HomeUncategorizedAnak Harvard dan Ekonom Senior Gabung Kabinet Kerja

Anak Harvard dan Ekonom Senior Gabung Kabinet Kerja

Presiden Jokowi lakukan reshuffle jilid 1. Memasukkan tokoh senior untuk membangkitkan kepercayaan publik dan melalui ancaman krisis ekonomi.

Lima menteri dan sekretaris kabinet yang baru dilantik di Istana Negara, Rabu, 12 Agustus. Foto oleh Gatta Dewabrata/Rappler
Lima menteri dan sekretaris kabinet yang baru dilantik di Istana Negara, Rabu, 12 Agustus. Foto oleh Gatta Dewabrata/Rappler

Thomas Trikasih Lembong menjadi sosok yang paling menarik perhatian saat pelantikan anggota kabinet yang baru, dan reposisi jabatan menteri yang dilakukan kemarin (12/8). Dia datang ke Istana Negara didampingi ibunya. Presiden Joko “Jokowi” Widodo memberikan kursi panas ke pengusaha muda itu: menteri perdagangan. Thomas, lulusan universitas kondang, Harvard University, menggantikan Rachmat Gobel, yang juga berlatar belakang pengusaha. Ada enam pejabat yang dilantik Jokowi dalam reshuffle atau kocok ulang kabinet jilid satu kali ini.

Pergantian menteri perdagangan dilakukan di tengah drama hilangnya daging sapi dari pasar di Jakarta, Jawa Barat dan Banten, serta kasus lambatnya dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok yang memicu kemarahan Jokowi. Polisi mencokok Dirjen Perdagangan Luar Negeri Partogi Pangaribuan.

Rachmat Gobel mengaku telah melakukan banyak hal dalam membenahi tata niaga dan membendung impor untuk menekan defisit perdagangan. Tapi, Jokowi memutuskan kursi Rachmat harus ditempati orang lain.

Tom Lembong, demikian dia biasa dipanggil, bukan orang baru bagi Jokowi. Masih ingat ketika November 2014 Jokowi menerima sejumlah investor dan menawarkan sejumlah proyek infrastruktur untuk didanai? Tom adalah sosok yang memboyong investor yang tergabung dalam ’20-20 Investment Association’ itu ke Istana Negara. Tom Lembong adalah pendiri, CEO dan Managing Partner Quvat Investment Pte. Ltd, salah satu anggota 20-20 dari Indonesia.

Kelompok investor 20-20 memiliki hubungan dengan Institut The East—West, yang memiliki anggota para investor kelas dunia. Mereka mengelola dana sekitar US$ 8 Triliun, atau setara dengan Rp 96.000 Trilyun. Menggiurkan bagi Jokowi yang tengah membujuk investor mendanai proyek infrastrukturnya. Jokowi kepincut jaringan luas yang dimiliki Tom, bankir investasi yang sebelumnya pernah menjadi deputi Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Kalangan pebisnis mengatakan bahwa Tom memiliki jaringan luas dan teman yang banyak. Diantaranya adalah Happy Hapsoro, suami Puan Maharani. Puan yang kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di kabinet Jokowi. Puan, yang juga putri Megawati Sukarnoputri, ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu, menjadi satu-satunya menteri koordinator yang lolos dari reshuffle. Tom memanggil Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh dengan sebutan “Om”.

Nasdem kehilangan satu kursi dalam kocok ulang kali ini, karena Laksamana (Purn) TNI Tedjo Edhi Purdijatno harus meninggalkan kursi menteri koordinator bidang politik hukum dan keamanan. Tedjo adalah kader Nasdem.

Tom Lembong memiliki ide bahwa Indonesia sebaiknya mengalihkan keunggulan ekonomi, dari komoditas ke industri yang mengandalkan sumber daya manusia. Dalam artikel yang diterbitkan Bareksa.com, saya membaca pemikiran ini. Menurut Tom, investor tidak lagi melirik hasil sumber daya seperti batubara atau kelapa sawit yang nilainya cenderung terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. “Investor kini melihat dari manusia-manusianya. Selama ada ide cemerlang yang muncul dan menjanjikan kenapa tidak kita investasi di sana? Toh belakangan ini nilai komoditas unggulan kita seperti batubara dan kelapa sawit nilainya turun terus,” ujar Tom. Ada benarnya.

Tom Lembong dan mitranya berinvestasi di banyak bidang, termasuk galangan kapal. Juni lalu saat kunjungan kerja Ke Batam, Presiden Jokowi meninjau perusahaan galangan kapal PT Anggrek Hitam, yang bergerak di usaha Ship Building, Ship Repair and Marine Services. PT Anggrek Hitam, didirikan pada 2008, merupakan anak perusahaan dari Holotan Pte Ltd (Singapura). Galangan kapal ini memiliki lahan seluas 10 hektar. Dari situsnya, ada nama Bratanata Perdana sebagai komisaris, dan Soegeng Wibowo sebagai direktur Anggrek Hitam. Bratanata dan Soegeng Wibowo adalah mitra Tom Lembong saat mendirikan Quvat Investment tahun 2005.

Laman setkab.go.id memuat dialog Jokowi dengan pengusaha di Batam. Jokowi kagum dengan perkembangan industri perkapalan di sana. Sepekan kemudian Jokowi menggelar rapat kabinet terbatas. Dia memerintahkan instansi di jajaran pemerintah termasuk kepolisian dan TNI untuk membeli kapal dari galangan dalam negeri, dan tidak impor.

Latar belakang Tom Lembong mirip menteri perdagangan era kabinet Indonesia Bersatu jilid 2, Gita Wirjawan. Tugas mengelola dan memimpin kementerian perdagangan sangat berat, terutama ketika situasi ekonomi tak menentu dan komoditas andalan ekspor Indonesia kehilangan daya saingnya. Kita juga menghadapi tantangan akan dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, yang dimulai akhir tahun ini. Kalau urusan menjaga stabilitas harga daging dan menahan rembesan garam impor saja sudah menimbulkan drama, itu baru seujung kuku pekerjaan bagi Tom Lembong.

Di dalam negeri, Tom menghadapi jalan penuh onak dan duri. Lihat yang sempat dilakukan Rachmat Gobel. Dalam 10 bulan, Mendag Rachmat membatasi impor dan peredaran minuman keras, melarang impor baju bekas, berencana mengatur distribusi rokok, sampai mengusulkan kenaikan tarif masuk sejumlah produk, dan membatasi impor produk kualitas rendah dari Tiongkok. Pasti banyak yang berasa terganggu.

Jokowi percaya bahwa Tom bisa memperbaiki kinerja kementerian perdagangan. Perbaikan kinerja dan penguatan pemerintahan mendorong terjadinya reshuffle. Ini saya ketahui dari keterangan Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki. Saat mengumumkan reshuffle, Jokowi tidak memberikan narasi mengenai apa alasan reshuffle dan mengapa di pos itu. Apakah yang diganti berarti kinerjanya buruk? Apakah kocok-ulang untuk mengakomodir kepentingan parpol?

Karena Jokowi tak menyampaikan narasi itu, jadi publik cuma bisa mereka-reka apa alasannya dan mengapa si anu diganti si itu, dan mengapa si itu mengganti menteri anu. Saya pun mencoba mereka-reka dengan mengumpulkan berbagai informasi yang ada, dari beragam sumber. Saya tentu berharap, komposisi baru membuat kabinet kerja Jokowi bisa lebih kencang dan efektif jalannya. Penyerapan anggaran pembangunan menjadi lebih cepat.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan penyerapan anggaran belanja negara selama enam bulan terakhir di 2015 sebesar Rp 773,9 triliun, meningkat sedikit 1,8 persen dibandingkan dengan realisasi semester I 2014 yang sebesar Rp 759,9 triliun. Ini jauh dari harapan, karena baru mencapai 39 persen dari total alokasi senilai Rp 1.1985,1 Triliun APBN 2015.

“Ada kebutuhan untuk merespon situasi,” kata Teten. Soal alasan kocok ulang. Reshuffle dilakukan ketika ekonomi Indonesia melambat. Sebagian karena pengaruh kondisi global, sebagian karena menurunnya kepercayaan publik kepada Jokowi. Teten membantah dugaan bahwa reshuffle adalah untuk mengakomodasi kepentingan partai politik. Media secara luas memberitakan hasrat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendapatkan tambahan kursi dalam kabinet. Jokowi adalah kader PDIP.

Jokowi merespon dengan memberikan posisi sekretaris kabinet kepada politisi senior Pramono Anung Wibowo. Berbeda dengan dugaan banyak pihak, Pramono Anung yang dalam pemerintahan sebelumnya adalah wakil ketua DPR RI 2009-2014, tidak masuk dalam kabinet Jokowi. Megawati meminta Pramono fokus membantu mengelola partai. Pram dikenal dekat dengan Megawati dan pernah menjabat sekretaris jendral PDIP. “Saya prinsipnya mengikuti perintah Bu Mega,” kata Pram dalam berbagai kesempatan ngobrol.

Pram secara telaten merawat hubungan antara PDIP dengan parpol dan tokoh nasional. Hubungannya yang luas dengan berbagai kalangan, kadang diartikan negatif oleh kalangan internal PDIP. Tapi, 10 bulan pemerintahan Jokowi membuktikan loyalitasnya kepada partai. Pram sukses memulihkan hubungan antara koalisi merah putih dengan koalisi Indonesia hebat yang sempat meruncing saat pemilihan presiden. Ini ada pengaruhnya terhadap hubungan antara Pemerintahan Jokowi dengan parlemen. Kursi koalisi merah putih pimpinan Golkar dan Partai Gerindra lebih banyak.

Senioritas Pramono Anung juga diharapkan membantu Jokowi memastikan pengelolaan kabinet berjalan lebih lancar. Administrasi lebih rapi, tak perlu ada lagi surat keputusan yang salah. Hubungan antara Jokowi dan Megawati diharapkan membaik, mengingat Pram dipercayai oleh keduanya. Karena ada Pram, maka fungsi yang selama ini dijalankan oleh Luhut Panjaitan sebagai kepala staf kepresidenan kemungkinan besar akan diserahkan ke Pramono Anung. Organisasi menjadi lebih ringkas dan efisien. Lagipula, tugas yang menanti Luhut sebagai menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan sangat berat.

Sofyan Djalil sebagai menteri perencanaan dan pembangunan nasional menurut saya pilihan yang bagus. Bappenas seharusnya menjadi lembaga terpenting dalam menggodok semua strategi pembangunan nasional yang kian kompleks, di era serba digital. Tugas ini sejak awal harusnya diberikan kepada sosok yang senior dan berpengalaman. Mumpuni secara keilmuan maupun pengalaman memimpin. Kalau Bappenas disejajarkan dengan National Development and Reform Comission di Tiongkok, maka Sofyan Djalil tidak demosi. Dia justru dalam posisi yang strategis dalam memastikan eksekusi program Nawa Cita Jokowi-JK berjalan efektif. Di Tiongkok, menteri NDRC selalu dijabat tokoh senior.

Upaya Jokowi membangun kepercayaan publik di bidang ekonomi juga dilakukan dengan memasukkan dua sosok ekonomi senior, Darmin Nasution dan Rizal Ramli. Darmin pernah menjabat Gubernur Bank Indonesia dan Dirjen Pajak. Saat diusulkan menjadi Gubernur Bank Indonesia, parlemen menerimanya dengan mulus. Ekonom senior yang gemar merokok ini mendapat respek dari Senayan. Darmin kini juga menjabat ketua umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Klop, lah Darmin menjadi menteri koordinator bidang ekonomi, karena Jokowi jadi punya ‘think-tank’ segudang ekonom melalui ISEI.

Pengangkatan Rizal Ramli sebagai menteri koordinator kemaritiman menimbulkan pertanyaan. Pengalaman apa di bidang maritim? Nampaknya Jokowi butuh sosok yang berani menerobos kebuntuan birokrasi. Rizal Ramli dianggap memiliki kemampuan itu. Dia dikenal dekat dengan Luhut Panjaitan. Rizal Ramli pernah menjabat menteri keuangan dan menteri koordinator bidang ekonomi di era Presiden Abdurachman Wahid.

Jujur saja sejak awal menurut saya kementerian koordinator kemaritiman ini tidak perlu. Jokowi nampaknya merasa perlu membentuk pos menko kemaritiman karena dia memiliki slogan membangun poros maritim yang antara lain diterjemahkan dengan program membangun tol laut. Memiliki empat menteri koordinator tidak jaminan koordinasi lebih baik. Pemborosan pula. Bahkan membuat bingung, karena sejumlah menteri jadi punya dua bos. Problem muncul kalau seorang menteri dapat undangan rapat dari dua menko dalam jam yang sama. Nah.

Selain itu, Jokowi dan wapres JK tergolong hands-on bos. Keduanya sering undang rapat menteri, mengkoordinasikan langsung. Jadi, buat apa posisi menko? Selain mengakomodir posisi bagi sejumlah pihak yang harus diberi posisi penting?

Apakah komposisi baru kabinet Jokowi menjadi resep ampuh memperbaiki citra dan kinerja? Itu pertanyaan besar yang harus dijawab Jokowi dan kabinet. Ekspektasi publik tinggi. Era pertama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono juga menghadapi masalah sulit. Baru beberapa bulan terjadi bencana gempa bumi tsunami di Aceh dan Sumatera Utara. Indonesia sempat kena imbas krisis keuangan 2008 yang dimulai di AS. Kerjasama pemerintah dan swasta saat itu membuat krisis bisa dilalui dengan cukup baik. Pertumbuhan ekonomi positif, 5 persen.

Sekarang Jokowi sudah memasukkan sejumlah tokoh senior ke kabinetnya. Tidak ada alasan untuk gagal. Harganya terlalu mahal bagi rakyat yang tengah dilanda penurunan daya beli dan perusahaan penurunan omzet. Staf khusus menteri tenaga kerja, Dita Indah Sari(@Dita_Sari_), menuliskan dalam akun Twitternya, kemarin, “sebuah horor tengah terjadi diam2 seperti penyakit menular: PHK”. PHK itu multi dimensi. Politik, ekonomi dan sosial.

Ini tantangan bagi Darmin Nasution, Rizal Ramli, Luhut Pangaribuan, Sofyan Djalil, Tom Lembong dan Pramono Anung Wibowo. Tantangan bagi Jokowi dan seluruh anggota kabinetnya. Tantangan buat kita semua. Meminjam status twitter Dita Indah Sari, “Gusti, bantulah agar kami bisa melewati ini”.###

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Previous post
Drama "Re-Run" Episode Daging Sapi
Next post
RAPBN 2016 Harus Dorong Pertumbuhan Berkualitas

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *