HomeUncategorizedBUKBER "MIKIR" DI RUMAH CT

BUKBER "MIKIR" DI RUMAH CT

 

Ramadan Journey 2013

Day 10c

bukber di rumah CT

“Tidak ada pemimpin yang tidak cinta pada rakyatnya.  Gilak apa?!”.

Dengan kalimat di atas, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, biasa kita sebut Pak SBY, mengakhiri sambutannya dalam acara buka puasa bersama yang digelar di rumah pengusaha Chairul Tanjung, Jumat malam (19/7).  CT mengundang Presiden dan hadirin lain dalam kapasitas sebagai Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN).  Penjagaan ketat nampak di area seputar rumah CT yang terletak di kawasan Menteng, Jakarta, tak jauh dari rumah mantan Presiden Megawati Sukarnoputri. Ketika saya ke toilet yang terletak di lantai dasar rumah, di tangga menuju ke bawah berjaga seorang tentara, lengkap dengan rompi anti peluru dan senapan laras panjang. Whew!  Yang nggak pake seragam pasti lebih banyak lagi.

Selain Pak SBY dan Bu Ani SBY, hadir juga Pak Jusuf Kalla, sejumlah menteri seperti Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Perikanan dan Kelautan Sharif Tjitjip Soetardjo, Menteri Ekonomi dan Sumberdaya Mineral Jero Wacik, dan Menteri BUMN Dahlan Iskan.  Nampak juga  Ketua Komite Inovasi Nasional Prof Zuhal, pimpinan Majelis Ulama Indonesia, serta pimpinan organisasi massa Islam Nahdlatul Ulama dan Muhamadiyah. Mas Ismail Yusanto dari Hisbut Thahrir Indonesia juga ada. Saya juga melihat Prof Emil Salim datang bersama istri.  Lengkap lah.

Dalam undangan buka puasa bersama, CT mencantumkan pula agenda acara diskusi soal “Pemberdayaaan Ekonomi Umat”. Pola seperti ini selalu dilakukan sejak bukber di rumah CT digelar sembilan tahun terakhir, sejak CT menempati rumah megahnya itu.  Saya selalu hadir dalam acara bukber CT, karena diskusinya yang selalu menarik dengan narasumber yang wow;-).  Kompeten lah.  Menunjukkan luasnya pengaruh pengusaha yang besar di bisnis media dan kini sudah merambah ke berbagai bidang usaha.  CT termasuk orang terkaya di Indonesia.  Saya kenal CT sejak tahun 1995an, saat saya menjadi jurnalis di Majalah Warta Ekonomi. Kami pernah  mengelola Majalah Panji Mas.  CT sempat menjadi direktur utama Panji Mas pada periode tahun 1999-2000.  Saat itu saya menjadi pemimpin redaksinya.  Dia digantikan oleh Bang Fahmi Idris.

“Sebuah kebetulan, bahwa diskusi malam ini adalah yang ke-9 diadakan, dan Pak SBY ini kan suka dengan angka 9.  Beliau lahir tanggal 9 bulan 9 tahun 1949,” ujar CT saat membuka acara diskusi yang diadakan  usai shalat Isya. Hadirin tertawa.  Pak SBY senyum.  Seperti biasanya, malam itu CT bertidak sebagai moderator diskusi.  Dia sempat mengajak semua hadirin untuk mendoakan almarhum Pak Taufiq Kiemas, mantan Ketua MPR yang belum lama ini meninggal di Singapura.  “Selama hidupnya, Pak TK nggak pernah absen dalam acara buka puasa di rumah saya, meskipun kondisi kesehatannya kadang kurang fit,” kata TK.

CT lantas mempersilahkan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pak Said Agil Siraj, untuk menyampaikan pikirannya.  Dr Said Agil memanfaatkannya untuk menyampaikan sikap NU. Dia memulai dengan mengingatkan betapa pentingnya ekonomi dalam Islam.  “Mengapa Allah SWT mengutus Rasul bagi umat Islam, Nabi Muhammad SAW, dari kaum Quraisy?  Karena suku ini dianggap sebagai kaum yang paling pandai dalam berdagang di seluruh jazirah Arab.  Nabi Muhammad SAW hidup sederhana, tetapi datang dari keluarga mapan. Seorang pemimpin harus paham soal ekonomi.  “Dalam masalah ekonomi yang terpenting adalah kebijakan pemerintah, harus berdasarkan pertimbangan kemaslahatan rakyat yang kebanyakan adalah kaum fakir miskin,” kata Pak Said, yang duduk persis di depan Pak SBY.

Suasana mulai hening ketika Pak Said mengutip beberapa ayat Al Qur’an dan hadist yang menguatkan pentingnya seorang pemimpin berpihak pada rakyat.  NU meminta agar Pemerintah meninjau kebijakan yang merugikan rakyat miskin.  Disebutlah UU Migas, UU Mineral, UU Air dan UU Agraria sebagai contoh.  Menyitir Sabda Nabi Muhammad SAW, Pak Said Agil mengatakan, “ada tiga hal yang harus dinikmati oleh rakyat dan tidak boleh dimonopoli swasta, yakni AIR, ENERGI dan HUTAN.”  Tiga hal ini persis dengan semangat dalam Pasal 33 UUD.  “Kami di NU melihat di mana-mana masih terjadi pelanggaran atas sabda Nabi itu.  Tidak heran terjadi konflik di mana-mana, termasuk konflik di pertambangan,” ujar Ketua Umum PB NU ini.

Pak SBY sibuk mencatat.  Pak Hatta Rajasa melakukan hal yang sama.  Apalagi Pak Jero Wacik, mencatatnya sangat khusyu” ;-).  Pak Said menyinggung juga sejumlah UU yang dianggap mendorong tumbuhnya ekonomi umat termasuk perbankan syariah.

Giliran suara dari Muhamadiyah.  Yang mewakili adalah Dr Anwar Abbas, dosen ekonomi Islam di Universitas Islam Jakarta yang juga ketua Majelis Ekonomi PP Muhamadiyah.  Pak Anwar berdiri.  Ia mengawali komentarnya dengan mengatakan, “Bapak Ibu sekalian, saat menentukan awal Ramadan, Muhamadiyah beda dengan NU.  Tapi malam ini kami di Muhamadiyah sepakat 150% dengan yang disampaikan NU.”  Hadirin tergelak tertawa.  Pak SBY dan Pak JK senyum.  Begitu juga menteri-menteri yang hadir.  Diskusi makin hangat.

Pak  Anwar melanjutkan.  “Umat NU katanya banyak berada di desa.  Sedangkan Muhamadiyah anggotanya banyak di kota.  Indonesia ini kan isinya ya desa dan kota.  Malam ini NU dan Muhamadiyah sepakat.  Tolong diperhatikan.  Ini lebih penting, masalah ekonomi.  Beda soal awal puasa jangan digedein. Yang menentukan suatu bangsa adalah masalah ekonomi.”  Dibahas pula oleh wakil Muhamadiyah ini, soal kesenjangan kontribusi ekonomi dari “umat” yang notabene 88% penduduk Indonesia, dibanding “non umat” yang hanya 12% dari penduduk.

Pak Anwar mengungkap diskusinya dengan mantan Presiden BJ Habibie, dengan CT dan data lain.  Kesimpulannya, menurut Pak Habibie kontribusi umat terhadap ekonomi nasional hanya 5%, sementara versi CT adalah 10%.  “Kita bukannya iri.  Dalam Islam dilarang iri, kecuali kepada dua hal.  Yaitu iri kepada orang berilmu yang amalkan ilmunya untuk orang lain, dan orang kaya yang berbuat banyak untuk orang lain,” kata Pak Anwar.

Lantas, dia menceritakan pertemuannya dengan mantan Mahathir Muhammad, mantan PM Malaysia.  Saat Mahathir naik ke kekuasaan, kontribusi umat terhadap ekonomi nasional Malaysia 5%.  Saat Mahathir akhiri kekuasaan kontribusinya menjadi 20%.  Meningkat. “Pemerintah mainkan peranan penting.  Cuma, kalau Pemerintah mendiskriminasi, nggak benar.  Bisa nggak diperbaiki dunia pendidikan nasional?  Karena yang terjadi sekarang tidak mendidik anak-anak untuk menjad entrepreneur.  Rombaklah.  Saya sudah lihat kurikulum 2013. Tidak ada aspirasi ini di sana,” lanjut Pak Anwar.  Ia mengingatkan ucapan Mohamad Hatta, wakil presiden RI yang pertama. “Jika ingin mengubah suatu bangsa, perbaiki pendidikan.”

Soal impor pangan disinggung pula.  “Saya baca di koran. Tahun 2013 Indonesia akan swasembada pangan.  Lalu Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan, pen), mengatakan kalau gagal panen akan impor 500 ribu ton beras dari Burma.  Saya minta jangan impor dari Burma, karena perilaku pemerintah dan junta militer di sana menyakiti umat Islam, etnis Rohingya.”  Pak Anwar Abbas juga meminta Presiden SBY meninjau UU Agraria.  Kog bisa ada orang-orang punya tanah seluas itu, sementara banyak rakyat yang tidak punya tanah.  Cepat atau lambat akan terjadi konflik sosial.  “Kalau ini dikerjakan sebelum Bapak turun, Insyaallah Bapak akan pake Apollo masuk surga.  Karena Bapak mencegah konflik sosial,” kata Pak Anwar.  Hadirin tertawa.  CT melirik Pak SBY yang senyum.

Saya memperhatikan Pak SBY menulis sesuatu di notesnya, lalu minta tolong ke Pak Ma’ruf Amin, ketua MUI yang duduk di sebelahnya untuk menyampaikan catatan itu ke Pak JK.  Pak Ma’ruf duduk diantara Pak SBY dan Pak JK.  Pak JK menerima dan membaca catatan dari Pak SBY lalu tersenyum. CT melirik catatan itu.  Saya berbisik ke Mbak Aviliani, ekonom.  “Kayaknya Pak SBY minta tolong ke Pak JK untuk menjawab pernyataan NU dan Muhamadiyah.” Pak Ma’ruf Amien memberikan tausiyah Ramadan di awal acara, sebelum shalat Mahgrib.

bukber ct2

Benar saja, CT mempersilahkan Pak JK menyampaikan tanggapan.  Soalnya JK kan menjadi wapresnya Pak SBY di periode pertama.  Mereka berdua pernah bekerjasama melahirkan sejumlah peraturan yang masih berlaku sampai sekarang.

Pak JK mengomentari NU dan Muhamadiyah dengan mengatakan bahwa yang disoal adalah concern kita semua termasuk pemerintah.  Makanya ada kebijakan kredit usaha rakyat (KUR).  “Pasti tidak ada kebijakan kredit hanya untuk teman-teman Tionghoa.  Tapi kenapa kog umat ini kurang berkembang?” kata Pak JK.  Ia juga mengingatkan bahwa kebijakan ekonomi kita berubah-ubah sesuai prioritas.  Disinggung pula fakta bahwa duluuuu kan pernah ada masa di mana ada sejumlah pengusaha pribumi yang besar.  Tapi kemudian sebagian dari mereka bubar.  “Ini bukan soal agama.  Tapi soal bagaimana membangkitkan semangat berusaha.  Pengusaha itu nggak ada sekolahnya.  CT ini dokter gigi, tapi jadi pengusaha.  Yang penting semangat. Sejak dulu tidak ada kebijakan pemerintah yang mendiskriminasi.  Usaha kecil selalu didorong, ” kata Pak JK.  Big grin di wajah CT.  Pak SBY mulai sumringah;-)

Pak JK melanjutkan, yang 12%, minoritas tidak semua hebat.  Ada yang miskin juga. Ini bukan Islam vs non Islam. Orang di Papua lebih susah dari  orang di Jawa. Tahun 2008 kita kekurangan sapi 1 juta. Lalu lahir Keppres  kredit sapi.  Dikasi subsidi bunga, cukup bayar  4%. Sisanya  6% dibayar APBN. Kog gak jalan? “Bank takut kasi kredit. Kebijakan ada. Tapi bank takut. Jadi kalau permintaan tinggi, harga naik, terpaksa impor,” kata Pak JK, yang melanjutkan dengan, “Kalau ini jalan…saya yakin 100% swasembada.”

Tanggapan Pak JK menurut saya membantu Pak SBY.  Apalagi Pak JK selama ini mendapat respek di kalangan NU dan Muhamadiyah.  Tokoh HMI pula.  Jadi, kompeten lah bicara soal ekonomi umat.

CT kemudian memperkenalkan dua contoh sukses pemberdayaan ekonomi umat yang memulai aktivitasnya dari nol, dan kini menjadi besar, bahkan punya omzet triliunan.  Yang pertama adalah Mohamad Nadjikh, lulusan Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor  yang mendirikan PT Mina Kelola Laut.  Perusahaan ini menguasai ekspor Teri Nasi ke Jepang dan daging Rajungan ke AS.  Mas Nadjikh menceritakan kisahnya membangun usaha dari nol.

Mas Nadjikh berkontribusi memberantas kemiskinan di kalangan nelayan mintranya dengan menerapkan model bisnis:  Diferesiansi bisnis:  Ekspor Teri Nasi ke Jepang, yang menjadikan bahan pangan ini sebagai menu penting. Diferensiasi produk samping: Ekspor Daging Rajungan ke AS.  Kulit, kepala pun bisa diolah. Desentralisasi proses industri : Tempat pengolahan tersebar, paling jauh 30 km jaraknya dari aktivitas nelayan.  Dekonsentrasi usaha penunjang: toko, warung, kos2an, penjual baso keliling.

