BUKBER JK: DISKUSI "SERSAN" DAN MAKANAN UNIK
Ramadan Journey 2013
Day 21
Malam itu diskusi serius tapi santai, “sersan”, mengalir menjamah beragam isu. Dari krisis kepemimpinan di partai politik yang ada di Indonesia, pemanfaatan anggaran yang dihemat dari turunnya subsidi bahan bakar minyak (bbm), bonus demografi di Indonesia yang bisa menjadi bom waktu, hingga konvensi Partai Demokrat. Diskusi diadakan usai buka puasa bersama di kediaman pribadi Wakil Presiden Ri 2004-2009 H.M.Jusuf Kalla. Yang hadir kalangan politisi, pengamat, pakar, pengusaha, aktivis Dewan Mesjid Indonesia dan ormas Islam. Yang nampak menonjol adalah keluarga besar alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dari angkatan senior semacam Bang Fahmi Idris sampai tokoh muda Prof Anies Baswedan Rektor Universitas Paramadina.
Lainnya adalah kalangan yang dekat karena pernah atau masih bekerjasama dengan Pak JK, sebutan akrab sahibul bait. Ada Mbak Yani Motik bendahara Palang Merah Indonesia, Mbak Emmy Hafild yang melibatkan Pak JK dalam kampanye agar Pulau Komodo masuk dalam New Seven Wonders, Ibu Erna Witoelar, Prof Azyumardi Azra, pemilik Harian Fajar Alwi Hamu, tokoh Golkar seperti Chairuman Harahap dan Tajuddin Noer Said, serta ex Golkar yang kini berlabuh di Partai Nasional Demokrat seperti Ferry Mursyidan Baldan dan Enggartiasto Lukita. Mantan pejabat di kantor wakil presiden cukup lengkap, pula ekonom Prof Didik J Rachbini yang juga ketua Yayasan Universitas Paramadina dan Effendy Ghazali pakar komunikasi politik dari UI.
Hm..saya tentu tidak akan menyebutkan satu per satu yang hadir semalam ya, meskipun sebagian besar dari 100-an yang hadir saya kenal cukup baik karena pernah menjadi narasumber. Beberapa nama di atas saya sebutkan untuk menggambarkan luasnya jejaring yang dibangun Pak JK. Sebenarnya ya seluas Indonesia. Siapa sih yang tidak kenal beliau?
Acara bukber dimulai dengan tausiyah mantan Ketua PB NU Hasyim Muzadi yang mengupas pentingnya meningkatkan amalan dan ibadah di 10 hari terakhir bulan Ramadan, serta hikmah Lailatul Qodar. Pak Kyai Hashim tak lupa menyinggung perkembangan terbaru di Timur Tengah, khususnya di Mesir dan Suriah. “Penuh rasa prihatin kita saksikan begitu banyak nyawa rakyat jadi korban hanya karena keinginan menurunkan pemimpin,” ujar Kiai Hashim Muzadi. Kalau mendengar yang seperti ini kita memang harus bersyukur, reformasi 1998 kita lalui dengan cukup damai. Tentu kita tidak melupakan korban jiwa termasuk para mahasiswa yang harus gugur sebagai Pahlawan Reformasi.
Saya tidak akan men gutip kata per kata pembicaraan malam itu. Dinda Anies Baswedan..panggilan dari senioren HMI, didaulat memandu diskusi pasca buka puasa. Anies mengundang Prof Didik Rachbini, Marwan Batubara, Effendy Ghazali, Bang Fahmi Idris dan lainnya untuk maju ke depan dan bicara. Sebagian pembicaraan diminta tidak untuk dipublikasikan. Yeaaa, sebenarnya nggak seru sih, masak para pakar dan pengamat ini masih berahasia? Hehehe.
Diantara yang boleh diceritakan adalah kisah bagaimana Pak JK dalam perjalanan dengan pesawat milik keluarga, berdiskusi dan memutuskan memunculkan Joko Widodo alias Jokowi sebagai calon gubernur DKI Jakarta. Keputusan ini lantas dikomunikasikan ke pihak Ibu Megawati Sukarnoputri. Pendek kata, sebelum Prabowo Subianto yang belakangan merasa paling berperan mendukung Jokowi, Pak JK lebih dulu. Yang bisa mengkonfirmasi hal ini ya tentunya Jokowi sendiri, dan Bu Mega.
Hal lain yang didiskusikan adalah keprihatinan tingginya angka putus sekolah di tingkat sekolah dasar. Anies membeberkan data, setiap tahun ada 5,6 juta anak masuk sekolah dasar. Saat lulus sekolah menengah atas, tinggal separuhnya. Coba deh dikali 10 tahun, ada 33 juta anak putus sekolah. Usia muda. Harusnya mereka menjadi bonus demografi kalau terdidik dan punya keahlian. Kalau tidak? “Ini semacam bom waktu kalau kita tidak tangani serius,” kata Anies. Duh, saya kaget dengar data-data ini. Yang lain saya lihat juga terpana. Whew!
Saya hadir di sejumlah forum, domestik maupun internasional. Sejumlah pejabat kita selalu menampilkan template presentasi soal Indonesia, dan salah satunya adalah membanggakan bonus demografi ini. Tebalnya jumlah penduduk usia muda, potensi untuk pengembangan industri kreatif. Yang bagus-bagus lah. Ternyata itu tidak gambarkan kualitas. Anies menceritakan keunikan Indonesia dibanding rata-rata dunia, khususnya Eropa dan AS yang justru mengalami aging population, tingkat harapan hidup meningkat.
Krisis kepemimpinan parpol, bom waktu di kalangan anak muda putus sekolah ada benang merahnya. Kita harus kerja keras perbaiki kualitas sumberdaya manusia. Produk Domestik Bruto Negara-negara Organisasi Konperensi Islam (OKI) jika ditotal, hanya 79% dari PDB Jepang yang tidak punya sumber daya alam termasuk minyak. Kuncinya mereka punya SDM berkualitas tinggi.
Ada sejumlah isu lain yang dibahas. Problem mendesak di depan mata. Intinya bangsa ini butuh effective leader. Bukan strong leader karena bisa menyesatkan kita kembali ke era otoritarian. Tetapi pemimpin yang bisa menyelesaikan masalah. Problem solver. “Ada tren bahwa yang naik jadi pemimpin adalah mantan kepala daerah termasuk walikota, atau pengusaha. Mengapa? Karena mereka terlatih menangani masalah dan mengambil keputusan,” ujar Anies.
Fahmi Idris menyoroti minimnya kaderisasi pemimpin di parpol pasca Soeharto. Tak heran jika yang muncul ke permukaan sebagai calon presiden ya wajah yang itu ke itu saja dari pemilu ke pemilu. Beda dengan di AS yang jelas sumbernya, kalau tidak dari kalangan senator, ya dari gubernur. Kualitas mereka teruji. Lha di sini? Mengutip data Indonesia Corruption Watch, dari 33 kepala daerah tingkat I, ada 19 yang terkena masalah.
Prof Didik menyoroti kecenderungan politisi dan juga publik mulai kecanduan dengan hasil survei. Yang perlu diingat, seseorang melaju popularitasnya dalam survei belum tentu karena dia hebat. Bisa jadi karena lawannya tidak hebat atau tidak melakukan apa-apa. Apalagi kalau survei hasil pesanan;-). Prof. Didik yang punya latar belakang pendidikan metodologi riset menceritakan bagaimana LP3ES menjadi lembaga riset yang pertama melakukan riset secara profesional.
Saya hadir ditemani Kiki Zulkarnain, teman antv. Ayahnya adalah adik dari Utomo Danandjaya yang juga pendiri Yayasan Paramadina yang diinisiasi almarhum Prof Nurcholis Madjid. Ayah Kiki beberapa kali jadi tuan rumah diskusi Majelis Reboan yang lama diadakan secara rutin oleh orang-orang yang hadir malam itu di rumah Pak JK. Ayah Kiki juga pengagum Pak JK. Jadi, malam itu Kiki berfoto dengan JK untuk ditunjukkan ke ayahnya. Saya yang sering ketemu Pak JK jadi ikut-ikutan foto deh, kan belum pernah bertiga dengan Kiki;-).
Diskusi makin hangat, putra-putri Pak JK turun langsung melayani tamu dengan menyajikan kue-kue khas Makassar. Ini salah satu daya tarik bertamu ke rumah Pak JK. Makanannya khas, disiapkan khusus, dan tidak mudah kita temui di tempat lain. Malam itu saya melanggar pantangan makan banyak saat buka puasa. Saya tergoda dengan sajian telur ikan terbang yang unik dan menggiurkan. Juga cumi goreng yang gurih. Sate Padang lidah sapi yang lembut. Bubur ketan hitam yang menggoda iman. Barongko yang manisnya legit. Sari kacang ijo dingin yang melegakan tenggorokan. Sampai tape ketan bungkus daun jambu yang slurrrpp.. Belum semua saya sebutkan lho makanan yang disajikan
Mbak Umbarwati, yang lama membantu urusan menu di kediaman Pak JK menawari saya membawa makanan untuk dibawa pulang. Saya menolak. Gawat dong, masak di rumah makan banyak lagi? Ada satu yang kurang , yakni hidangan teri balado sambal ijo khas Ibu Ida JK. Malam itu Bu Ida tidak bisa menemui tamu-tamu. Beliau mendadak harus ke Makassar menunggui adiknya yang sakit. Saya mengirim pesan singkat ke Bu Ida, say thank you atas undangan dan hidangan yang lezat. #end
2 Comments
Laporan yg menarik mba’Uni Lubis, saya rasa memang banyak diantara kita yg merindukan diskusi rutin dengan format informal semacam ini. ‘Majelis Reboan’, menurut saya contoh yg sangat baik dan layak disegarkan kembali. Saya rasa mba’Uni punya kemampuan untuk itu 😉
Laporan yg menarik mba’Uni Lubis, saya rasa memang banyak diantara kita yg merindukan diskusi rutin dengan format informal semacam ini. ‘Majelis Reboan’, menurut saya contoh yg sangat baik dan layak disegarkan kembali. Saya rasa mba’Uni punya kemampuan untuk itu 😉