Perempuan Bankir Tidak Setuju Cuti Hamil Ditambah
Ide cuti hamil dan melahirkan 6 bulan kurang bergaung di kalangan pemimpin bisnis perempuan. Alasannya, bisa mengurangi minat perusahaan rekrut karyawati
Rabu sore (22/4), sejumlah perempuan yang memimpin bank di Indonesia berkumpul di sebuah ruangan di Financial Club, Graha Niaga, Jalan Jendral Sudirman, Jakarta. Mereka membahas Komite Masyarakat Perbankan Peduli. “Kita sedang menyusun program kerja,” kata Lisawati, wakil presiden direktur Bank Jasa Jakarta, sebuah bank swasta. Sejak kemarin, saya menanyakan pendapat Lisawati, soal usulan menambah masa cuti hamil dan melahirkan bagi karyawati.
Dalam tulisan yang dimuat Rappler Indonesia pekan lalu, berjudul Mengapa saya memberikan cuti hamil 6 bulan kepada karyawati, Kokok Dirgantoro menceritakan alasannya memberikan cuti hamil dua kali lebih lama ketimbang aturan ketenagakerjaan yang resmi. Kokok menyebut perusahaan yang dikelolanya tergolong kecil.
“Kalau memikirkan keinginan kaum perempuan, memang lebih enak. Tapi bagi perusahaan akan terasa semakin berat karena harus menambah tenaga kerja,” jawab Lisawati. Saya mengenalnya saat November tahun lalu menjembatani kerjasama antara perkumpulan alumni Eisenhower Fellowship dengan Ladies Banker mengadakan women leaderships gathering. Lisawati adalah salah satu pengurus Ladies Banker yang beranggotakan para perempuan yang menduduki posisi direksi, maupun komisaris di perbankan di Indonesia.
Kemarin (21/4) pertanyaan yang sama saya ajukan kepada senior Ladies Banker, Roosniati Salihin. Wakil Presiden Direktur Panin Bank ini saya kenal sejak saya meliput di lingkungan perbankan awal tahun 1990-an. Kepada saya, Roosniati pernah menceritakan aktivitasnya di Yayasan Titian Masa Depan.
No Comment