HomeUncategorizedWakil Presiden yang Sering Cuma Jadi Ban Serep

Wakil Presiden yang Sering Cuma Jadi Ban Serep


Pemilihan Umum 2024 ini diikuti tiga calon presiden dan waki presiden. Ketiganya adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di nomor urut 1; Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di nomor urut 2; dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, di nomor urut 3.

Sesuai konstitusi UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu paket. Ihwal presiden dan wakil presiden diatur di Bab III UUD 1945, dalam bab bertajuk ‘’Kekuasaan Pemerintahan Negara’’. Di Pasal 4 Ayat 1 disebut, ‘’Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan berdasar Undang-Undang Dasar’’. Di ayat 2 disebut, ‘’Dalam menjalankan kewajibannya, presiden dibantu satu orang wakil presiden’’.

Faktanya, dalam perjalanan kepresidenan di Indonesia, presiden belum tentu ditemani wakil presiden. Pada 17 Agustus 1945, Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia bersama Mohammad Hatta. Sehari setelah kemerdekaan, Soekarno dan Hatta menjadi duet dwitunggal yang memimpin pemerintahan. Soekarno menjadi presiden, dan Hatta menjadi wakil presiden

Akan tetapi, perjalanan hubungan dua pendiri bangsa itu tidak mulus. Pada 1 Desember 1956, Hatta mundur, setelah ia menjabat sebagai wakil presiden selama 11 tahun. Hatta megirim surat pengunduran dirinya kepada ketua DPR saat itu, Sartono.

Bukan hanya sekali Mohammad Hatta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai wakil presiden. Pada Senin 23 Juli 1956, Ketua DPR Sartono menerima kejutan karena mendapat surat pengunduran dari Hatta.

“Merdeka. Dengan ini saya beritahukan dengan hormat, bahwa sekarang, setelah Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih rakyat mulai bekerja, dan Konstituante menurut pilihan rakyat sudah tersusun, sudah tiba waktunya bagi saya mengundurkan diri sebagai wakil presiden.

Segera, setelah Konstituante dilantik, saya akan meletakkan jabatan itu secara resmi,” begitulah isi surat tertanggal 20 Juli 1956 tersebut.
Surat tertanggal 20 Juli 1956 itu, membuat Sartono terkaget-kaget, karena isinya permintaan mengundurkan diri Hatta. Hubungannya dengan Presiden Soekarno yang mulai merenggang sejak Indonesia kembali ke negara kesatuan tahun 1950 menjadi alasan. Ia merasa tak sepaham lagi dengan Soekarno. Konflik dwitunggal Soekarno-Hatta terlihat gamblang di buku Demokrasi Kita.

Buku ‘’Demokrasi Kita’’ awalnya adalah tulisan Mohammad Hatta di Majalah Pandji Masjarakat, edisi 22 tanggal 1 Mei 1960. Karena banyak permintaan dari Masyarakat, tulisan itu kemudian dibuat terpisah menjadi sebuah buku dengan tebal 37 halaman.

Bisa dikatakan, buku ‘’Demokrasi Kita’’ merupakan luapan unek-unek Mohammad Hatta terhadap sikap Presiden Soekarno dalam memerintah. Di awal buku, Hatta langsung menyerang: Sejarah Indonesia sejak 10 tahun akhir ini banyak memperlihatkan pertentangan antara idealisme dan realita. Idealisme yang menciptakan suatu pemerintahan yang adil yang akan melaksanakan demokrasi sebaik-baiknya dan kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya. Realita pemerintahan, yang dalam perkembangannya kelihatan makin jauh dari demokrasi sebenarnya.

“Bagi saya yang sudah lama bertengkar dengan Soekarno tentang bentuk dan susunan pemerintahan yang efisien, ada baiknya diberikan fair chance kepada Presiden Soekarno untuk mengalami sendiri, apakah sistemnya itu akan menjadi suatu sukses atau suatu kegagalan,” tulis Hatta dalam buku yang berjudul Demokrasi Kita.

Sebagai wakil presiden, Hatta memang tidak mau sekadar sebagai ‘’ban serep’’, yang hanya berfungsi tatkala ban utama njebluk. Ia menandatangani maklumat yang punya arti penting bagi perjalanan republik ini, seperti Makumat Wakil Presiden Nomor X Tanggal 16 Oktober 1945, dan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang menjadi dasar pembentukan KNIP.

Maklumat Wakil Presiden Nomor X Tahun 1945 adalah keputusan tentang mengubah fungsi KNIP. Sebelum adanya MPR dan DPR, KNIP berfungsi sebagai pembantu presiden. Namun, setelah Wakil Presiden Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat Nomor X pada 16 Oktober 1945, fungsi KNIP berubah menjadi sebuah majelis legislatif, dan menentukan garis-garis besar haluan negara.

Adapun Maklumat 3 November 1945 adalah maklumat yang dikeluarkan oleh Wakil Presiden Indonesia Mohammad Hatta, berisi imbauan untuk mendirikan partai politik. Tujuan dari maklumat ini adalah untuk menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi dan mengimbau pendirian partai politik yang sebanyak-banyaknya . Dengan maklumat ini, pemerintah berharap supaya partai politik dapat terbentuk sebelum penyelenggaraan pemilu anggota badan perwakilan rakyat pada Januari 1946 .

Adanya maklumat itu menunjukkan bahwa ketika Mohammad Hatta menjabat sebagai wakil presiden (1945-1956), ia tidak hanya berperan mengendalikan administrasi ketatanegaraan dan pembangunan ekonomi. Ia juga mengurusi politik. Ia menandatangani maklumat-maklumat yang memiliki arti penting dalam pengertian politis atau yuridis.

Setelah Hatta mundur, Soekarno menjadi presiden tanpa wakil, sampai kemudian ia digusur oleh Soeharto dari kekuasaannya pada 1966. Ketika Soekarno sakit, dan menjadi tahanan rumah, Hatta menyurati Soeharto agar mengizinkan Soekarno berobat ke rumah sakit.
*****
Soeharto menjadi presiden ke-2, menggantikan Soekarno. Mula-mula Soeharto menjadi pejabat presiden, pada 12 Maret 1967, setelah pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno ditolak oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Soeharto kemudian resmi menjadi presiden pada 27 Maret 1968, setelah terpiih oleh MPR hasil pemilihan umum.

Pemilihan Umum 1971 merupakan awal mula hadirnya Orde Baru. Soeharto mengerdilkan partai-partai politik yang ia khawatirkan akan mengembalikan orang-orang Soekarno ke kekuasaan. Ia menghadirkan mesin kekuasaan baru, bernama Golongan Karya. PNI, Marhaen, Parkindo, Partai Katolik, dan partai lain yang ia curigai bakal mendukung orang-orang Soekarno, ia gabungkan menjadi Partai DEmokrasi Indonesia. Adapun partai-partai Islam, ia lebur menjadi Partai Persatuan Pembangunan.

Selama Soeharto berkuasa, hingga 1998, ia memiliki sejumlah wakil presiden, yaitu : Sri Sultan Hamengku Buwana IX (1973-1978); Adam Malik (1978-1983); Umar Wirahadikusumah (1983-1988); Sudharmono (1988-1993); Try Sutrisno (1993-1998); BJ Habibie (1998-1998).
Bisa dikatakan, wakil presiden tak punya banyak peran di era Soeharto. Ini karena dominasi Soeharto yang luar biasa di politik dan ekonomi. Ia sebagai panglima tertinggi, penguasa birokrasi, ia pula yang menguasai partai-partai politik. Soeharto tak perlu memikirkan mempertimbangkan keseimbangan politik tatkala memilih pembantunya sebagai wakil presiden.
Soeharto pertama kali menjadi Presiden Indonesia pada 12 Maret 1967 setelah pertanggungjawaban Presiden Soekarno ditolak oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) 1. Soeharto kemudian resmi menjadi Presiden pada 27 Maret 1968 setelah terpilih oleh MPR hasil pemilihan umum 12.
Soeharto adalah Presiden Indonesia ke-2. Ia menjabat sebagai Presiden dari tanggal **12 Maret 1967** hingga **21 Mei 1998** ¹. Ia menggantikan Soekarno sebagai Presiden Indonesia ¹. Apakah ada yang bisa saya bantu lagi?

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 2

No votes so far! Be the first to rate this post.

Previous post
Pemilu 2024: Politik Itu Dinamis, alias Gampang Berubah Haluan
Next post
This is the most recent story.

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *