WOMEN SUPPORTING WOMEN DI PERTEMUAN APEC

“Bu Risma, apakah Ibu berpikir untuk mencalonkan diri ke posisi yang lebih tinggi, misalnya jadi Presiden?”
Pertanyaan di atas diajukan oleh Wakil Presiden Direktur Bank BNI, Felia Salim kepada Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Bu Risma menjawab, “saya ini tidak pernah mencari posisi atau jabatan. Yang penting bekerja untuk masyarakat.” Hadirin bertepuk-tangan. Saya menindaklanjuti jawaban itu dengan meminta komentar Svida Alisjahbana, CEO Femina Group yang juga menjadi panelis, “jawaban Bu Risma ini apakah mencerminkan keengganan perempuan untuk mengajukan diri ke posisi lebih tinggi kendati dia mampu? Perempuan jika rajin dan mengajukan diri disebut ambisius. Konotasinya minor. Sementara kalau laki-laki yang melakukan hal ini dianggap sebagai sikap yang asertif.”
Mbak Svida dan Patrice Braun, direktur Asia Pacific Center for Women and Technology menanggapi pertanyaan saya dengan ajakan untuk mendukung orang seperti Bu Risma. “Masyarakat perlu mendukung perempuan seperti Bu Risma, kalau tidak, rugi karena potensi kepemimpinan yang ada pada sosoknya tidak bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk rakyat.”
Dua pekan lalu, dalam rangkaian pelaksanaan APEC Women and The Economic Forum, di Bali, Bu Risma menjadi pembicara dalam salah satu sesi yang membahas “Human Capital and Infrastructur”. Hampir setengah jam walikota perempuan yang belakangan mengundang decak kagum karena kinerjanya membenahi kota terbesar kedua di Indonesia itu memaparkan apa yang dia lakukan sebagai pimpinan daerah di kota pahlawan. Setengah dari peserta diskusi panel itu adalah peserta asing, dari negara anggota APEC, Organisasi Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik. Bu Risma menyampaikan paparan lengkap dengan slide presentasi dalam bahasa Indonesia. Tapi decak kagum, helaan nafas, komentar dari peserta Indonesia membuat hadirin asing penasaran dan sibuk meminta alat bantu penerjemah.
Yang paling menarik dari penjelasan Bu Risma adalah bagaimana dia memperhatikan pembangunan manusia, bukan sekedar membangun fisik apalagi proyek bangunan. Bu Risma menyediakan ratusan perpustakaan di seluruh Surabaya yang buka pagi, siang dan malam. Pemerintah Kotamadya Surabaya juga membuka pusat konseling bagi remaja dan manula. Membenahi Pedagang Kaki Lima yang notabene masuk sektor Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) makanan, misalnya, dilakukan dengan penataan maxoderm specials lokasi dan pelatihan dalam meningkatkan rasa dan kebersihan pengolahan.
Pendekatan kemanusiaan yang tegas dilakukan juga kala berhadapan dengan remaja yang terjaring razia satpol Pamong Praja, perempuan di lokalisasi tuna susila, remaja terjaring narkoba, juga ribuan orang gila yang tadinya menjadi gelandangan di berbagai sudut Surabaya. Program “Perempuan Hebat” di ANTV meliput kiprahnya, ini tautannya: http://www.youtube.com/watch?v=1YQzCTS6jZs.
Singkat kata, yang dilakukan oleh walikota Surabaya ini adalah implementasi kongkrit dari apa yang menjadi tema diskusi, menyediakan infrastruktur dan akses pengetahuan bagi kaum perempuan agar dapat meningkatkan kemampuannya di bidang ekonomi.
Well, ini bukan kali pertama saya mendengarkan langsung paparan Bu Risma. Setiap kali saya kian kagum. Membenahi Surabaya tentu lebih berat karena problematikanya lebih rumit ketimbang kabupaten atau kota lain di Indonesia. Media asing kian banyak melirik sosok yang sebenarnya enggan diwawancarai dan menjauhi ajang pencitraan media ini. Media digital yang juga smart agregator nomor satu di dunia, Huffington Post menurunkan artikel yang menggelitik belum lama ini soal Bu Risma. Media ini menyebut, Indonesia’s Best-Kept Secret. Ini tautannya: http://www.huffingtonpost.com/stanley-weiss/surabayas-mrs-mayor-indon_b_3785172.html.
Selain Bu Risma, Mbak Svida, Patrice Braun, pembicara lain adalah CEO Pertamina, Karen Agustiawan, Pendiri Green Tech dan Ketua Yayasan Diaspora Indonesia Sonia Lontoh serta satu-satunya panelis laki-laki, Napoleon Sawai, Vice President Community Relations PT Freeport Indonesia. Karen Agustiawan secara singkat menjelaskan bahwa di bidang industri minyak dan pertambangan yang paling penting adalah kompetensi dan kapabilitas. “Gender seyogyanya tidak menjadi isu,” kata dia. Svida memaparkan temuan dalam survei “Unleashing Women Leadership” yang dilakukan tiap tahun oleh Femina dan McKinsey. Jumlah perempuan yang duduk di level CEO dan direksi masih perlu ditingkatkan. Saya berharap Femina mau membagi lebih lengkap hasil survei ini. Atau sudah?
Sonia Lontoh menggarisbawahi perlunya sponsor dan mentor sebagai soft infrastructur bagi kaum perempuan untuk menapak tangga sukses dalam bidang bisnis.
Women supporting women, saya kira itu salah satu manfaat dari forum APEC Women and The Economic Forum. Banyak perempuan panutan hadir di sana berbagi kisah hidup. Sebagian peserta mengenalnya, sebagian tidak dan hanya beruntung bisa mendengar kisah jatuh-bangun mereka. Kisah yang menginspirasi.#
4 Comments
Luar biasa sosok satu ini. Tapi sayangnya pemimpin seperti seringkali dijegal pihak2 yang gerah dengan sepak terjangnya. Mudah2an bisa melangkah lebih jauh lagi ya bu Ris..
Amien. Thanks sudah baca yaa
Luar biasa sosok satu ini. Tapi sayangnya pemimpin seperti seringkali dijegal pihak2 yang gerah dengan sepak terjangnya. Mudah2an bisa melangkah lebih jauh lagi ya bu Ris..
Amien. Thanks sudah baca yaa