Profil Mas Nadjikh bisa dibaca di sini: http://cda.ipb.ac.id/new/ina/mohammad-nadjikh-pengusaha-pt-kelola-mina-laut-kml-gresik/.  Duh, saya bangga banget punya kakak kelas di IPB yang sukses dan memberi manfaat besar bagi penduduk miskin. #Proud.

CT berkomentar, “ini jawaban bagi NU dan Muhamadiyah.  Jadi bukan diskriminasi.  Masalahnya siapa bisa memanfaatkan peluang dan punya semangat membangun usaha.”

Contoh kedua yang diminta testimoni kisah sukses malam itu adalah pendiri Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Sidogiri, Bapak KH Mahmud Ali Zain.  BMT atau Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah ini berdiri 11 tahun lalu di Sidogiri, Pasuruan Jawa Timur.  Modal awal  patungan duit pendirinya Rp 13,5 juta.  Kini omzetnya mencapai tak kurang dari Rp 4 Trilyun. Wow!  Kisah BMT Sidogiri bisa dibaca di tautan ini: http://www.bmtugtsidogiri.co.id/tentang-kami.html.  Sebelum menutup kisah suksesnya, Pak Mahmud Ali Zain mengatakan, “jangan hanya menuntut kepada Pemerintah.  Tanyakan kepada diri sendiri, apa yang bisa saya lakukan untuk bangsa?  Jadikan wirid.  Dibaca 5 kali sebelum tidur.  Insyaallah mimpinya baik.” Hadirin tertawa.

Malam kian hangat.  Pk 20.30 wib. Akhirnya CT menyilahkan Presiden SBY berbicara menanggapi diskusi.  Pak SBY berdiri dari duduknya.  Ajudan dengan sigap memastikan mikrofon untuk pidato tepat tingginya di depan Pak SBY.  Sesudah penjelasan Pak JK dan dua testimoni kisah sukses pengembangan ekonmi umat, Pak SBY nampaknya sudah punya cukup amunisi menjawab kritik NU dan Muhamadiyah malam itu.

“Saya menyimak dengan seksama diskusi kita. Gaya bahasa berbeda-beda. Makna dan maksudnya baik, untuk  kebaikan umat. Saya mengucapkan terima kasih atas masukan-masukan,” kata Pak SBY memulai tanggapannya.  Sebagian yang dikehendaki sudah dijalankan pemerintah.  Sebagian menjadi masukan yang baik untuk meningkatkan kinerja Pemerintah.  “Sebagian harus saya tanggapi karena yang terjadi di negeri ini tidak demikian adanya,” ujar Presiden.  “Yang saya sampaikan ini sama dengan yang saya sampaikan ke nelayan, petani, ekonom2. Juga saya sampaikan dalam forum dunia termasuk  G20.

Pak SBY menceritakan betapa dia mendapat kritik dan pertanyaan dari jurnalis saat beracara di Singapura soal UU Minerba yang dianggap “inward-looking”. Tidak kondusif untuk investor.  Padahal NU melihatnya UU tersebut tidak pro rakyat.  Jadi bisa beda melihatnya.  “Yang saya sampaikan ini bukan yang aneh-aneh.  Bukan teori.  Soal UU kan digarap bersama DPR.  Kalau ada yang kurang mari kita sama-sama perbaiki,” kata Pak SBY.

Mengenai protes impor beras dari Burma karena penindasan terhadap etnis Rohingya, Pak SBY menjawab bahwa sejak ada kasus etnis Rohingya, dirinya secara pribadi paling aktif untuk  cari solusi. Pak SBY mengaku berkomunasi dengan penguasa militer Myanmar –dia menggunakan nama Myanmar–, Jendral Than Shwe agar berhati-hati menangani etnis Rohingya.  Bisa sensitif.  SBY mengaku membicarakan hal ini pula dalam pertemuan Organisasi Kerja  Sama Islam (OKI), pada pertemuan terakhir di Kairo.  “Kita bicarakan dengan pemimpin yang hadir, PM Turki Erdogan, sahabat saya Presiden Ahmadinejad dan pemimpin lain.  Kita berjuang jangan sampai salah menangani etnis Rohingya ini,” kata Pak SBY.

Impor beras adalah bagian dari kerjasama dalam kerangka ASEAN.  Kalau kita kelebihan produksi, kita ekspor.  Kalau kita kekurangan kita impor.  Ini model kerjasama internasiona.  Penduduk kita bertambah, kebutuhan pangan bertambah.  Indonesia menjalin kerjasama pangan dengan Thailand, Vietnam, Kamboja, Myanmar. “Moga-moga saja kita punya pilihan,” ujar Pak SBY.

Presiden lantas pindah topik ke soal pengamanan Lebaran.  Cerita hasil sidang kabinet sehari sebelumnya, yang antaralain bahas pengamanan mudik.  Kepolisian akan kerahkan sedikitnya 80 ribu personil, dibantu ribuan anggota TNI.  Mengapa begitu besar usaha yang harus dilakukan?  Karena ditengah kekurangan kita, bagaimanapun banyak saudara kita yang meningkat pendapatannya.  Dulu Kereta Api penuh. Sekarang yang naik KA  menyusut.  Yang ramai di jalan. Terutama sepeda motor.  Yang naik pesawat terbang juga penuh. “Jadi, kalau dikatakan ekonomi tidak tumbuh, itu tidak benar.  Tidak jujur namanya,” jawab Pak SBY.  Dia kemudian menceritakan sejak memimpin Indonesia bersama Pak JK, kebijakan pemerintah diarahkan ke pro growth, pro  job, pro poor.  Jumlah Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sudah dikucurkan tak kurang dari Rp 111 Trilyun sejak pertama kali dilakukan pada 2007.  Padahal APBN kita Rp 600-700 an Trilyun.  “Jadi saya tidak terima kalau dikatakan tidak pro poor.  Omong kosong itu.  Ini riil,” kata Pak SBY.

Pak SBY meminta semua pihak ikut memantau pelaksanaan KUR.  Laporkan kalau ada penyimpangan.  Soal UU Migas, UU Agraria sedang diperbaiki.  UU Agraria sudah ada sejak jaman Presiden Soekarno.  Kebijakan saat ini ada juga yang ada sejak jaman Presiden Soeharto.  Yang baik tentu dipertahankan.  Semua acuannya ke UUD.  Pak SBY mengundang untuk memperbaiki mana yang tidak sesuai dengan harapan rakyat.  Ini negara ya negara kita sendiri.  Yang ngurus kita sendiri.  Tidak ada yang tidak bisa kita ubah kalau tidak baik.  “Tapi sebelumnya baca betul-betul.  Jangan hanya retorika,” ujar Pak SBY.  Nah!

Soal pangan, stok beras, impor daging sapi semua dibahas.  Isinya ya mirip-mirip yang ada di media massa.  Kebutuhan meningkat.  Gangguan iklim.  Keseimbangan harga harus dijaga agar terjangkau oleh konsumen rakyat tapi tidak merugikan petani dan peternak.  Pak SBY menceritakan bahwa dia memantau dampak kenaikan harga langsung ke rakyat bawah.  Penjual baso keliling.  Bukan cuma teori dan di awang-awang.

Di bagian akhir Pak SBY menyinggung diskusi soal “pasar”.  “Ada pandangan keliru seolah pasar adalah musuh.  Saya lahir di Pacitan.  Ada macam-macam pasar.  Pasar itu netral.  Tempat jual beli.  Yang tidak boleh kalau kebijakan Pemerintah semata-mata berdasarkan ekonomi pasar.  Kalau kita dibilang neolib, masak ada subsidi? “ kata dia. Bahkan di Cina dan Vietnam, negeri tempat mbahnya komunis pun kita menerapkan ekonomi pasar dalam kadar tertentu. Intinya, malam itu Pak SBY menunjukkan dengan sejumlah data dan angka bahwa Pemerintah sudah berbuat banyak untuk rakyat.  Dia juga mengakui ada yang perlu diperbaiki dan mengajak semua pihak ikut andil.  “Tidak ada pemimpin yang tidak cintai pada rakyatnya.  Gilak apa!”, kata Pak SBY di ujung tanggapannya. Hadirin bertepuk tangan

Diskusi selama hampir dua jam akhirnya berakhir.  Kaki saya agak pegel duduk bersila di karpet.  Jempol pegel mengetik di Blackberry.  Alhamdulillah dapat suguhan kopi panas dari Titin Rosmasari, pemimpin redaksi Trans 7, salah satu TV swasta yang dimiliki CT.  Bubaran acara saya sibuk mengejar beberapa orang untuk saya mintai momor kontak, agar mudah jika ingin menindaklanjuti untuk peliputan.  Malam itu tidak ada tarawih berjamaah sebagaimana biasa karena diskusi cukup panjang.  Tidak apa-apa, kita bisa melakukannya di rumah.

Thanks Bang CT untuk diskusi yang menarik. #end.

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Previous post
EMPATI DALAM MELIPUT ANAK DAN PEREMPUAN
Next post
TELAT BANGUN, GAGAL SAHUR OTR

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *