Pak Jusman Soal Hak Tenggelamkan Kapal
Flag State and Coastal State : Hak Kapal Berbendera Indonesia Lintas Batas Negara Tanpa Ditenggelamkan.
Ketika Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Ibu Susi geram menyaksikan hilangnya pendapatan negara dari aktivitas Illegal Fishing di Indonesia, beliau dengan nada setengah marah minta ijin Presiden untuk menenggelamkan kapai asing yang beroperasi diwilayah Indonesia tanpa ijin. Semua bersorak gembira. Sebab lama kita seolah tenggelam dalam kelemahan, dan tak berdaya ketika banyak kapal ikan berbendera asing menguras isi laut kita. Begitu juga ketika pesawat tempur sukhoi TNI AU berhasil memaksa pesawat asing tanpa ijin melintasi wilayah udara Indonesia, untuk mendarat, semua pihak menyatakan kini hukum dan keadulatan negara telah ditegakkan.Kita tentu saja merasa amat gembira dan senang , sebab sejak saat kini tindakan Gak Kum atau penegakan hukum dalam wilayah udara dan wilayah laut di di Indonesia kini menjadi fokus perhatian semua pihak dan aparat TNI dan aparat Kepolisian Republik Indonesia tidak akan lagi berpangku tangan menyaksikan illegal operation kapal ikan berbendera asing mapun pesawat udara lintas wilayah tanpa ijin. di wilayah laut dan wilayah udara Republik Indonesia.
Sebab semua Negara memiliki kewenangan untuk melaksanakan proses penegakan hukum di wilayah kedaulatannya sendiri.
Persoalannya apakah menggunakan Rudal dan Pesawat Pembom untuk meneggelamkan kapal termasuk penegakan Hukum atau bukan ?
Sebuah pertanyaan yang sukar dijawab. Saya fikir sudah saatnya Ahli Hukum Udara seperti Profesor Pryatna Abdurrasyid dan Nieke Komar serta para pakar Hukum Udara lainnya yang menjawab, begitu juga ahli Hukum Laut yang dimiliki Indonesia pastilah lebih pas untuk menjawab masalah penegakan hukum di laut, boleh menggunakan rudal, torpedo atau aksi penenggelaman lainnya bagi setiap kapal yang beroperasi diwilayah Indonesia secara ilegal atau tidak.
Catatan Facebook saya tidak akan menyentuh persoalan yang bukan bidang keahlian saya. Karenanya dalam tulisan ini saya hanya akan memberikan perspektif teknis dan pemahaman saya berkenaan dengan hal tersebut diatas berdasarkan pengalaman saya dalam mengikuti sidang ICAO International Civil Aviataion Organization maupun IMO atau International Maritime Organization.
Pertama : Perspektif Perdagangan dalam memandang Fungsi Strategis Angkutan Niaga di laut
Vasco da Gama tiba di India pada tahun 1457 dan menemukan bahwa ia bisa membeli lada dengan harga 3 dukat di Calicuta dan menjualnya dengan harga 80 dukat di Eropa. Sejak saat itu perdagangan dengan menggunakan kapal dan istilah pelayaran menuju pelabuhan strategis didunia dikenal dan tumbuh berkembang. Lahir istilah Trade follow the ship, perdagangan tumbuh mengikuti alur pelayaran kapal. Atau Ship follow the trade , kapal mengikutui tumbuhnya pusat perdagangan. Hingga saat ini istilah shipping, port and maritime berkembang. Pedagang menggunakan transportasi laut untuk mengeksploitasi jaringan kapal dan pelabuhan diseluruh dunia. Konektivitas terbangun .
Dengan membawa rempah-rempah untuk penduduk Eropa dalam volume yang jauh lebih besar daripada yang dapat diangkut dengan unta, atau kuda melalui jalan darat , ritisan Vasco Da Gama dengan perdagangan melalui laut membuat hidup lebih baik dan, ilmu ekonomi modern, mengenal konsepsi ‘nilai tambah’. Selama enam abad,pengiriman barang menjadi lebih efisien, peluang untuk menambah nilai dengan memindahkan barang di seluruh dunia meningkat dan perdagangan laut telah berkembang. Kapal telah memberikan fondasi bagi tumbuhnya kekuatan laut memiliki peran sentral peran globalisasi ekonomi dunia.
Hari ini jumlah kapal kargo bergerak menghubungkan lebih dari 3.000 pelabuhan komersial utama diseluruh dunia. Dan untuk memahami mekanisme ekonomi yang mendorong operasi distribusi barang dalam satu kesatuan sistem logistik yang kompleks ini, kita perlu mengetahui di mana barang di produksi dan kemana saja ia akan bergerak , mana pasar yang dominan dan mengapa. Dibawah ini saya sajikan peta rute kapal internasional untuk memperlihatkan alur distribusi barang dan penumpang menggunakan kapal di laut sejak Vasco Da Gama hingga kini :
Ekonomi maritim kini menjadi salah satu disiplin ilmu yang perlu dipelajari dengan baik dan benar sevagai satu cabang disiplin ilmu pengetahuan. Begitu juga Teknologi Maritim dan Kedirgantaraan yang berhasil dikuasai menjadi bagian penting untuk mengukur kemajuan teknologi disuatu Negara. Dan kini tidak ada gunanya menjadi seorang ahli ekonomi jika kita tidak dapat menemukan letak pelabuhan utama didalam pada peta! Perdagangan maritim didominasi oleh tiga pusat ekonomi, Amerika Utara, Eropa dan Asia, membentang sepanjang ‘Westline’. Di peta terlampir kita dapat menunjukkan rute pengiriman antara tiga pusat ini yang diikuti dengan kapal kapal pengangkut mobil dan kapal tanker kimia, serta kapal kargo membawa berbagai barang dagangan.
Kita juga bisa menandai rute utama dari perjalanan kapal curah yang membawa bahan baku seperti bijih minyak, besi, batubara, biji-bijian dan batuan fosfat ke dalam tiga pusat ekonomi. Eropa, di mana semuanya dimulai, terletak di tengah-tengah , dengan Amerika Utara di sebelah kiri dan Asia disebelah yang lain. Bersama-sama Eropa dan Amerika memiliki lebih dari 90% dari industri manufaktur dunia. Dibawah ini saya perlihatkan rute yang berkenan dengan itu :
Jarak perjalanan kali ditunjukkan pada Tabel dibawah ini .
Jejak Kaki atau rute perjalanan bulk carrier memberikan gambaran tentang waktu dan jarak ditempuh. Pelayaran yang dimulai dari Rotterdam melintasi Atlantik Utara ke New York berjarak 3270 km dan memakan waktu 10 hari, sementara perjalanan 1.905 mil ke Houston di Teluk AS, mengambil 5,8 hari. Houston ke Long Beach 4346 mil dan memakan waktu 13 hari. Menyeberangi Pasifik ke Cina adalah leg laut terpanjang , dengan perjalanan dari Long Pantai ke Shanghai meliputi 5810 mil dan mengambil 17,8 hari. Dari Shanghai ke Singapura adalah 2.210 mil, atau 6,8 hari , dan dari sana perjalanan melalui jalur sibuk di Selat Malaka ke Aden di mulut Laut Merah adalah 3627 mil, ditempuh sekitar 11 hari. Dari Aden adalah 8,9 hari ke Marseilles di pantai Mediterania Perancis, dan 6,3 hari ke Rotterdam.
Dengan demikian jarak dari Roterdam kembali ke Roterdam satu keliling dunia adalah 26.158 mil laut dan total Waktu perjalanan adalah 80,1 hari dengan biaya $ 25 per ton kargo yang diangkut. Biaya ini dihitung dengan membagi total biaya dengan tonase pada pelayaran sebesar 70.000 ton kargo pada kapal tersebut. Ini biaya sudah termasuk ongkos bahan bakar dan sewa kapal, tetapi tidak termasuk biaya tol kanal dan biaya pelabuhan.
Jika pengiriman dilakukan secara ekspres dengan kapal berkecepatan 23 knot bisa memotong waktu pelayaran 47 hari, tetapi biaya per ton akan lebih besar dua kali lipat menjadi US $ 55 dolar . Secara garis besar, rentang kecepatan kapal 13,6 knot sampai 23 knot adalah rentang kecepatan di mana kapal dagang beroperasi, Rata-rata jarak ditempuh dalam perjalanan ini adalah 3270 mil.
Saat ini ada sekitar 100 negara yang melakukan perdagangan melalui laut. Jika setiap negara termasuk, pulau terkecil Pasifik, ada sebanyak 170 Negara. Untuk menjelaskan perdagangan mereka titik awal adalah untuk melihat dari dekat perbedaan ekonomi antara negara-negara perdagangan. Dengan kata lain Perdagangan menggunakan kapal meningkat sepanjang waktu. Dibawah inisaya perlihatkan rute dan pelabuhan yang ada di Samudera Pacific.
Dibawah ini saya perlihatkan rute dan pelabuhan di Samudera India/Indian Ocean
Kedua, Perspektif tentang arti Flag State dan Coastal State dan Hak Melintas Batas Kapal Niaga
Perdebatan mengenai tanggung jawab hukum untuk kapal yang melintasi alur laut dalam wilayah kedaulatan suatu Negara telah berlangsung lama. Dikenal azas Cabotage. Dimana Azas ini mengatur larangan hak angkut kapal berbendera asing untuk mengangkut barang dan penumpang pada rute domestik untuk melindungi Industri Pelayaran dan Kapal Niaga berbendera Indonesia. Agar Industriawan Kapal Niaga Indonesia menjadi tuan rmuah dinegerinya sendiri. Seperti yang idatur dalam Undang Undang Pelayaran No 17/2008.
Begitu juga Hak suatu Kapal berbendera Asing melintasi alur laut jalur internasional juga telah diatur oleh konvensi. Termasuk kewajiban suatu Negara untuk melindungi kapal berbendera asing yang mendapatkan ijin resmi untuk beroperasi diwilayah laut yang termasuk teritori negara tersebut.
Adalah kewajiban Angkatan laut dan Indonesian Coast Guard melindungi kapal-kapal yang mengibarkan benderanya baik ia beroperasi di wilayah internasional maupun diwilayah teritori Indonesia, sepanjang ia mengikuti Hukum Laut Internasional dan Konsepsi Hukum Laut yang diterapkan di Indonesia. Kapal yang berlayar memiliki bendera, tak peduli ia kapal Niaga ataupun kapal Ikan. Dilaut dikenal istilah Negara Bendera atau Flag State sama seperti didarat dikenal istilah Flag State diwilayah Kedutaan Besar.
Dengan kata lain jika di Kedutaan Besar Amerika yang terletak di jalan Medrdeka yang dikeliling oleh benteng yang bertetangga dengan Kantor DKI berlaku Hukum Negara Amerika Serikat. Dan Kepolisian Republik Indonesia wajib melindungi hak Kedutaan Amerika untuk menggunakan hukum Amerika di wilayah kedutaan besarnya. Begitu juga dengan kapal yang mengibarkan negara Amerika, Taiwan ataupun Tiongkok,atau Thailand ia mirip seperti kedutaan besar yang berlayar dilaut. Ada kewajiban Negara Indonesia untuk melindungi hak hidup dari penghuni kapal berbendera asing yang sedang berlayar didalam teritori kedaulatan Republik Indonesia. Sepanjang ia memiliki ijin operasi. Kapal yang berlayar dengan bendera tempat ia terdaftar adalah kapal, tidak perlu ia kapal ikan atau kapal niaga atau kapal pribadi atau kapal wisata. Prinsip Negara Bendera perlu dilindungi,
Pertanyaannya misalnya dapatkah negara Indonesia melarang minuman beralkohol di kapal asing yang sedang beroperasi di perairan teritorialnya? Atau Jika Indonesia menganggap ada kapal asing yang yang sedang berlayar diwilayah teritorinya apakah ia dianggap sebagai ancaman atau bukan ? Jika dianggap musuh dan ancaman apakah kita berhak untuk menahan atau menenggelamkannya ??
Jawaban atas ini pertanyaan, dapat ditemukan dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut yakni UNCLOS 1982, sebagai puncak dari tiga Konferensi tentang Hukum Laut, yang disebut sebagai UNCLOS I (1958), UNCLOS II (1960) dan UNCLOS III (1973). Proses pengembangan konvensi ini dimulai pada tahun 1958 ketika PBB melahirkan UNCLOS I dengan Delapan puluh enam negara hadir dalam konvensi hukum laut tersebut. Tujuannya adalah untuk menentukan dasar isu kepemilikan laut, hak lintas melalui itu dan kepemilikan dasar laut.
Isu terakhir yang mengemuka dalam Konvensi Hukum Laut di PBB menjadi semakin penting sebab menyangkut persoalan prinsip dan strategis bagi eksploitasi kekayaan alam suatu Negara yang berada dilaut lepas, seperti ladang minyak lepas pantai , ppolusi laut dan penangkapan ikan. Empat konvensi akhirnya diselesaikan. L:ahir konvensi tentang definisi Laut Teritorial dan Zona Tambahan, Laut Tinggi, Landas Kontinen, dan Konservasi Perikanan. Dibawah ini saya perlihatkan skema untuk mendefinsikan Landas Kontinen, Zone Ekonomi Eklusif yang diperjuangkan salah satunya oleh Indonesia oleh pakar Hukum Laut seperti Prof Moctar Kusumaatmadja dan Prof Hasyim Djalal sehingga Indonesia didefinisikan sebagai Maritime Continet atau Benua Maritim.
Konferensi kedua, UNCLOS II, pada tahun 1960 menindaklanjuti beberapa item pada UNCLOS I. Pada tahun 1960 kesadaran akan arti penting kekayaan mineral didasar laut ditempatkan secara signifikan pada hukum laut, dan pada tahun 1970 Amerika mengadakan konferensi ketiga untuk menghasilkan Konvensi komprehensif tentang Hukum Laut. Pada tahun 1973 (UNCLOS III), yang dihadiri oleh 150 negara. Dengan begitu banyak peserta, diskusi diperpanjang sampai 1982. UNCLOS 1982 akhirnya diadopsi, 12 bulan kemudian ia telah diratifikasi oleh 60 negara. Akhirnya mulai tanggal 16 November 1994, akhirnya UNCLOS 1982 ini memberikan ‘kerangka kerja yang komprehensif untuk pengaturan semua pemanfaatan ruang laut … pemahaman tentang batas-batas yurisdiksi nasional atas ruang laut, akses ke laut, navigasi, perlindungan dan pelestarian lingkungan.
Sejauh menyangkut Negara bendera tempat suatu kapal didaftarkan , UNCLOS 1982 mendukung hak setiap negara untuk mendaftarkan kapal, asalkan ada ‘hubungan langsung’ antara kapal dan negara. Karena konsep negara bendera dapat menentukan sifat perlindungan sebuah kapal melalui penggunaan Bendera ini, dalam prakteknya pemilik kapal memiliki kebebasan untuk dapat mendaftarkan kapal itu di Negara tempat ia memiliki keuntungan ekonomis atas perlidnungan itu. Setelah terdaftar, kapal menjadi bagian dari aset negara bendera yang dilindungi oleh Hukum Negara tersebut. Negara Bendera tempat kapal terdaftar memiliki tanggung jawab hukum utama untuk kapal dalam hal mengatur keamanan, hukum perburuhan dan mengenai hal-hal komersial lainnya .
Namun konsep Coastal State juga mengatur hak suatu Negara atas setiap kapal yang berlayar di perairan dalam teritori negara tersebut. Hak negara pesisir atau Coastal State didefinisikan dengan membagi laut ke dalam pelbagai ‘zona’ wilayah operasi. Dikenal istilah Kewajiban Negara untuk mengatur kapal asing yang datang dan pergi ke Pelabuhan dalam wilayah teritori.Dikenal Istilah ISPS Code, Internatioal Security for Port and Ships. Gerakan Port State Control dimulai pada tahun 1978 ketika delapan negara Eropa yang terletak
disekitar Laut Utara secara informal setuju untuk memeriksa kapal-kapal asing yang mengunjungi pelabuhan dan berbagi informasi tentang kekurangan peralatan navigasi atau perangkat keselamatan yang ada dikapal. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kegagaln fungsi jika terjadi suatu accident dilaut . Pada tahun 1982 pengaturan ini diresmikan dengan penandatanganan Paris Memorandum of Understanding (MOU) di mana 14 negara Eropa sepakat untuk bekerja sama untuk memastikan bahwa kapal yang mengunjungi pelabuhan mereka mematuhi konvensi internasional tentang keselamatan dan polusi.
Penandatangan MOU Paris berjanji untuk mempertahankan sistem yang efektif negara pelabuhan control dengan memastikan bahwa kapal dagang asing yang mengunjungi pelabuhan mereka mematuhi standar yang diatur dalam konvensi maritim dan protokol yang relevan seperti SOLAS 1974; MARPOL 1973/78; STCW 1978; COLREG 1972; Konvensi Internasional tentang Pengukuran Tonase
Kapal 1969; dan Konvensi ILO No. 147 Merchant Shipping (Standar Minimum), 1976.
Kemudian tiap Negara bendera anggota International Maritime Organization membuat undang-undang yang mengatur kegiatan komersial dan sipil dari kapal dagang yang dimiliki dan pengaturan kapal niaga yang berlabuh di pelabuhan domestik dan yang berlayar dirute domestik maupun internasional. Di Indonesia pengaturan itu dilakukan melalui Undang Undang Pelayaran No 17/2008.
Karena negara-negara yang berbeda memiliki hukum yang berbeda, maka bendera tempat pendaftaran kapal dilakukan dapat membuat perbedaan protokol pengaturannya. Di Indonesia Penegakan Hukum untuk tiap kapal yang melintasi teritori Indonesia diatur oleh apa yang disebut sebagai Indonesian Coast Guard sesuai UU No 17/2008.
Meskipun setiap negara membuat hukum maritim sendiri, hal-hal seperti standardisasi dan spesifikasi kapal yang aman dalam desain dan manufaktur, ketentuan untuk menghindari tabrakan, definisi garis beban, penanggulangan pencemaran laut dan udara, pengukuran tonase dan sertifikat kompetensi pelaut semuanya diatur melalui ketentuan dan standard internasional agar tiap kapal mudah dikembangkan dan digunakan. Untuk itu dikembangkan kerangka hukum internasional yang menghindari masalah perbedaan standard yang terjadi disetiap negara yang persetujuannya dicapai melalui konvensi internasional. Negara maritim bertemu untuk membahas rancangan konvensi, yang akhirnya setuju. Setiap negara kemudian meratifikasi dan dalam melakukannya menyanggupi untuk memasukkan ketentuan konvensi ke dalam legislasi nasionalnya sendiri.
Dengan penjelasan singkat diatas, saya ingin mengajak para ahli untuk menemukan cara terbaik dalam memperlakukan Kapal Berbendera Asing yang sedang berlayar diwilayah Republik Indonesia. Sebab Tiap kapal yang berbendera Negara lain yang melintasi wilayah teritori kita harus dijaga tingkat keselamatan dan keamanannya. Kita tidak mungkin terus hantam keromo dengan mengerahkan armada angkatan laut untuk memburu semua kapal berbendera asing dan mengenggelamkan nya tanpa permisi. Ada protokol internasional yang harus dipatuhi untuk melindungi keselamatan kapal beserta segala isinya. Bagi yang tidak memiliki ijin atau yang melakukan kegiatan illegal kita perlu mengembangkan kekuatan Penegakan Hukum di Laut, yang dalam UU Pelayaran No 17/2008 itu harus dilakukan oleh suatu institusi yang disebut dengan naman Indonesian Coast Guard.
Lebih kurangnya mohon dimaafkan. Salam
No Comment