak tambah sedih dan nglangut membaca doa itu? Berharap dikabulkan tentunya.
Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1 Syawal 1436 H teman dan keluarga. Mohon maaf lahir batin atas khilaf dan salah, baik lisan maupun tulisan, termasuk di media sosial .###
No Comment