Afrika Selatan Minta Indonesia Tingkatkan Investasi
Nelson Mandela adalah duta batik Indonesia di panggung internasional. Semasa hidupnya, pejuang anti apartheid dan penerima Hadiah Nobel Perdamaian yang pernah menjadi presiden Afrika Selatan itu, hampir selalu menggunakan kemeja batik lengan panjang.
Jika kita berbelanja ke pasar grosir batik di Jakarta, mudah kita temui pembeli dari Afrika Selatan dan negara tetangganya di kawasan Afrika.
Batik, garmen, barang konsumsi seperti mie instan, kecap dan sebagainya produksi Indofood, dan furniture adalah produk Indonesia yang diterima luas di Afrika Selatan. Begitu pula minyak sawit dan sepeda motor. Enam puluh tahun lalu, negeri ini bersama Indonesia dan sejumlah negara lain bersepakat dalam Konperensi Asia Afrika yang pertama, di Bandung, tahun 1955. Persahabatan berjalan lama.
Afrika Selatan kini meminta Indonesia juga giat berinvestasi di sana. Rabu siang (22/4), usai menghadiri pembukaan KTT Asia Afrika di Jakarta Convention Center, Menteri Perindustrian Saleh Husein menerima kunjungan kehormatan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Rob Davies di kantornya.
“Pihak Afrika Selatan minta kita meningkatkan investasi pengusaha Indonesia di sana. Sejauh ini sudah ada beberapa korporasi kita yang menanam modal di Afsel, seperti Indofood,” kata Menperin Saleh Husin, usai pertemuan di rung kerjanya di Kementerian Perindustrian. Saya menerima hasil pertemuan itu melalui pesan whatsapp dari Menteri Saleh.
Menteri Saleh juga menuturkan, kedua negara memiliki kesamaan yaitu tengah memacu industri dan membuka pintu bagi investasi asing. Afrika Selatan memiliki sumber daya alam yang banyak dan jumlah penduduk besar.
“Kita sama-sama terus memperkuat sektor industri, terutama hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah dari bahan baku yang dihasilkan,” ujarnya.
Afrika Selatan mengatakan kepada Menperin Indonesia bahwa pihaknya juga meminta Jepang menambah investasi bidang otomotif seperti yang dilakukan pihak Indonesia.
Kedua negara juga berminat untuk saling tukar pengetahuan. Seperti di bidang pertambangan emas dan mineral lainnya yang dikuasai Afsel. “Mereka bisa memberi pelatihan dan kerja sama lainnya,” ujar Saleh Husein.
Menperin menyingggung soal kesepakatan Afsel dan Indonesia dalam Joint Trade Committee (JTC). Dia berharap hal itu dapat memacu kerja sama kedua negara baik ekspor-impor maupun investasi.
Menperin Saleh Husein juga menyampaikan presentasi kepada para delegasi negara anggota KAA dengan tema “Peluang Investasi Industri Makanan dan Minuman di Indonesia” pada acara Business Dialogue Session II, Asian African Business Summit 2015.
Dalam paparannya Menperin menyampaikan bahwa sumber daya alam Indonesia menempati peringkat atas di dunia, seperti kelapa sawit, rumput laut, kelapa, perikanan, kopi, dan coklat.
Pertumbuhan industri makanan dan minuman mencapai 9,54%, lebih tinggi dari industri manufaktur yang sebesar 5,61% dan pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5,02%. “Industri makanan dan minuman di Indonesia terus tumbuh dan berkembang karena merupakan salah satu industri prioritas,” ujarnya.
Saleh Husein juga menegaskan, pertumbuhan industri makanan dan minuman tetap stabil dan memberikan kontribusi yang besar untuk sektor non migas dengan meningkatnya perminataan dari konsumen kelas menengah di Indonesia.
Dari laman kantor berita Antara, saya mendapatkan data Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) di Johanesburg. Total perdagangan dengan Afseldengan Indonesia periode Januari-November 2014 sebesar US$ 176,28 Miliar dolar AS. Rinciannya, US$ 83,42 Miliar dolar AS untuk ekspor dan US$ 92,87 Miliar lainnya impor. Ironisnya, meskipun memiliki postur ekonomi terbesar di ASEAN, produk Indonesia masih kalah bersaing dengan Thailand, Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Produk furniture Vietnam yang masuk belakangan ke pasar Afsel mampu menyodok produk Indonesia.###
No Comment