HomeUncategorizedNASIB PETANI DAN NELAYAN DIBAHAS DI COP 20

NASIB PETANI DAN NELAYAN DIBAHAS DI COP 20

Laporan dari Lima,Peru

Sesi di COP 20 Lima, Nasib Petani dan Nelayan
Sesi di COP 20 Lima, Nasib Petani dan Nelayan

Perubahan iklim selalu memakan korban, mereka yang paling rentan da nada di garda terdepan penyediakan pangan: petani dan nelayan.  Apa saja usulan yang muncul di COP 20 di Lima?

Setiap kali Conference of Parties (COP) digelar, nasib petani selalu menjadi topik penting.  Perwakilan organisasi petani dari beragam negara juga selalu diundang.  Mereka mengirimkan delegasi dan pelobi untuk meyakinkan  pengambil keputusan di negara-negara anggota pertemuan perubahan iklim agar lebih peduli.  Petani dan nelayan, juga penduduk asli (indigineous people) adalah kelompok yang paling berat terdampak perubahan iklim.

Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian (IFAD) melaporkan bahwa petani kecil di negara berkembang lebih dari sekedar korban perubahan iklim.  Mereka juga berperan vital dalam solusi pemanasan global.  Laporan berjudul “Smallholder Andvantage”, membahas bagaimana investasi atas akses terhadap informasi perubahan cuaca, transfer teknologi dan kesiapan bencana membantu petani kecil dalam menyiapkan stok pangan bagi keluarganya.  Proses bertani yang berkelanjutan juga ikut menurunkan potensi keluaran karbon.

“Sekitar 500 juta petani kecil di seluruh dunia berperan penting dalam memastikan pasokan pangan bagi 4/5 penduduk di negara berkembang.  Kami menyadari pentingnya peran perempua dan laki-laki di pedesaan dalam mengoperasikan bisnis yang terkait dengan perubahan iklim.  Mereka ada di garda terdepan,” kata Kanayo F. Nwanze, presiden IFAD, di sela-sela acara COP 20 yang digelar di Pentagonita, Lima, Peru, pekan ini.

Nwanze menambahkan bahwa petani kecil yang secara langsung alami dampak cuaca yang berubah secara ekstrim, kurang mendapat peran dalam proses pengambilan keputusan di pertemuan global maupun regional terkait dengan perubahan iklim.  Laporan IFAD juga mencakup pendanaan perubahan iklim (climate finance) untuk petani. Dana ini adalah kumpulan dari pemain besar di industri pertanian, juga negara maju, yang bertujuan membantu adaptasi dan mitigasi bagi petani kecil.

Dana perubahan iklim, yang disebut Adaptation for Smallholder Agricultural Programe (ASAP) yang dikelola IFAD dimulai tahun 2012. Program ini menjadi yang terbesar di dunia untuk adaptasi perubahan iklim, mengelola dana komitmen sembilan donor bilateral, senilai US$ 350 juta dolar.  Melalui program ini IFAD dapat membantu meningkatkan ketahanan atas perubahan iklim bagi sekitar delapan juta petani di seluruh dunia, termasuk menggunakan proses pertanian yang cerdas, yang memanfaatkan teknologi yang dapat membantu petani soal kapan menanam, menanam apa dan praktik berkelanjutan lain di atas lahan sseluas satu juta hektar di berbagai negara berkembang.

Di Indonesia, sebagaimana yang dijelaskan direktur jendral Meteorologi dan Geofisika Doktor Andi E. Sakya, pemerintah melakukan program sekolah lapangan soal perubahan iklim bagi petani.  Programnya disebut “Climate Fields School”.  Ditjen BMVG juga nenyiapkan One Fisherman Village One Display untuk menyiapkan nelayan menghadapi perubahan iklim.

Pentingnya informasi perubahan iklim bagi petani dan nelayan juga digarisbawahi Cassandra de Young, perencana bidang perikanan di Organisasi Pangan Dunia (FAO).  Cassandra menyampaikan presentasi berjudul : Fisheries & Food Security, kaitannya dengan dampak perubahan iklim akibat badai El Nino yang meluruk ke negara-negara di kawasan Asia Timur.  Menurut Cassandra, penting mengintegrasikan kebijakan di level internasional, regional, maupun nasional terkait diseminasi informasi perubahan iklim maupun perumusan keputusan terkait petani dan nelayan.

“Setiap negara perlu membangun sistem nasional untuk adaptasi dampak perubahan iklim terhadap perikaanan dan usaha tambak (aquaculture),” kata Cassandra, di panel diskusi soal teknologi adaptasi perubahan iklim, di COP 20, pekan ini.  Organisasi Pangan Dunia yang menyelenggarakan program food for the world, sudah mulai menggunakan teknologi untuk mengantisipasi stok pangan yang harus mereka distribusikan setiap hari ke sekitar 500 juta penduduk di seluruh dunia.###

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Previous post
INFRASTRUKTUR: AKANKAH PRESIDEN JOKOWI DORONG INOVASI TEKNOLOGI?
Next post
BAGAIMANA INDONESIA ANTISIPASI BADAI EL NINO?

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *