Solusi Presiden Jokowi Rawan Interpelasi
Presiden batalkan pelantikan Budi Gunawan dan ajukan perppu plt pimpinan KPK. PDIP anggap Jokowi langgar UU Polri.
Apa yang bakal dilakukan calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Komisaris Jendral Polisi Badrodin Haiti terhadap kasus yang menjerat 21 penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kepemilikan senjata ilegal, bakal menjawab apakah hubungan KPK dan Polri bakal membaik, sebagaimana harapan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan publik.
Juga bagaimana kewibawaan dan sikap Badrodin Haiti yang saat ini menjabat wakil kepala Polri dengan kewenangan sebagai pelaksana tugas Kapolri, atas penanganan laporan terhadap dua pimpinan KPK, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain? Keduanya dilaporkan atas kasus yang terjadi jauh sebelum Adnan Pandu dan Zulkarnain menjadi calon pemimpin KPK.
“Lihat saja nanti,” itu jawaban Badrodin Haiti ketika ditanya pers. Dia juga menyatakan pemeriksaan Bareskrim Polri atas 21 penyidik KPK soal kepemilikan senjata api ilegal, sebagai hal wajar. Kabareskrim Komjen Budi Waseso, yang notabene bawahan langsung Badrodin di instansi penegak hukum itu, sebelumnya menunjukkan semangat segera mengenakan status tersangka atas 21 penyidik KPK.
Dalam pemeriksaan awal, penyidik Bareskrim mendapati rata-rata senjata api itu habis ijin kepemilikannya pada tahun 2011 dan 2012. Budi Waseso yang oleh media dipanggil dengan singkatan nama “BuWas” mengatakan para penyidik KPK tersebut dapat dijerat dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman kurungan penjara maksimal 12 tahun. Mengapa baru kali ini Bareskrim Polri tergerak memeriksa kepemilikan senjata penyidik KPK? Tentu tak lepas dari reaksi atas penetapan tersangka atas Budi Gunawan.
Media juga menyajikan informasi bahwa pencalonan Badrodin Haiti sebagai calon tunggal kapolri didukung Komjen Pol Budi Gunawan yang saat ini menjabat Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri. Budi Gunawan adalah calon tunggal Kapolri pilihan Jokowi dan parpol pendukungnya di Koalisi Indonesia Hebat. Kontroversi pencalonan Budi Gunawan bisa dibaca di sini: Kontroversi Kapolri pilihan Jokowi dan di sini: Tamparan keras, calon Kapolri pilihan Jokowi tersangka korupsi.
The rest is history. Empat puluh hari gonjang-ganjing politik dan hukum, masa gelap pemberantasan korupsi, yang dipicu oleh sikap Jokowi. Sikap kepala eksekutif negeri.
Pengumuman Jokowi disambut lega. Bahkan puja-puji. Jokowi dianggap berani bertindak melawan partai politik, termasuk PDIP dan Megawati Sukarnoputri yang keras mendukung Budi Gunawan untuk segera dilantik. Jokowi juga dianggap berpihak pada rakyat yang ingin agar Polri dipimpin sosok yang bersih. Jokowi dianggap berkomitmen melanjutkan pemberantasan korupsi dengan memberikan solusi bagi KPK yang pimpinannya terancam menjadi tersangka Bareskrim. Dua sudah menyandang status itu. Jokowi juga dianggap membantah dugaan bahwa di era kepresidenannya, KPK bakal bubar.
Nuansa yang ditangkap dari percakapan di media sosial ksesudah Jokowi mengumumkan pembatalan pelantikan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri, adalah positif. Belum ada lembaga riset media sosial yang mengumumkan. Tapi, jika data trending topic yang disajikan medium Twitter menjadi rujukan, kemarin hastagh #JokowiKita yang diinisiasi pendukung kuat Jokowi, berhasil menjadi trending topic dunia. Baca di sini: #JokowiKita jadi trending topic di Twitter.
Membaca sikap dan jawaban dari kedua jendral bintang tiga di Polri itu, saya mengerem rasa lega berlebihan atas jumpa pers dan keputusan Presiden Jokowi yang disampaikan kemarin sore (18/2) di Istana Bogor. Ini transkrip lengkapnya:
Sehubungan dengan pengangkatan Komisaris Jenderal Polisi Drs Budi Gunawan sebagai Kapolri telah menimbulkan perbedaan pendapat masyarakat, maka untuk percepatan ketenangan serta memperhatikan kebutuhan kepolisian negara republik Indonesia untuk segera dipimpin oleh seorang kapolri yang definitif, maka hari ini kami mengusulkan calon Kapolri yaitu Komisaris Jenderal Polisi Drs Badrodin Haiti untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Kapolri.
Yang kedua, saya memutuskan saudara Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan untuk terus memberikan kontribusi terbaik untuk Kepolisian Republik Indonesia untuk makin profesional bekerja untuk rakyat. Kontribusi ini dapat dilakukan dalam posisi dan jabatan apa pun yang nanti diamanahkan kepadanya.
Dan ketiga karena adanya masalah hukum pada dua pimpinan KPK yaitu saudara Abraham Samad dan saudara Bambang Widjojanto serta satu kekosongan pimpinan KPK maka sesuai peraturan perundangan yang berlaku, saya akan mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara dua pimpinan KPK dan selanjutnya akan dikeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perppu untuk pengangkatan pimpinan sementara anggota KPK, demi keberlangsungan kerja di lembaga KPK.
Setelah itu diikuti dengan penerbitan 3 Keppres pengangkatan 3 orang anggota smeentara pimpinan KPK yaitu, saudara Taufiqurrahman Ruki, saudara Profesor Dr Indriyanto Senoadji, dan saudara Johan Budi.
Untuk mempersingkat kepada Kepolisian Republik Indonesia dan KPK untuk menaati rambu-rambu atau hukum untuk menjaga keharmonisan hubungan antara lembaga negara.
Demikian yang bisa saya sampaikan terima kasih Wassalamualaikum Wr Wb.
Trankrip saya salin dari laman detik.com.
Bagaimana reaksi KPK?
“Apa yang dilakukan Presiden Jokowi harus diapresiasi, “ kata Johan Budi. Mantan wartawan yang kemarin (18/1) ditunjuk Presiden Joko “Jokowi” Widodo sebagai pelaksana tugas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, yakin bahwa langkah yang ditempuh presiden bertujuan untuk mengembalikan hubungan baik antara KPK dan Polri. Cerita dibalik penunjukan Johan Budi bisa dibaca di sini: Cerita di balik penunjukan Johan Budi sebagai pimpinan KPK.
Kalau reaksi Johan Budi yang disampaikan kepada Rappler Indonesia, adalah gambaran sikap jajaran lembaga anti rasuah yang berkantor di kawasan Kuningan, Jakarta itu, kita boleh merasa lega. Untuk saat ini. Johan Budi selama menjadi juru bicara KPK menjadi salah satu idola publik pro pemberantasan korupsi. Reaksi positif dia atas keputusan Jokowi yang disampaikan dalam jumpa pers di Istana Negara kemarin bisa dibaca sebagai cahaya terang di ujung lorong.
Bukankah, aksi demo mendukung KPK, mendukung pemberantasan korupsi, notabene dilakukan untuk menyemangati Johan Budi dan kawan-kawannya di KPK? Ini salah satu aksi itu: Presiden, Ini Gebrakan Perempuan Anti Korupsi. Jangan lupa, Budi Gunawan batal dilantik, tapi Jokowi tetap mengharapkan dia aktif di polri, dan dijanjikan posisi lain. Presiden melalui konperensi pers di Istana Bogor itu juga menunjuk tiga pelaksana tugas pimpinan KPK, untuk menggantikan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang berstatus tersangka polisi dan akan diberhentikan melalui keputusan presoden.
Jokowi memenuhi tuntutan pendukung KPK agar Budi Gunawan tidak dilantik sebagai kapolri. Bisakah ini diartikan ancaman terhadap KPK menyurut?
Tunggu dulu.
Bahkan Johan Budi pun terancam menjadi tersangka Bareskrim Polri atas dugaan kasus pelanggaran etik. Johan Budi termasuk dalam jajaran yang dilaporkan ke Markas Besar Polri, 10 Februari 2015 oleh Andar M Situmorang, pimpinan LSM Goverment Against Corruption and Discrimination (GACD). Profil Johan Budi, dua plt pimpinan KPK dan rekam jejak mereka terkait kasus hukum bisa dibaca di sini: Profil 3 pimpinan baru KPK: polisi, mantan wartawan, dan ahli hukum.
Jokowi melanggar UU?
Saya bukan pakar hukum. Jadi saya mencoba mencermati isi konperensi pers Presiden Jokowi dan membaca dua Undang-Undang terkait dengan pidato itu, yakni UU Kepolisian No 2/2012 dan UU KPK No 30/2002.
Ini kutipan dari Pasal 11 UU Kepolisian mengenai pengangkatan Kapolri:
(1) Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(2) Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan
Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.
(3) Persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap usul Presiden
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan dalam jangka waktu paling
lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh
Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban dalam waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), calon yang diajukan oleh Presiden dianggap
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(5) Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan
mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(6) Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
(7) Tatacara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (6) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
(8) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain yang
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri
Presiden Jokowi mengajukan Badrodin Haiti sebagai calon kapolri, kemarin (18/2). Ketua DPR Setya Novanto mengaku ditelpon Jokowi sebelum presiden melakukan jumpa pers. DPR mulai hari ini memasuki masa reses, dan baru bersidang kembali sesudah 22 Maret 2015. Artinya, Jokowi harus menunggu lebih dari 30 hari sebelum DPR membahas surat pencalonan Badrodin Haiti. Jangka waktu 20 hari kerja sebagaimana diatur dalam ayat (3) Pasal 11 di atas, adalah di luar hari libur dan masa reses.
Ketua DPR Setya Novanto mengatakan pihaknya belum menerima surat resmi pembatalan pelantikan Budi Gunawan dan pencalonan Badrodin Haiti. Setya Novanto yang politisi dari Partai Golkar mengatakan pihaknya belum mengetahui apa yang menjadi pertimbangan-pertimbangan Jokowi. “DPR tak mungkin menggelar rapat ataupun memproses calon Kapolri melalui fit and proper test selama masa reses. Ini peraturan. Reses semua anggota saya minta kembali ke dapil untuk bekerja,” kata Novanto kepada pers di gedung parlemen, kemarin.
Jika tenggat waktu 20 hari terlampaui dan DPR tidak memberikan respon menerima atau menolak calon kapolri yang diajukan Presiden, maka menurut ayat (4) UU Polri, DPR dianggap menerima usulan Presiden. Badrodin Haiti secara de ju re menjadi Kapolri. Presiden tinggal melantik. Situasi ini pula yang sebenarnya terjadi dengan Budi Gunawan sesudah Hakim Sarpin memutuskan status tersangka Budi Gunawan batal, sebagaimana laporan ini: Masyarakat Indonesia kecewa Budi Gunawan batal jadi tersangka korupsi.
“Dengan status bebas, maka Budi Gunawan bisa dilantik menjadi kapolri. Tapi kemarin Jokowi memutuskan batal. Kita tunggu apakah DPR menerima alasan itu dalam tenggat waktu yang diberikan UU,” kata Profesor Jimly Ashidiqie, ketika saya telepon Kamis siang (19/2). Menurut dia, keputusan Jokowi memberikan ketenangan kepada masyarakat yang tidak menghendaki Budi Gunawan menjadi kapolri untuk saat ini.
Jika kemudian KPK tidak segera menempuh proses sesuai prosedur untuk menetapkan kembali Budi Gunawan sebagai tersangka atas bukti yang cukup, maka status Budi Gunawan adalah orang bebas. “Dia bisa dilantik menjadi kapolri, setiap saat. Itu jika Jokowi masih mau mencalonkan Budi Gunawan. Kalau DPR kan sudah memutuskan tidak masalah dengan sosok Budi Gunawan,” kata Jimly.
Apakah Jokowi serius mendengarkan protes publik atas pencalonan Budi Gunawan, atau sekedar mengulur waktu? Kita akan lihat dalam 60 hari ke depan. KPK tentu harus bergerak cepat, jika ingin membuktikan reputasi dan kemampuannya dalam memberantas korupsi. Reputasi yang tergerus oleh kasus yang membelit ketua KPK Abraham Samad, jika kasusnya terbukti benar.
Jika DPR memutuskan menerima Badrodin Haiti sebagai kapolri, Budi Gunawan juga berhak untuk jabatan wakapolri. Lagi-lagi, jika KPK gagal membuktikan bahwa Budi Gunawan pantas dikenakan status sebagai tersangka.
Risiko perppu ditolak DPR
Ketua Partai Golkar versi Musyawarah Nasional di Bali, Aburizal Bakrie mengatakan mengapresiasi Badrodin Haiti sebagai lulusan terbaik di angkatannya. Tapi, Aburizal menyatakan dia menyerahkan sepenuhnya kepada DPR apakah Badrodin layak menjadi kapolri. “Kita menunggu penjelasan kenapa Pak Budi Gunawan tidak jadi dilantik,” kata Ical, saat rapat konsultasi nasional DPP dan DPD Partai Golkar se-Indonesia di Denpasar, Bali (18/2). Menggantung.
Ketua DPP PDIP, Trimedya Panjaitan, mengatakan partainya kecewa dengan keputusan Jokowi. Menurut dia, hingga Rabu pagi (18/2) PDIP masih yakin Jokowi bakal melantik Budi. Apalagi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menerima gugatan praperadilan yang diajukan Budi terkait penetapannya sebagai tersangka oleh KPK. Menurut Trimedya, hasil pengadilan itu seharusnya menjadi dasar bagi Jokowi untuk melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Jadi, dengan fakta bahwa pencalonan Badrodin baru akan diproses di masa sidang DPR berikutnya, maka bisa disimpulkan, posisi dan kewenangan Badrodin Haiti selama 30 hari (ditambah 20 hari kerja) ke depan sama dengan sekarang. Wakapolri dengan kewenangan kapolri. Maka, bukti bahwa dia layak menjadi kapolri yang diharapkan publik, adalah bagaimana dia bersikap atas proses penanganan kasus terkait pimpinan dan penyidik KPK, sebagaimana saya sampaikan di awal tulisan.
Bahkan jika nantinya Badrodin sah dilantik sebagai kapolri, tanpa terobosan berarti dan Kabareskrim BuWas tetap bersikeras melanjutkan kasus-kasus terkait pimpinan KPK dan penyidiknya, maka situasi antara Polri dan KPK bagaikan menyimpan bara api dalam sekam. Status quo. Bedanya cuma Budi Gunawan tidak dilantik. Untuk sementara waktu. Berapa bulan?
Itu dari sisi UU Polri. Sekarang bagaimana dengan UU KPK No 30/2002?
Di sini saya mencermati rencana Jokowi mengusulkan peraturan pemerintah pengganti UU (perppu). Jokowi melakukannya untuk merespon situasi setelah dua pimpinan KPK, yaitu ketua Abraham Samad dan Bambang Widjodjanto, dinyatakan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Perppu menjadi landasan pengangkatan pimpinan sementara anggota KPK, untuk keberlangsungan kerja di lembaga KPK.
Usulan perppu sebagai solusi kisruh KPK-Polri menjadi debat dalam pekan-pekan terakhir. Ada debat soal perlu tidaknya perppu imunitas. Ini pro-kontranya http://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/81961-pro-kontra-perppu-imunitas-kpk. Usulan ini kandas. Yang dipilih Jokowi adalah perppu mengajuan pelaksana tugas pimpinan KPK?
Dari tiga nama yang dicalonkan Jokowi untuk dimintakan persetujuan ke DPR, ada satu nama, yakni Taufiqurrahman Ruki, melewati batas usia yang disyarakatkan UU untuk menjadi pimpinan KPK. Ruki berusia 68 tahun, sedangkan UU KPK menyebutkan, bahwa syarat pimpinan KPK, antaralain, “berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun dalam proses pemilihan. ” Tercantum dalam Pasal 29 (e).
Ini peluang bagi DPR menyoal isi perppu. Juga penunjukan orang. Asumsinya bahwa kubu Istana tidak melakukan pendekatan politik ke Senayan. Saya yakin sudah. Jadi, bisakah kelebihan usia plt pemimpin KPK diterima? Ini soal teknis?
Ingat, yang disoal Budi Gunawan dalam sidang praperadilan soal pengenaan status tersangka, ya soal teknis juga. Prosedur.
Profesor Jimly Assidiqie menyatakan bahwa pilihan membuat perppu sebaiknya dihindari kecuali benar-benar dalam keadaan genting. Mendesak. “Perppu itu cermin malas berpikir,” kata dia. Selama 32 tahun Presiden Soeharto, hanya diterbitkan 8 perppu. Di era SBY, ada 18 perppu. “Sedikit-sedikit buat perppu. Padahal ini artinya membuat UU. Karena harus dilakukan dengan persetujuan DPR,” kata Jimly.
Jimly yang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi adalah anggota Tim 9, yang diundang Jokowi untuk memberikan masukan terkait kisruh Polri-KPK pasca pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri. Ini rekomendasi tim 9 Syafii Maarif: Ada partai yang menekan Jokowi.
Salah satunya membatalkan pelantikan Budi Gunawan.
Segenting apa situasi saat ini? Saat kisruh KPK dan Polri berlanjut dengan proses kriminalisasi terhadap pimpinan dan penyidik KPK?
“Ingat Dekrit 5 Juli 1959? Kurang genting apa? Itu bentuknya keputusan presiden. Kita mengenalnya sebagai dekrit. Menurut saya, seharusnya Presiden Jokowi menerbitkan keppres. Tidak perlu perppu. Jika ada yang tidak setuju terhadap keppres, ada sarana hukum untuk menggugatnya, melalui peradilan Tata Usaha Negara. Mungkin prosesnya bisa 7-8 bulan. Tapi sementara itu keppres efektif sebagai dasar bekerja pelaksana tugas pimpinan KPK,” kata Jimly.
KPK bisa memanfaatkan waktu itu untuk bekerja. Masa tugas pimpinan KPK saat ini termasuk plt usulan Jokowi adalah sampai akhir 2015.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah keputusan presiden yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno, yang isinya adalah pembubaran badan konstituante hasil pemilu 1955, dan kembali berlakunya UU Dasar 1945, setelah sempat berlakunya UU Dasar Sementara 1950.
Jadi, kata Prof Jimly, Jokowi menempuh risiko ketika memilih mengajukan perppu untuk mengangkat plt pimpinan KPK. “DPR akan melihat celah untuk menyoal perppu. Dasarnya kuat. UU KPK, “ kata Jimly.
Sebelum konperensi pers Jokowi, Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto mengatakan perppu, adalah jalan keluar cepat, namun tak tepat. Karena, menurut dia rencana tersebut berujung pada pengujiannya ke DPR. “Kalau nanti (perppu) enggak disetujui DPR bagaimana. Kan bisa gugur,” kata dia saat ditemui usai Paripurna DPR RI, di Jakarta, Rabu (18/2).
Agus Hermanto, politisi Partai Demokrat menyarankan, agar presiden mempertimbangkan untuk menghindari keluarnya perppu pengganti Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto. Lebih baik, kata dia, jika presiden segera membentuk Panitia Seleksi Pemimpin KPK ke Komisi III DPR.
DPR sudah menguji dan meloloskan dua orang untuk menjabat Pemimpin KPK. Mereka adalah mantan Ketua KPK, Busyro Muqaddas dan Robby Arya. Keduanya, lolos dalam uji seleksi kelayakan di Komisi III semasa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memerintah. Johan Budi mengatakan bahwa KPK mengajukan tujuh nama calon plt kepada Presiden, melalui sekretaris negara. Termasuk di dalamnya adalah anggota tim 9. Tak satupun calon disebutkan dalam jumpa pers Jokowi.
Sikap Agus Hermanto, yang juga adik ipar Ani Yudhoyono, berubah setelah Jokowi mengumumkan Taufiqurrahman Ruki sebagai salah satu plt. Dia mengapresiasi langkah Jokowi. “Pak Ruki kan mantan pimpinan KPK, dia juga dari Polri jadi cocok untuk menjembatani hubungan kedua lembaga yang sekarang sedang panas,” ungkap Agus. Dia juga membantah, bahwa SBY adalah orang yang diuntungkan dengan dipilihnya Taufiqurrahman Ruki yang juga pimpinan KPK pada masa SBY menjadi presiden. Ruki menjabat ketua KPK pada periode 2003-2007, ketika lembaga ini baru dibentuk, di era Presiden Megawati Sukarnoputri.
Menurut Jokowi, perppu akan dilanjutkan dengan keppres pelantikan tiga plt pemimpin KPK. Rencananya, Jokowi akan melantik Johan Budi, Taufiqqurrahman Ruki dan Indriyanto Senoadji, besok Jumat (20/2). Mereka diharapkan bisa segera bekerja, terutama menjalin komunikasi dan memperbaiki hubungan dengan polisi. Setelah masa persidangan III DPR dimulai, DPR punya waktu 30 hari untuk membahas. Keputusannya bisa ditolak atau diterima.
Dasar hukum perppu adalah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal ?22 ayat (1) yang menjelaskan dalam kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perppu.
Dalam ayat selanjutnya diatur Perppu itu harus mendapat persetujuan dari DPR dalam persidangan yang berikutnya. Apabila tak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
“Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut,” demikian bunyi Pasal 22 Ayat (2) UUD 1945.
Perppu semacam ini sebenarnya juga pernah dikeluarkan oleh Presiden SBY pada 2009, namun perppu Plt KPK yang dikeluarkan SBY itu lantas ditolak oleh DPR. Plt pemimpin KPK saat itu, Tumpak Hamonangan, harus berhenti segera setelah perppu ditolak.
Perppu yang dikeluarkan SBY itu adalah Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Plt Pimpinan KPK. Perppu itu ditolak DPR untuk disahkan menjadi Undang-undang pada rapat paripurna pada 4 Maret 2010. Plt pemimpin KPK saat itu, Tumpak Hamonangan, harus berhenti segera setelah perppu ditolak.
Dasar penerbitan perppu di era SBY itu adalah berkurangnya jumlah pimpinan KPK akibat proses hukum. Saat itu terjadi polemik yang dikenal dengan istilah populer ‘Cicak versus Buaya’. Pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah dijadikan sebagai tersangka karena dituding terlibat kasus dugaan penerimaan suap. Sedang ketua KPK, Antasari Azhar terjerat kasus penembakan Nasrudin Zulkarnaen.
Lobi politik bendung interpelasi
Sulit untuk mempercayai bahwa keputusan Jokowi untuk batal melantik Budi Gunawan, dan mencalonkan Badrodin Haiti, sampai solusi kepemimpinan KPK dan figur yang diangkat besok, dilakukan tanpa konsultasi dan lampu hijau dari Megawati Sukarnoputri dan KIH. Pula KMP. Justru sikap legowo Budi Gunawan mendukung Badrodin menjadi salah satu indikasi terbuka.
Saya berharap Badrodin menggunakan kewenangannya sebagai kapolri sebagaimana yang diharapkan publik. Sosok Badrodin bukannya tanpa catatan. Namanya pernah dikaitkan dengan daftar pemilik rekening gendut di kalangan petinggi polri. Soal ini Badrodin Haiti menganggap masalahnya sudah clear. Ini jawabannya: Badrodin Haiti Masuk Daftar Perwira Pemilik Rekening Gendut.
Pihak Nasdem sudah menyatakan mendukung keputusan Jokowi. Sikap ini disampaikan sekjen partai Nasdem, Patrice Rio Cappella. Padahal, Nasdem dan PDIP paling kencang mendukung pelantikan segera Budi Gunawan. Sikap ini terlihat dari arah pemberitaan media yang dimiliki oleh pendiri dan ketua umum Nasdem, Surya Paloh.
Jadi, yang akan terjadi dalam sebulan ke depan adalah lobi politik yang kencang dari pihak Istana ke parpol, melanjutkan lobi menggolkan APBN-P.
“Tidak berlebihan kalau disebutkan bahwa pemerintahan Jokowi ini tergantung pada koalisi merah putih,” kata seorang politisi di koalisi yang saat pemilihan presiden mendukung Prabowo Subianto. Saat saya telpon siang ini, dia mengatakan daftar alasan untuk menyoal keputusan Jokowi dalam konteks pelanggaran UU, sudah berderet.
Diantaranya adalah pemberlakukan program kartu sehat sebelum pengesahan APBN-P 2015 yang baru diketok 15 Februari 2015. Perpanjangan ijin ekspor mineral mentah untuk PT Freeport Indonesia juga rawan pelanggaran UU. Juga proses penggantian kapolri.
“Para ketua umum parpol di KMP bersepakat, Jokowi harus didukung untuk menuntaskan masa jabatannya. Pak Prabowo bilang demikian, juga Pak Aburizal. Kalau PAN, siapapun yang jadi ketua umum berikutnya, tergantung sikap Pak Amin Rais. Di sana kan ketua umum itu seperti CEO. Sejauh ini Pak Amin Rais tetap kompak dengan sikap KMP,” kata politisi ini.
Semalam, usai pertemuan di rumah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, PDIP menyatakan menghormati keputusan Presiden Jokowi membatalkan pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan menjadi Kapolri.
Ada catatan lanjutan dari sikap PDIP. “Keputusan Presiden tersebut tentu saja akan menyulitkan posisi Fraksi PDIP sebagai fraksi partai pemerintah di DPR untuk membela kebijakan presiden Jokowi soal Kapolri tersebut, ketika ada fraksi-fraksi lain di DPR yang mengusulkan interpelasi,” kata Wakil Sekjen Ahmad Basarah lewat pesan tertulisnya yang diterima detikcom, Rabu (18/2/2015). Basarah juga menjelaskan bahwa PDIP telah melanggar UU Polri, ketika membatalkan calon kapolri yang sudahg disetujui DPR. “Karena itu Jokowi rawan kena interpelasi,” ujar Basarah.
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk mempertanyakan keputusan pemerintah/presiden. “Tidak satupun norma dalam UU Polri yang memberikan kewenangan kepada Presiden jika dia tidak melantik seorang calon kapolri yang telah mendapatkan persetujuan secara resmi dari DPR,” tutur Basarah.
Dengan lansekap sikap politik parpol seperti ini, selain memonitor lobi ketat yang akan berlangsung dalam sebulan ke depan untuk menggolkan solusi ala Jokowi atas kisruh Polri vs KPK, bagaimana masa depan KPK juga perlu menjadi perhatian publik. Tidak ada lobi yang gratis. Sikap PDIP yang mendukung dengan catatan “nggak janji deh”, itu bisa dibaca sebagai, “jika Jokowi tetap mengharapkan dukungan kami, apa yang bisa ditawarkan?”.
Melalui media, kita membaca sikap elit PDIP yang mengkritisi beberapa menteri kabinet Jokowi. Apakah penggantian sosok menteri dalam bulan-bulan ke depan menjadi salah satu opsi untuk tetap mendapat dukungan itu?
Jimly Ashidiqie menyarankan Jokowi dan DPR menggunakan momentum ini untuk memperbaiki mekanisme dan prosedur di KPK maupun polri. “Jangan sampai keriuhan yang muncul selama beberapa pekan ini tidak diambil pelajaran. Hikmahnya. Sehingga setiap saat bisa berulang,” kata Jimly.
Ada benarnya. Kemelut yang dialami KPK dalam kaitannya dengan hubungan dengan Polri pernah terjadi di era SBY. Tapi, yang terjadi di era Jokowi lebih parah. Selain berlarut-larut, kali ini kriminalisasi mengancam KPK secara sistematis dan masif. Pidato Jokowi di Istana Bogor belum cukup menjamin kriminalisasi itu berakhir.
Jokowi bahkan tidak menyinggungnya kecuali berharap hubungan kerja yang lebih harmonis antara dua institusi. ###
No Comment